Masthuriyah Sa’dan
Relawan Humas dan Media
Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
”Menghapus kekerasan terhadap istri tidak hanya dimulai dari korban dan masyarakat saja, tapi menyadarkan ”laki-laki atau ayah” tentang pentingnya menjaga hubungan baik dengan istri sangatlah penting. Oleh sebab itu, kelas ayah dan ibu sama-sama disosialisasikan untuk menyeimbangkan pengetahuan dan kesadaran masing-masing"
Rabu, 26 November 2014 Rifka Annisa mengadakan pertemuan terakhir diskusi komunitas kelas ibu di dua desa yaitu Desa Kemejing dan Desa Bendung Kec. Semin Kab. Gunung Kidul. Peserta diskusi terdiri dari para ibu muda di dua desa tersebut. Biasanya kegiatan kelas ibu diadakan setiap bulan dengan satu kali pertemuan. Pertemuan ini diadakan untuk mengevaluasi kegiatan selama setahun, pesan dan kesan dari peserta dan fasilitator kemudian perubahan apa yang di alami oleh peserta.
Pertemuan terakhir diskusi komunitas dihadiri 30 peserta, dengan rincian 16 peserta dari Desa Kemejing dan 14 peserta dari Desa Bendung. Para peserta dilibatkan secara langsung, agar dapat secara aktif dan kritis menceritakan perubahan suami dan anak-anak selama setahun mengikuti kegiatan Rifka Annisa.
Untuk menambah keceriaan dan keakraban, acara diawali dengan senam tubuh yaitu menyanyi dengan gerakan tubuh, kemudian dilanjutkan permainan. Di sesi permainan ini fasilitator menempelkan tiga kertas di dinding yang berisi tulisan ”Sangat Setuju, Tidak setuju dan Ragu-ragu”. Kemudian fasilitator memberikan satu pernyataan dan apabila peserta sudah tahu jawabannya maka peserta langsung merapat ke tempat tempelan kertas tadi. Fasilitator melontarkan pernyataan kepada peserta, ”Suami berhak mendapat pelayanan seksual kapanpun suami mau meski istri tidak menginginkan”. Semua peserta merapat ke dinding ”tidak setuju”. Menurut Santi, peserta dari Bendung, istri juga punya hak untuk menolak karena alasan capek kerja atau sakit. Permainan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi pengetahuan peserta tentang wacana dan problematika perempuan sebagai bahan utama materi diskusi.
Adapun materi diskusi komunitas ibu selama setahun adalah perencanaan ekonomi keluarga, relasi sehat, komunikasi yang baik, terbuka dan setara, kesehatan reproduksi, parenting, perbedaan seks dan gender, maupun perencanaan keluarga. Selain itu, strategi berbagi peran dengan pasangan, cara tepat memilih kontrasepsi hingga kekerasan dalam rumah tangga juga menjadi bahasan yang tak kalah seru di kelas tersebut. Untuk materi kesehatan reproduksi dan infeksi menular seksual, difasilitasi oleh fasilitator dari Puskesmas Kecamatan Semin.Ssedangkan untuk materi yang lain diampu oleh fasilitator dari Rifka Annisa sendiri.
Sebagai evaluasi untuk Rifka Annisa terhadap suksesnya diskusi ini, fasilitator meminta kepada peserta untuk memberikan komentar terhadap kegiatan berikut perubahan yang terjadi bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat selama mengikuti kegiatan tersebut.
”Sejak saya mengikuti kegiatan ini, saya mengetahui tentang pola pengasuhan anak dengan baik, tahu bagaimana caranya berkomunikasi yang baik dengan suami dan alhamdulillah sekarang suami saya ramah dan baik ke saya”, cerita Inayah peserta dari Desa Bendung. Adapula yang bercerita hingga larut dalam kesedihan dan meneteskan air mata. ”Dulu sebelum Rifka datang, ketika saya sedang hamil, suami saya sering marah-marah dan memukul saya, tapi semenjak ada diskusi Rifka di desa ini, suami saya sekarang sayang dan ramah ke saya”, tutur Kismi, peserta dari Bendung, dengan linangan air mata. ”Saya senang dengan kehadiran Rifka di desa kami, karena saya banyak memiliki teman, saya memiliki pengetahuan bagaimana menjadi perempuan yang benar-benar perempuan. Terima kasih Rifka” ungkap Welas peserta dari Desa Kemejing.
Nurma selaku fasilitator kemudian mengajak para peserta untuk menjaga solidaritas kebersamaaan antara Rifka Annisa dan komunitas. ”Kalau ada kabar apapun tentang keluarga kalian jangan sungkan-sungkan kabarin saya. Saya anggap kalian semua adalah saudara” ungkap Nurma setiap kali merangkul peserta. (*)
Khalida Noor
Relawan Humas dan Media
Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
“Banyak hal baru yang kemudian muncul ndak cuma dari teman-teman Rifka, tetapi juga dari anggota yang lainnya. Kasus kekerasan itu tiba-tiba muncul dari cerita teman-teman”. (Fitria, Setia Mitra)
Kalimat di atas adalah sepenggal ungkapan dari salah satu peserta yang mengikuti pelatihan yang diselenggakan oleh Rifka Annisa. Pelatihan dengan tema “Menjadi Fasilitator untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak” diadakan pada tanggal 25-27 November 2014 bertempat di Sekretariat Setia Mitra, Desa Wareng, Wonosari, Gunungkidul. Pelatihan yang berlangsung selama 3 hari ini dihadiri oleh anggota Setia Mitra, komunitas binaan Rifka Annisa yang baru saja terbentuk pada bulan Oktober 2014.
Pelatihan fasilitator inibertujuan untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Selama ini banyak masyarakat yang cenderung mendiamkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi di lingkungan sekitarnya. Dengan diselenggarakan pelatihan ini, diharapkan masyarakat berani tampil mengungkap kasus tersebut kemudian mendiskusikannya secara bersama-sama untuk dicarikan penyelesaiannya.
Dalam pelatihan ini, peserta dikenalkan tentang Teknik Mindmap untuk memetakan permasalahan yang terjadi kemudian mencari solusi alternatif dari permasalahan tersebut. Asih Nuryanti selaku stafpengorganisasian masyarakat Rifka Annisa,menuturkan bahwa tujuan diadakan pelatihan untuk memberikan bekal atau penguatan kapasitas komunitas Setia Mitra untuk melakukan pencegahan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk memetakan persoalan yang terjadi di Desa Wareng. “Mindmap merupakan pemetaanpikiran yang berawal dari diri sendiri kemudian ke permasalahan yang ada di sekitar kita” tutur Titin selaku fasilitator pelatihan. Latihan Mindmap ini dilakukan dengan pertanyaan 5W + 1H (what, who, where, why, how), kemudian ditarik kesimpulan ataupun pelajaran yang bisa diambil dari kejadian tersebut.
Setelah peserta berdiskusi dan melakukan pemetaan, ternyata banyak ditemukan pemasalahan yang terjadi di Desa Wareng, diantaranya adalah pernikahan dini, balapan liar, miras, togel, perselingkuhan, KDRT, dan prostitusi terselubung.“Banyak yang semula kita anggap aman-aman saja, kayaknya nggak ada masalah, ternyata begitu masalah terjadi, kita nggak tahu” tutur Fitria, peserta pelatihan. Permasalahan utama dari hasil mindmap tersebut, yang berdampak besar dan meresahkan masyarakat sekitar adalah miras,togel, prostitusi terselubung dan balapan liar. “Kitaharus merangkul pemuda-pemudanya dan kita diskusikan bersama-sama, maka banyak hal yang bisa kita selesaikan” tutur Reidra peserta pelatihan. Sedangkan rencana tindak lanjut untuk memecahkan permasalahan tersebut yakni: Pertama, mengadakan pertemuan dengan anak-anak muda,Setia Mitra dengan pemerintah desa;Kedua, sosialisasi untuk pencegahan prostitusi atau pornografi dikalangan remaja dan dewasa; Ketiga, sosialisasi atau berbicara empat mata dengan penjual angkringan tentang berbagai akibat prostitusi; Keempat, mengusulkan kepada pemerintah Gunungkidul untuk membuatkan ‘polisi tidur’ pada arena balapan yang biasa dipakai; dan Kelima, anak muda dan orang tua bekerjasama melarang praktek balapan liar.
Adanya rencana tindak lanjut tersebut adalah sebuah tantangan bagi Setia Mitra untuk direalisasikan. Kebanyakan orang masih menganggap bahwa permasalahan tersebut tidak penting, sehingga dibutuhkan dukungan beberapa pihak. “Kita perlu bergandengan tangan dengan pihak yang bisa membantu, kita perlu mendekati untuk bekerja sama dengan pemerintah desa, kita perlu audiensi dengan pemerintah desa, dan kita perlu sampaikan tentang apa yang kita perlukan” tutur Titin. Dengan demikian tujuan untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat tercapai.
Oleh: Ani Rufaida
“Katresnan Iku Ngajeni” tema yang diambil pada acara Out Bond Komunitas Remaja Rifka Annisa. Peserta yang berasal dari berbagai komunitas dampingan Rifka Annisa di berbagai Kecamatan dari Gunung Kidul dan Kulonprogo yakni Gedangsari, Semin, Sentolo, Pengasih dan Wonosari berkumpul bersama di Pantai Kukup Gunung Kidul pada akhir pekan 20-21 September 2014.
Acara yang dilakukan sejak sabtu sore berlangsung meriah, peserta baik dari komunitas, tim rifka Annisa, dan Tim Tagana Banser Gunung Kidul saling berkenalan dan mengakrabkan diri satu sama lain. Acara ini merupakan salah satu kampanye program Laki-laki Peduli (Red: Men Care) yang dilakukan ke masyarakat luas, selain itu sebagai wahana ajang silaturahim antar komunitas.
Bisanya kami melakukan ini dalam forum diskusi, kami merasa senang dan puas bisa bertemu banyak teman, sekaligus bermain dan berbagi bersama. “Menjadi laki-laki tidak harus dengan kekerasan”. Ungkap Inug salah satu peserta Outbond.
Demikan yang dirasakan Fendi ia merasa senang karena kegiatan ini didesain dengan camping bersama, tidur di tenda-tenda mengakrabkan peserta. Apalagi kita menyanyi dan berjoged bersama. Jelasnya.
Acara yang dilanjutkan dengan menyanyi tim Rannisa Kustik semakin memeriahkan camping malam hari itu, antar komunitas beradu performence mengeluarkan bakatnya dari bermain gitar, bermain gendang, menyanyi sekaligus menari. Dalam rangkaian acara malam itu dilangsungkan api unggun dengan diringi lagu-lagu lawas maupun saat ini. Hidangan jagung bakar dan ketela melengkapi kegembiraan malam itu.
Usai acara, sebagian peserta masih menyanyi dan menari, sebagian lagi ngobrol, dan ada yang hanya bermain-main dengan alunan music nya, gendang dan gitar menemani malam yang semakin larut, sebagian yang lain sudah tertidur dalam tenda-tenda berwarna hijau maupun biru.
Lanjut pada pagi hari kami pun bangun pukul 06.00 menghirup udara laut menyusuri pasir putih di sepanjang Pantai melakukan olahraga bersama sebagai pemanasan kegiatan.
Acara berlanjut dengan permainan permainan kelompok yang mengandalkan kerjasama, komunikasi dan tim work, tak ada yang lebih indah selain kebersamaan dalam canda tawa remaja. Love is Respect, kampanye penuh cinta yang kita sadur dari istilah jawa bahwa mencintai adalah menghargai terhadap sesama.
Oleh: Ani Rufaida
23-25 September 2014, Rifka Annisa menyelenggarakan pelatihan advokasi penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan peningkatan kesehatan Ibu dan anak di Joglo Samiaji Gg. Mayang Jalan Sumarwi Wonosari. Pelatihan ini diikuti oleh jaringan organisasi masyarakat dan komunitas dampingan Rifka Annisa di wilayah Gunung Kidul, yakni Wonosari, Girisobo, Semanu, Patuk, Semin, Gedangsari, Nglipar dan Playen.
Pelatihan ini dilakukan dalam rangka mengupayakan advokasi kebijakan publik terkait perlindungan perempuan dan anak di level masyarakat desa untuk mendukung upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Manager devisi pengorganisasian masyarakat dan advokasi Rifka Annisa Muhammad Thantowi mengatakan angka kekerasan terhadap perempuan di DIY masih mengkhawatirkan, pada 2014 Riifka Annisa sampai agustus tercatat 101 kasus. Kekerasan dalam rumah tangga juga meningkat setiap tahunnya.
Peningkatan kesehatan ibu dan anak juga menjadi agenda bersama dalam mengurangi kekerasan terhadap perempuan. Fakta yang terjadi di masyarakat meningkatnya kematian ibu dan anak di Indonesia masih tergolong tinggi. Setiap tahunnya sekitar 20 ribu ibu Indonesia meninggal akibat komplikasi kehamilan atas persalinan.
Fakta lain pernikahan usia anak juga meningkat setiap tahunnya. Hingga Agustus ini, Pengadilan Agama Wonosari sudah mengeluarkan 29 dispensasi nikah, yang rata-rata dispensasi ini dikeluarkan karena kehamilan yang tidak dikehendaki. JelasThowi.
Kondisi ini membuat kami melakukan upaya-upaya preventif dengan sosialisasi dan pelatihan besama masyarakat. Termasuk melakukan advokasi kebijakan tentang penguarangan KDRT, pernikahan usia anak, dan peningkatan kesehatan ibu dan anak dengan harapan kita bisa bersama-sama mengadvokasi untuk mendorong penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Oleh: Ani Rufaida
Rifka Annisa, Gunung Kidul. Puluhan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Gunung Kidul DIY menolak menggelar aksi menolak pengesahan rencana “RUU Pilkada secara tidak langsung” , Rabu (24/9/2014). Mereka mengganggap pemilihan kepala daerah yang dilakukan DPRD sama halnya mengkebiri hak politik rakyat dalam menggunakan hak pilihnya. Selain itu kondisi ini dianggap memundurkan demokrasi bangsa Indonesia pasca reformasi. Tegas Rino koordinator aksi dalam orasinya.
Tambahnya pilkada tak langsung sama halnya akan menyenangkan anggota dewan, dan hanya menjadi permainan elit politik yang tidak mendukung proses demokrasi Indonesia. RUU pilkada tidak langsung melemahkan legitimasi hak suara rakyat dan menghilangkan pendidikan politik bagi rakyat Indonesia. Ungkapnya.
Aksi bertempat di Bundaran Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, melakukan long march dari Bundaran menuju gedung DPRD dengan membawa poster-poster berisikan penolakan pemilukada oleh anggota dewan. Disepanjang jalan, mereka berorasi mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menolak pilkada tidak langsung.
Selanjutnya massa melakukan audiensi dengan ditemui anggota dewan. Dalam sambutannya ketua DPRD Gunung Kidul Suharno S,E. sepakat jika Pilkada nantinya dilaksanakan secara langsung, bukan melalui dewan. Aspirasi dalam aksi hari ini akan disampaikan ke pusat (Jakarta) langsung pada hari itu juga. Namun demikian ketua DPRD Gunung Kidul itu juga menyinggung tingginya cost politik dalam pemilu. Banyaknya pejabat yang terbelit kasus korupsi, diklim karena kesalahan rakyat juga yang mau menerima uang politik dari calon dewan. Ia mendorong semua yang aksi hari ini untuk sama-sama belajar pendidikan politik yang baik, tidak akan menerima uang dari calon dewan sebagai upaya terciptanya demokrasi Indonesia yang lebih baik. Tegasnya.