Oleh: Megafirmawanti Lasinta
Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Senin (18/08), Rifka Annisa bekerjasama dengan LKKNU (Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama) mengadakan sarasehan dengan tema “Membangun Ketahanan Keluarga: Persepektif Islam dan Psikologi bertempat di Gerai Oishi, Gunungkidul. Dalam sarasehan tersebut, hadir KH. Husein Muhammad, narasumber utama, membahas tentang ketahanan keluarga dari perspektif islam.

KH. Husein membuka ceramahnya dengan menceritakan kembali tentang Haji Wada’ yang dilakukan Rasulullah SAW. Dalam Haji Wada’ tersebut, Rasulullah SAW berpidato yang berisi sebagai berikut, “Saya berpesan pada kalian semua, agar berbuat baik memperlakukan perempuan. Karena menurut tradisi kalian, mereka seperti tawanan. Padahal kalian tidak punya hak, kecuali memperlakukan mereka dengan baik”. KH. Husein juga menceritakan bahwa sebelum wafat, Rasulullah SAW mengatakan perhatikan solat, perhatikan perempuan, dan para budak yang kalian miliki. Rasulullah juga masih mengingatkan agar memperlakukan para istri dengan baik, karena para istri itu diambil atas dasar kepercayaan Allah SWT.

Melanjutkan paparannya, KH. Husein menjelaskan bahwa pesan Rasulullah tentunya mengandung pesan-pesan yang baik bagi para laki-laki agar memperlakukan istri-istri (perempuan) dengan baik. Karena selama ini, kenyataan yang berlaku dimasyarakat adalah menjadikan perempuan sebagai objek yang bisa diperlakukan semaunya. Padahal, Nabi tidak menghendaki hal seperti itu terjadi. “Realitas bangsa kita, tentang relasi suami istri dalam kehidupan rumah tangganya. Indonesia berada di peringkat tertinggi dalam hal angka perceraian dibandingkan dengan negara Islam yang lain. Mungkin dikarenakan jumlah penduduk Indonesia memang besar”, lanjut KH. Husein.  

Mengomentari sarasehan yang terlaksana tersebut, Ely Royati, salah satu peserta sarasehan memberikan kesan dan pesan. Menurutnya, sarasehan yang dilaksanakan sangat bermanfaat buat masyarakat di areal pedesaan. Ely juga mengutip materi yang disampaikan Kh. Husein bahwa membangun ketahanan keluarga bukanlah tugas salah satu pihak saja seperti istri. Melainkan tugas bersama baik suami, istri, dan juga anak dalam keluarga tersebut.  

Selasa, 19 Agustus 2014 05:39

Pesta Rakyat: Rosulan Gubug Gede

Oleh : Ani Rufaida
Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Rabu (11/08), Desa Ngalang, Kecamatan Gedangsari, Gunungkidul, menyelenggarakan Rosulan dalam rangka bersih desa dan syukuran hasil bumi. Acara tersebut diikuti oleh warga setempat dan dimeriahkan dengan berbagai kesenian seperti reog, jathilan, wayang, dan lain-lain.  

Dalam kirab tersebut, terdapat 16 gunungan yang terdiri dari 14 gunungan persembahan dari 14 dusun dan dua gunungan persembahan dari pemerintah Desa Ngalang yang diarak dari Balai Desa Ngalang menuju ke lapangan Gubug Gede, yang berjarak sekitar lima kilometer. Rute jalan naik-turun tak menjadi halangan, peserta kirab tetap menampilkan atraksi kesenian untuk menghibur warga yang telah menunggu di sepanjang jalan.

Sesampainya di lapangan Gubug Gede, ikrar Rasul dilakukan dengan dipimpin oleh Supriyono Hargono, ketua adat desa Ngalang. “Masyarakat Desa Ngalang meyakini Gubug Gede adalah hasil kreasi bocah angon (anak gembala) yang gemar dengan kesenian tayub dan sudah berusia lebih dari ratusan tahun”, ungkap Supriyono.
 
Tradisi tayub merupakan bentuk perwujudan ucap syukur usai panen yang berasal dari tradisi dimasa Kerajaan Majapahit. Traidisi inilah yang kemudian dilestarikan oleh masyarakat Desa Ngalang.

Perayaan Rosulan sebagaimana yang digelar di Gubug Gede, dilakukan secara rutin pada hari Senin Pahing sesudah masa panen. Kali ini, serangkaian prosesi acara maupun lomba-lomba seperti turnamen dan pentas seni sudah berlangsung sejak tanggal 5 Agustus 2014.

Rosulan ini juga merupakan acara adat penghormatan kepada leluhur pendiri desa, yang sarat dengan nilai-nilai sosial seperti gotong royong, musyawarah, nilai religius, dan persatuan warga karena melibatkan semua perdukuhan tanpa terkecuali.

Oleh: Megafirmawanti Lasinta
Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

“Apa yang terlintas dalam benak jenengan saat mendengar kata komunikasi?” tanya Tanthowy saat menjadi fasilitator dalam diskusi komunitas ayah Desa Bendung, Semin, Gunungkidul. Tanthowy memaparkan tentang pola komunikasi dalam keluarga. Peserta antusias mengikuti sesi diskusi tersebut, hal itu terlihat dari banyaknya respon untuk menjawab pertanyaan awal yang dilontarkan fasilitator.

Turatman, salah satu peserta mengatakan bahwa yang terlintas saat mendengar kata komunikasi adalah “ngobrol”, “curhat”, “berbagi”. Ada juga peserta yang menjawab “membahas topik tertentu”. Dwi Sujatmiko selaku salah satu peserta juga menjawab bahwa bahwa komunikasi adalah mencari solusi atas sebuah permasalahan. Merespon jawaban peserta, Tanthowy mengatakan bahwa semua yang dikatakan peserta diskusi tersebut benar. “Namun yang terpenting dalam komunikasi adalah adanya pesan, penyampai pesan, dan penerima pesan”, lanjut Tanthowy.

Setelah mengeksplor pendapat peserta diskusi, Tanthowy menjelaskan bahwa pola komunikasi dalam keluarga bisa dibedakan menjadi empat pola, yakni pasif, agresif, asertif, dan pasif agresif. “Pasif itu pendiam, kemudian ragu-ragu, lalu intonasinya rendah”, ucap Tanthowy dilanjutkan dengan memberikan contoh komunikasi dengan pola pasif.

Setelah menjelaskan pola komunikasi pasif, Tanthowy menambahkan penjelasannya tentang pola komunikasi asertif. Tanthowy mengatakan bahwa, komunikasi asertif adalah komunikasi dua arah dimana pihak yang berkomunikasi saling mendengar, menghargai, dan memberi kesempatan satu sama lain untuk berbicara. Komunikasi asertif juga selalu mempertahankan kontak mata. “Orang yang berkomunikasi secara asertif lebih mudah menyelesaikan masalah”, tambah Tanthowy.

Selain pasif dan asertif, Tanthowy juga menjelaskan pola komunikasi agresif. Menurutnya, komunikasi agresif dapat membuat orang yang mendengarkan menjadi takut. “Kalau komunikasi agresif itu orang bicara seperti marah,” lanjut Tanthowy. Terakhir, Tanthowy menjelaskan tentang pola komunikasi pasif agresif. Tanthowy menjelaskan bahwa orang yang menggunakan pola komunikasi pasif agresif biasanya menyelesaikan masalah secara terang-terangan tetapi tidak secara langsung.   

Setelah menjelaskan macam-macam pola komunikasi dalam keluarga, Tanthowy melanjutkan penjelasannya bahwa setiap orang berhak memilih pola komunikasi apa yang akan dipakai dalam keluarganya, tetapi menurut Tanthowy secara pribadi, pola komunikasi yang terbaik untuk digunakan dalam keluarga adalah pola komunikasi asertif.

Selasa, 19 Agustus 2014 04:28

Andai Sifatnya Seenak Masakannya

Oleh: Megafirmawanti Lasinta
Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Komunitas Ibu Desa Kemejing mengadakan diskusi komunitas dengan tema “Ibu dan Pengasuhan” (18/07), bertempat di Balai Desa Kemejing yang dihadiri oleh 14 peserta. Nurmawati, selaku fasilitator, mengawali dinamika diskusi dengan menanyakan kabar para peserta dan dilanjutkan dengan permainan yang dipandu oleh Ali selaku Organisator Komunitas Rifka Annisa.

Tujuan diskusi tersebut yakni agar tiap peserta berefleksi bahwa pengasuhan anak adalah hal yang sangat penting, sehingga menggunakan kekerasan dalam pengasuhan bukanlah sesuatu yang dianjurkan. Refleksi diri tersebut diawali dengan pertanyaan fasilitator, tentang hal apa yang mengingatkan peserta kepada ibunya. Pertanyaan fasilitator dapat dijawab dalam bentuk apa saja, baik dengan menuliskan nama benda, sebuah kalimat, atau masakan tertentu yang mengingatkan peserta kepada ibu mereka masing-masing.  

Sebagian besar peserta mengingat hal-hal yang tidak mengenakkan yang pernah dilakukan oleh ibu mereka. Ada peserta yang pernah dicubit sampai pingsan, ada peserta yang tidak pernah dibelikan baju baru, serta ada juga yang diperlakukan berbeda dari saudaranya.

“Yang mengingatkan saya kepada ibu itu masakan kembang kolnya karena enak. Akan tetapi, ibu saya itu keras. Saya terkadang iri kepada teman-teman saya. Mereka sepulang sekolah ditanyakan oleh ibu mereka. Tapi ibu saya tidak pernah melakukan itu”, kenang Welas, salah satu peserta pada sesi refleksi diri. Oleh sebab itu, Welas selalu mengenang ibunya melalui frasa “Andai sifat ibu seenak masakan Kembang Kolnya”.

Nurmawati kemudian mengeksplorasi lebih dalam tentang hal-hal tidak baik yang pernah dilakukan oleh ibu kepada anak. Dia juga mengatakan, “Hal-hal yang tidak baik yang pernah dilakukan oleh ibu kepada kita, jangan sampai kita lakukan lagi kepada anak kita”. Nurmawati juga menjelaskan bahwa anak yang dibesarkan dengan kekerasan akan terhambat perkembangan otaknya.      

Selasa, 19 Agustus 2014 04:22

Diskusi Komunitas: Ibu dan Pengasuhan Anak

Oleh: Megafirmawanti Lasinta
Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Selasa (15/07), Komunitas Ibu Desa Bendung, kelompok dampingan Rifka Annisa kembali mengadakan diskusi komunitas dengan tema “Ibu dan Pengasuhan”. Diskusi tersebut dihadiri 16 peserta dan difasilitasi oleh Nurmawati dari Divisi Pengorganisasi Masyarakat dan Advokasi Rifka Annisa WCC. “Akhir-akhir ini kita sering melihat acara TV atau siaran radio, bahkan perkumpulan ibu-ibu PKK yang membahas tentang parenting, hal itu disebabkan karena pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak”, ungkap Nurmawati mengantarkan diskusi pagi itu.

Nurmawati melanjutkan paparannya dengan menanyakan kepada peserta diskusi tentang sesuatu yang mengingatkan mereka kepada ibunya masing-masing. “Sesuatu itu bisa dalam bentuk benda, kata-kata, atau apapun, masakan juga boleh”, lanjut Nurmawati.

Pada sesi diskusi, setiap peserta menceritakan hal yang mengingatkan mereka kepada Ibunya masing-masing. Ada yang teringat ibunya ketika melihat cincin, ada yang sangat terkesan dengan sayur asem masakan ibunya, ada juga yang terkesan dengan perjuangan ibunya yang melakukan apapun untuk memenuhi kebutuhan anaknya.  

Nurmawati menanggapi setiap kisah yang diceritakan peserta diskusi. Nurmawati kemudian mengaitkan setiap kisah peserta diskusi dengan pola pengasuhan ibu dalam keluarga. “Dalam pengasuhan, ada beberapa hal yang bisa menimbulkan efek negatif terhadap anak”, ungkap Nurmawati sembari menuliskan beberapa poin yakni: khawatir berlebihan, tuntutan kepada anak, hukuman yang tidak sesuai terhadap anak, plin-plan atau tidak konsisten dengan kesepakatan, harapan yang tidak realistis, serta beban tanggung jawab yang berat.

Nurmawati kemudian melanjutkan penjelasannya pada hal-hal baik yang perlu dilakukan kepada anak yakni: kemukakan harapan, bangun kelekatan dengan anak secara aman, hindari penilaian negatif terhadap anak, beri apresiasi pada hal baik yang dilakukan anak, beri kesempatan kepada anak untuk bangga dengan dirinya sendiri, serta memenuhi kebutuhan anak yang tepat sesuai dengan kondisi dan kemampuan keluarga.

Penjelasan Nurmawati tentang hal-hal baik tersebut mengakhiri. Para peserta punya kesan sendiri-sendiri terhadap materi yang didiskusikan karena mereka mempunyai pengalaman masing-masing terkait ibu dan pengasuhan.

46412126
Today
This Week
This Month
Last Month
All
896
85934
264371
306641
46412126