Oleh : Ratnasari Nugraheni
E-mail : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Jumat (23/5) pukul 14.00, Any Sundari, selaku Manager Divisi Humas dan media Rifka Annisa, memulai acara sosialisasi yang diprakarsai oleh mahasiswa KKN Universitas Sarjana Wiyata Yogyakarta. Tema acara sosialisasi tersebut adalah “KDRT dan Pelecehan Seksual di Kalangan Remaja dan Anak-anak.” Acara berlangsung di Aula Balai Dusun Gunung Sari , Wonosari, Gunung Kidul yang dihadiri oleh 35 peserta yang terdiri dari kelompok bapak-bapak, ibu-ibu, dan remaja.

Acara sosialisasi dibuka dengan sambutan dari Mujiyono, Dukuh Gunung Sari, “Maraknya kasus kekerasan di media massa, ditambah dengan mulai masuknya internet di dusun ini, membuat kami para orang tua resah akan perkembangan anak-anak kami. Semoga pihak Rifka Annisa dapat memberikan informasi yang berguna dan dapat membantu kami.”

Usai memberikan sambutannya, Any selaku pembicara yang mewakili Rifka Annisa menjelaskan mengenai Kekerasan Terhadap Perempuan Berbasis Gender (KTPBG) dan pelibatan laki-laki dalam penghapusan tindak kekerasan berbasis gender. “Laki-laki pada dasarnya adalah baik. Pelibatan laki-laki dalam hal ini merupakan strategi efektif untuk mencegah dan menghapus Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP)”, ungkap Any.

Tak hanya kalangan orang tua yang berantusias dalam sosialisasi tersebut, remaja pun turut berantusias. Salah satunya Wahyu yang membuka sesi diskusi dengan pertanyaan, “Apakah pelaku pelecehan seksual dan pemerkosaan itu hanya dari kaum laki-laki saja?”

Menanggapi pertanyaan tersebut, Any mengungkapkan bahwa di beberapa kasus memang pelakunya bukan laki-laki. Akan tetapi, itu hanya sebagian kecil kasus saja. Apabila ada pun, Rifka Annisa akan merujukkan kasus ke LBH (lembaga Bantuan Hukum) karena Rifka Annisa tidak menangani korban laki-laki. Akan tetapi, Rifka Annisa melayani konseling perubahan perilaku untuk laki-laki. Any juga menambahkan bahwa secara kultural, perempuan rentan menjadi korban pelecehan seksual dan pemerkosaan. Faktor budaya patriarki yang masih kental di masyarakat menjadi penyebab utamanya.

Di akhir acara, Any Sundari mengajak seluruh peserta untuk semakin peduli terhadap isu-isu yang berkaitan dengan KTPBG. Diharapkan melalui sosialisasi ini, warga Gunung Sari semakin peka untuk membangun hubungan yang bebas dari kekerasan.

Jumat, 30 Mei 2014 10:12

Sharing Pendampingan bersama CO

Oleh: Ani Rufaida

Selasa, 20 Mei 2014, Devisi Pengorganisasian Masyarakat dan Advokasi Rifka Annisa melakukan capacity building untuk para Community Organizing (CO), tujuannya untuk memperkuat kapasitas CO dalam pendampingan korban kekerasan. Lebih lanjut selama ini CO yang sering mendapatkan laporan kasus dari masyarakat. Dengan begitu CO bisa melakukan penanganan awal ketika mendapat laporan kasus. Ungkap Nurma, PO program Men Care. Dalam pelatihan ini harapan para peserta bisa memiliki ketrampilan konseling dasar dan malakukan sistem rujukan di area dampingan.  Jelas Ali CO wilayah Semin.Tambahnya  peserta bisa melakukan assessment maupun identifikasi kasus, bisa punya ketrampilan mendengar, dan bagaimana mengajukan pertanyaan ke klien.

Dalam proses ini peserta diajak fasilitator untuk praktek langsung, dengan cara berpasang-pasangan dengan teman sebelahnya. Hal yang pertama dilakukan adalah bagaimana ketika berkenalan dengan klien. Sikap dan bahasa tubuh juga menjadi acuan awal untuk membangun hubungan dan kepercayaan terhadap klien, hal ini menjadi sangat penting dalam proses konseling “. Jelas Rina Konselor Rifka Annisa. Ketika mendampingi korban konselor tidak boleh menghakimi, tidak mengarahkan maupun menasihati, tidak menyalahkan korban dan membangun hubungan yang setara.

Selanjutnya peserta diajak kembali untuk melihat kasus dari persoalan kekerasan berbasis gender, persepektif ini diperlukan untuk melihat kasus dan keberpihakan terhadap korban kekerasan berbasis gender. Yang perlu dilakukan ketika  kita mendapat laporan kasus adalah penanganan awal, mengetahui kondisi korban, dampak yang terjadi terhadap korban, sistem dukungan yang ada dikeluarga maupun masyarakat, dan sistem keamanan korban. Hal ini mendesak untuk diketahui CO ketika laporan awal kasus. Sistem dukungan itu penting untuk memetakan siapa saja orang-orang yang bisa mendukung dia, dari mulai keluarga orangtua, saudara. Mana yang bisa digunakan untuk membantu proses penyelesaian korban. Jika keluarganya gak ada system dukungan itu bisa diperluas dari saudara maupun masyarakat sekitar. Jelas Rina.

Oleh : Ratnasari Nugraheni
Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
 
Selasa (6/5), tepat pukul 10.00 dimulailah acara penandatangan nota kesepahaman bersama seluruh jajaran aparat Gunung Kidul bertempat di aula Kecamatan Wonosari, Gunung Kidul. Acara tersebut dihadiri oleh 40 orang peserta, beberapa diantaranya adalah kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Wonosari, Kementerian Agama Gunung Kidul, Pemerintah Gunung Kidul yang diwakili oleh Wakil Bupati Gunung Kidul, Camat Wonosari, Kepolisian sektor maupun Resort, Muspika, Kepala Desa, Kepala Sekolah, dan juga Rifka Annisa.

Adanya perjanjian nota kesepahaman ini berawal dari banyaknya kasus-kasus sosial yang terjadi di wilayah Gunung Kidul seperti, pernikahan dini, perceraian, KDRT, adanya kematian istri, KTD, dan HIV/AIDS. Berdasarkan data kuantitatif yang dimiliki oleh pemerintah Gunung Kidul, kasus-kasus tersebut semakin merangkak naik.

“Pernikahan dini dan perceraian semakin meningkat dan mendorong keprihatinan dan melatarbelakangi adanya inisiatif penanggulangan bersama seluruh jajaran aparat”, ungkap Drs. Iswandoyo, M.M., selaku Camat Wonosari, dalam sambutannya.

Nota kesepahaman ini pun ditandatangani oleh Ketua pengadilan Agama, Kapolsek Wonosari, Komandan Rayon, Kepala UPT Puskesmas Wonosari, Kepala-kepala Sekolah Wonosari, Kepala KUA, Kepala-kepala Desa daerah Wonosari, dan LSM Rifka Annisa. Melalui nota kesepahaman ini, parapasangan calon pengantin di wilayah Wonosari, Gunung Kidul harus melalui proses kursus pengantin, lulus pre-test dari BP4, dan kemudian mendapatkan sertifikat menikah. Nota kesepahaman ini berlaku selama dua tahun terhitung sejak 6 Mei 2014. Diharapkan, melalui nota kesepahaman ini, angka pernikahan dini, perceraian, maupun KDRT akan semakin menurun.

Kamis, 22 Mei 2014 11:03

Kaos Kakiku Sayang, Ibuku Sayang

Oleh: Ratnasari Nugraheni
E-mail: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Sabtu (10/5), ibu-ibu komunitas Desa Ngalang mengadakan diskusi rutin 2 jam yang dimulai pada pukul 13.30, bertempat di Balai Desa Ngalang. Sebanyak 13 ibu hadir dalam diskusi tersebut. Fitri Indra Harjanti, selaku fasilitator diskusi mengajak para peserta untuk membuka kembali rekaman kenangan para peserta diskusi bersama ibu mereka masing-masing.

“Waktu kecil saya hanya ingat bahwa ibu saya lebih sayang pada kaos kaki baru. Waktu itu hujan, jarak antara rumah dengan sekolah itu jauh dan melewati sungai. Saat saya melepas sepatu dan kaos kaki basah, kemudian kaos kaki saya hanyut. Ketika pulang, ibu marah dan saya menangis,” ucap Ibu Warsilah. “Nah, ketika saya besar, saya berpikir bahwa saya memang salah. Kaos kaki baru hilang, padahal belinya susah.”

Berawal dari kisah Ibu Warsilah, Fitri mengajak semua peserta diskusi untuk merenungkan kembali kenangan mereka bersama ibu. Pola pengasuhan orang tua di masa kecil baik itu yang indah maupun buruk, tentu akan selalu dikenang oleh anak-anak mereka hingga dewasa.

Anak adalah mesin fotokopi alami yang sangat hebat. Mereka akan merekam semua kejadian yang dialami dan disaksikan oleh mereka. Fitri mengungkapkan adanya penelitian yang mengungkap bahwa perilaku kekerasan yang dilihat dan dialami anak-anak akan meningkatkan peluang anak-anak menjadi pelaku kekerasan sebesar 70%.

Oleh sebab itu, pola pengasuhan sejak dini terhadap anak-anak menjadi tanggung jawab orang tua sepenuhnya. Sebisa mungkin, para ibu dan bapak bekerja sama untuk mendidik anak menjadi lebih baik. Sedari dini, anak diajarkan mengenai pembagian peran dan pekerjaan dalam keluarga adalah yang baik untuk diterapkan. Diharapkan melalui diskusi ibu dan pola pengasuhan ini, komunitas ibu-ibu dapat saling mendorong untuk menerapkan pola pengasuhan yang baik pada anak.

Oleh : Ratnasari Nugraheni
E-mail : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
 
Sabtu (10/5), pukul 09.30 bertempat di rumah Tria, salah satu peserta diskusi di komunitas Desa Mertelu, Gunung Kidul, diadakan diskusi rutin komunitas Mertelu. Diskusi yang difasilitatori Fitri Indra Harjanti itu mengangkat tema ibu dan pengasuhan, setelah sebelumnya diskusi membahas tema berbagi peran dan kerja. Pertemuan kedelapan tersebut dihadiri oleh 14 ibu yang mengikuti diskusi Rifka Annisa bekerjasama dengan Reutgers WPF tiap bulan.

Fitri membuka sesi diskusi dengan mengajak seluruh peserta untuk merenungkan satu kata yang menggambarkan tentang ibu. “Ibu adalah pahlawanku,” ungkap Dwi, salah satu peserta diskusi mengungkapkan bahwa ibu adalah cinta, rasa senang, pengasih, dan rindu.

Selanjutnya, Fitri mengajak seluruh peserta diskusi untuk mengingat kembali masa-masa yang dilalui oleh para peserta dengan ibu mereka masing-masing. Kemudian, mereka diminta memikirkan satu benda yang mengingatkan sosok ibu.
“Cobek,” ungkap Tria. “Pada waktu dulu itu saya hidup sulit. Biasanya, dulu itu makan telur merupakan makanan yang enak, kemudian dikasih kelapa diuleg terus dibagi-bagi  berlima,” tambahnya. Dia bercerita tentang betapa mewahnya memakan telur saat itu, dan bagaimana ibunya membesarkannya dengan susah payah.

Banyak sekali hal-hal yang terungkap dalam diskusi tersebut. Para peserta menyadari bahwa ternyata menjadi seorang ibu tidaklah mudah, apalagi ibu di zaman orang tua mereka dahulu, di mana kesadaran dan pengetahuan akan kesetaraan gender masih sangat minim. Hal inilah yang menyebabkan banyak beban pekerjaan berat dilimpahkan ke para ibu.

Di akhir diskusi, Fitri mengajak seluruh perserta untuk bekerja sama menjadi tim yang solid dengan para suami untuk berbagi peran dan kerja dalam mengasuh anak. Tak dapat dipungkiri bahwa inti keluarga yang bahagia dan sehat adalah bersama-sama berbagi peran dalam mendidik anak.

46432882
Today
This Week
This Month
Last Month
All
5756
12554
285127
306641
46432882