Selasa, 19 Agustus 2014 04:18

Pengaruh Film Berunsur Kekerasan

Oleh : Ratnasari Nugraheni
E-mail : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Film merupakan karya seni yang memiliki banyak penggemar. Karya seni sangat diminati masyarakat dari segala macam usia dan kedudukan. Salah satu media penghibur ini didukung dengan menjamurnya televisi, bioskop, studio film, ataupun kaset CD dikalangan masyarakat. Tanpa terasa, film menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat yang tak dapat dipisahkan. Perlu diketahui pula bahwa film memiliki pengaruh yang dominan dalam pembentukan psikologis anak, terlebih film yang mengandung unsur kekerasan di dalamnya.

Hampir sebagian besar masyarakat mendefinisikan film yang yang mengandung unsur kekerasan karena terdapat adegan action ataupun fisik. Padahal, unsur-unsur kekerasan tidak hanya berupa kekerasan fisik. Beberapa adegan seperti perselingkuhan dan bullying juga termasuk film yang mengandung unsur kekerasan dari sisi psikis. Terkadang, adegan yang memamerkan pacar lebih dari satu misalnya, dianggap sebagai hal yang wajar atau bahkan keren. Pergesaran nilai-nilai inilah yang harus mulai dicermati baik dari orang tua, guru, pemerintah, maupun anak sendiri.

Tak dapat dipungkiri, film juga menampilkan unsur realitas yang terjadi dimasyarakat. Sehingga, menonton film yang mengandung unsur kekerasan dengan intensitas yang lama dan tinggi, akan menimbulkan dampak jangka panjang dalam diri anak. Pada anak, pengaruh film yang mengandung unsur kekerasan ini dapat meningkatkan sifat agresif. Akan tetapi, pada anak yang memiliki sifat penakut, akan menimbulkan sifat paranoid yang berlebih.

Adanya lembaga sensor film dan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), bukan sebagai satu-satunya tameng untuk melindungi penggemar film dari pengaruh adegan yang mengandung unsur kekerasan. Perlu adanya filter dari dalam diri ataupun keluarga.

Role model yang menjadi panutan anak pun bergeser dari orang tua ke kalangan artis-artis film. Dan tak jarang pula, gaya hidup metropolitan dan sosialita yang tercermin dalam adegan-adegan yang dimainkan para artis menjadi gaya hidup baru dan masa kini, khususnya remaja.

Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam memilah-milah film yang baik untuk ditonton atau tidak, yakni dengan melihat trailer film tersebut, apakah ada adegan yang menampilkan unsur kekerasan didalamnya. Selain itu, poster film juga dapat dijadikan sebagai bahan referensi. Hal termudah yakni dengan mengetahui sinopsis film yang hendak ditonton. Tak lupa, dengan mengetahui genre film, kita menjadi tahu film mana yang baik untuk ditonton oleh anak pada usia tertentu. Menonton film bersama keluarga pun dapat menjadi salah satu pilihan yang sangat baik untuk menjaga kebersamaan dan mengontrol anak secara langsung. Beberapa tindakan preventif tersebut akan sangat membantu baik orang tua, guru, ataupun bahkan diri sendiri untuk menghindari efek jangka panjang film yang dirasa kurang mendidik.

Kamis, 24 Juli 2014 12:53

Diskusi Komunitas, Manajemen Marah

Oleh: Abdur Rohim
Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

DISKUSI-Remaja laki-laki Desa Karangsari, Pengasih, Kulonprogo yang merupakan dampingan Rifka Annisa WCC kembali mengadakan diskusi rutin 2 jam bertempat di Halaman Rumah Dinas Bupati Kulonprogo pada hari Rabu (16/7).

Diskusi ini difasilitasi oleh Nina Musriyanti dan dibuka dengan menanyakan tugas rumah yang diberikan pada pertemuan lalu yaitu mengkomunikasikan atau sharing dengan orangtua tentang masalah pribadi atau lainnya. Salah satu peserta diskusi mengatakan “Belum mbak, soalnya agak canggung. Kalau orang tua saya sendiri sebenarnya nggak masalah dan nggak memaksa saya menjadi seperti keinginan mereka. Yang disukai boleh dijalani selama itu adalah kebaikan. Diberikan kebebasan yang bertanggung jawab”.

Mayoritas peserta diskusi juga mengalami persoalan canggung. Sementara fasilitator menekankan untuk membahas apapun dengan orang tua, baik itu masalah pribadi, cerita tentang persoalan atau berita, baik itu menyenangkan atau mungkin cerita dengan orang tua jika sedang dekat seseorang  dan bicara dari hati ke hati.

Diskusi kemudian dilanjutkan pada pembahasan manajemen marah. Nina selaku fasilitator diskusi bertanya “pernah marah gak sih, apa alasannya dan apa yang dilakukan?”. Rizky sebagai salah satu peserta mengatakan “Pernah, marah karena saat dikasih tau adek saya ngeyel. Saya Berontak, kesal”.  
Selanjutnya, Joni mengatakan “Kalau saya marah karena adek saya ngeyel juga ketika dimintai tolong, saya mesti Capek, kesal”. Sementara Aan mengatakan “Saya marah jika sesuatu yang dilakukan orang lain itu tidak sesuai logika. Misal kecewa karena tidak sesuai harapan saya dan saya membentak atau teriak. Kalau yang dikasih tau nggak ngerti, tangan atau kaki bisa maju”.

Nina melanjutkan penjelasannya bahwa marah dapat dikategorikan sebagai perasaan dan tindakan. “Marah sebagai perasaan adalah wajar, yang tidak wajar ketika diekspresikan dengan tindakan kekerasan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain dan tentu ada faktor internal maupun eksternal, itulah yang harus kita kelola” ungkapnya.

Diskusi semakin cair, Aan berbagi ceritanya “Kalau saya bisa marah tanpa alasan. Kalau tiba-tiba tangan saya bergetar gitu serasa ingin menghantam apa yang ada di hadapan. Ibarat kata ada yang membunuh orang dihadapan saya itu hal yang biasa yang saya tidak takuti. Kayak orang psikopat mungkin perlu dibawa ke psikolog”. Kemudian fasilitator merespon, “marah pasti ada sebabnya. Ada sebab ada akibat, ada penyebab ada dampak. Marah itu adalah hal yang manusiawi. Misal ketika di kelas, kita sudah mengerjakan tugas dari guru. Tetapi tiba-tiba guru marah tanpa memberi tahu kenapa dan apa kesalahan kita sebelumnya. Misalnya bisa saja tugasnya banyak kesalahan, atau saat pelajaran beliau kita pernah bolos”.

Diskusi diakhiri dengan penutup dari fasilitator bahwa “Marah itu hal yang wajar, silakan saja. Namun ketika marah nggak perlu diam, marah nggak perlu ditahan juga. Pilih perilaku yang bijak untuk mengekspresikan kemarahan. Lihat persoalan internal atau eksternal. Kontrol diri sendiri sebelum melakukan hal negatif yang berdampak pada diri sendiri maupun orang lain di sekitar kita. Tips saat marah mungkin teman-teman bisa ambil nafas panjang, atur nafas pelan-pelan dan tenangkan diri terlebih dahulu. Ketika marah kepada orang lain ada teknik yaitu jeda untuk menghindar. Tarik nafas dalam, diam bentar dan menenangkan diri. Ekspresi marah bisa kita pilih mana yang dapat meredam. Sebagaimana bisa mengatasi sedih dan kecewa, pilih tindakan yang tidak merugikan diri dan orang lain. Demikian, semoga bermanfaat ya. Di bulan Ramadhan ini adalah momentum yang tepat untuk melatih kesabaran. Sampaikan jika marah karena sesuatu hal, bicarakan jika ada masalah dan jangan dipendam agar tidak timbul kekerasan”.  

Oleh: Ani Rufaida
Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Rifka annisa menggelar pertemuan jaringan di wilayah Gunungkidul pada kamis 17 Juli 2014. Acara yang bertempat di Rumah Makan Bu Retno Wonosari ini dihadiri oleh berbagai jaringan di wilayah Gunung Kidul, yakni forum anak dari berbagai desa maupun kecamatan, forum anak desa Bleberan, forum anak desa Patuk, serta forum anak SOS Children Vilage di berbagai wilayah di Gunungkidul, Satria Manunggal,  Jerami, Srawung, Kembang, IPNU, dan forum anak Kabupaten Gunungkidul.

Acara ini merupakan ajang silaturahim bersama jaringan-jaringan yang bekerja di wilayah Gunung Kidul dalam rangka memperkuat jaringan kerja. “Meski kami beraktivitas di wilayah Gunungkidul, banyak yang belum tahu lembaga-lembaga ini, silaturahim ini diperlukan untuk bisa saling mengenal dan saling tahu apa yang dilakukan”, ungkap Suci yang aktif dilembaga Idea. Asih dari Rifka Annisa juga menambahkan “silaturahim ini penting untuk dilakukan agar kita mampu bekerjasama dalam program-program yang mempunyai kesamaan isu”.

Pertemuan ini menghasilkan beberapa kesepakatan diantaranya peserta akan menjalin kerjasama dan mendukung adanya jaringan kerja di wilayah Gunungkidul yang bisa saling membantu dan mensupport satu sama lain. Selain itu pertemuan ini juga menyepakati adanya pertemuan jaringan setiap bulannya, serta dibentuknya forum komunikasi yang terbentuk di media sosial untuk update informasi situasi Gunungkidul. “Dari kesepakatan tersebut, komitmen antar peserta menjadi landasan untuk penguatan jaringan wilayah Gunungkidul”, ujar Reno.

Diskusi itu juga memunculkan isu terkait keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang selama ini di beberapa tempat masih mendapatkan pelabelan negatif sebagai pengkritk  bahkan perusak. “Salah satu yang membuat penting untuk membentuk jaringan adalah menghilangkan stigma negatif tentang LSM yang selama ini dianggap perusak ataupun pengkritik di masyarakat”, jelas Bowo.

Acara dilanjutkan dengan buka bersama dan sharing santai antar lembaga tentang kerja-kerja yang dilakukan.

Oleh : Laksmi Amalia
Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Sampai saat ini, bumi tempat berpijak manusia dihuni oleh lebih dari tujuh milar jiwa. Indonesia tercatat sebagai salah satu negara penyumbang terbanyak jumlah penduduk bumi. Pada tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 238,52 juta jiwa dan pada tahun 2025 diprediksikan jumlah tersebut akan meningkat menjadi 284,83 juta jiwa (Kompas, 3/3). Pertambahan penduduk yang hampir mencapai lima puluh juta jiwa ini harus dikendalikan salah satunya dengan mengendalikan total fertility rate (TFR). TFR adalah jumlah rata-rata anak yang dilahirkan oleh perempuan dalam usia reproduksi.  Pada tahun 2010, TFR Indonesia adalah 2,49  dan Indonesia harus menurunkan TFR ini menjadi 2,14 pada tahun 2025 agar tercapai tujuan pengendalian penduduk (Kompas, 4/3).

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pemerintah kini mulai menggiatkan kembali program Keluarga Berencana (KB). Program KB sebenarnya memiliki tujuan untuk menyejahterakan keluarga Indonesia dengan mengatur jumlah kelahiran, mendorong adanya kehamilan yang terencana, dan juga mengendalikan jumlah kelahiran dalam keluarga untuk menghindari timbulnya masalah sosial dan ekonomi karena beban pembiayaan keluarga yang terlalu tinggi.

Selain itu, program KB juga memiliki dua nalar yaitu nalar kependudukan dan nalar kesehatan reproduksi. Nalar kependudukan menempatkan program KB sebagai metode pengendalian jumlah penduduk sedangkan nalar kesehatan reproduksi menempatkan program KB sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas kesehatan manusia dengan cara mencegah angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anak yang dilahirkan.

Namun sayangnya, sampai saat ini, pelaksanaan program KB masih didominasi oleh nalar kependudukan. Nalar kependudukan ini sayangnya juga menempatkan tubuh perempuan sebagai objek kebijakan pengendalian penduduk. Contohnya pada zaman Orde Baru, banyak tentara yang memerintahkan para kader kesehatan untuk memaksa perempuan-perempuan yang sudah menikah untuk mengikuti program KB. Akhirnya program KB pada zaman Orde Baru menjadikan tubuh perempuan seperti mesin penghasil anak yang harus dikendalikan oleh negara dan akhirnya hidup perempuan menjadi tidak merdeka karena otoritas atas alat reproduksinya dimiliki oleh negara, bukan oleh perempuan itu sendiri.

Di zaman milenial ini, sudah bukan zamannya lagi perempuan menjadi objek represi demi tujuan pengendalian penduduk. Nalar kesehatan reproduksi dalam pelaksanaan program KB harus diutamakan. Selain itu, tanggung jawab pengendalian penduduk yang selama ini dibebankan kepada perempuan, sudah seharusnya juga ikut menjadi tanggung jawab laki-laki.

Laki-laki bisa turut beperan serta dalam program KB karena sudah banyak bukti bahwa alat kontrasepsi tidak selamanya aman bagi perempuan. Beberapa alat kontrasepsi memiliki efek samping seperti hipertensi dan memicu obesitas. Oleh karena itu, sebagai laki-laki yang peduli terhadap kesehatan perempuan dan keluarga, sudah semestinya laki-laki juga ikut serta dalam program KB.

Salah satu metode kontrasepsi yang dapat digunakan oleh laki-laki adalah kondom. Kondom memiliki fungsi ganda sebagai alat kontrasepsi dan alat untuk mencegah penularan Infeksi Menular Seksual (IMS). Laki-laki yang ikut serta dalam program KB dan menggunakan kondom juga berarti ikut serta dalam program pengendalian penduduk yang selama ini hanya menjadi tanggung jawab perempuan. Jika hal ini  dapat dilakukan maka program pengendalian penduduk dapat menjadi tanggung jawab bersama antara laki-laki dan perempuan.

Oleh : Laksmi Amalia
Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Kajian mengenai bioetik muncul di dunia ini sebagai tanggapan atas percobaan medis yang dilakukan oleh Nazi terhadap tahanan di kamp konsentrasi dan juga percobaan medis untuk melihat perjalanan penyakit sipilis di Tuskegee dimana percobaan medis tersebut tidak memperhatikan peri kemanusiaan. Kajian mengenai bioetik  menekankan pada penerapan etika dalam penelitian biologi dan kedokteran.  Selain berkaitan dengan penelitian, bioetik juga  mengkaji permasalahan yang ada di bidang kedokteran dari segi ilmu filsafat, sosial, dan hukum misalnya mengenai masalah eutanasia.

Karena dirasa belum mampu mengakomodasi berbagai persoalan yang muncul dalam bidang kedokteran dan biologi terutama yang melibatkan kalangan minoritas, maka muncullah kajian baru yang disebut sebagai bioetik feminis. Bioetik feminis mengkaji berbagai penerapan etika dalam bidang kedokteran dan biologi secara lebih komprehensif jika dibandingkan dengan kajian bioetik tradisional karena bioetik feminis mengkaji berbagai permasalahan dengan mempertimbangkan ras, agama, gender, dan status ekonomi serta sosial. Bioetik feminis berfokus pada kebutuhan- kebutuhan khusus komunitas marginal yang disesuaikan dengan cara pandang pribadi serta disesuaikan dengan konteks waktu dan tempat.

Bioetik feminis lahir sebagai sebuah kerangka berfikir yang digunakan untuk menganalisa berbagai permasalahan yang timbul terutama yang berkaitan dengan bidang kesehatan, kedokteran, dan biologi.  Beberapa permasalahan yang coba dianalisa dan dicari solusinya dengan pendekatan bioetik feminis antara lain aborsi, penapisan kanker mulut rahim untuk perempuan, kesehatan reproduksi  LGBTIQ, dan pemberian vaksin. Pendekatan bioetik feminis bukan hanya lebih memihak kepada kaum marginal tetapi juga mengedepankan kebebasan untuk memilih dimana setiap keputusan berada ditangan setiap individu tanpa tekanan dari pihak lain.

Salah satu contoh permasalahan dalam bidang kesehatan yang coba untuk dikaji dengan kerangka berfikir bioetik feminis adalah pemberian vaksin HPV (Human Papilloma Virus) yang berguna untuk mencegah kanker leher rahim pada remaja perempuan. Di berbagai tempat di dunia, banyak warga yang menolak pemberian vaksin HPV kepada anak perempuannya karena serangan HPV dan kasus kanker leher rahim berkaitan dengan hubungan seks yang tidak aman. Banyak warga enggan memberikan vaksin ini kepada anak-anak perempuannya karena penjelasan mengenai kesehatan reproduksi dan seksual yang berkaitan dengan pemberian vaksin HPV merupakan masalah yang sangat sensitif.

Jika para praktisi kesehatan masyarakat menggunakan pendekatan bioetik tradisional untuk meyakinkan masyarakat mengenai pentingnya vaksinasi HPV maka langkah yang dilakukan antara lain dengan memaksakan terlaksananya program vaksinasi tanpa melibatkan masyarakat dalam merancang program vaksinasi tersebut. Selain itu, dengan pendekatan bioetik tradisional maka kebijakan dan program yang berkaitan dengan vaksinasi HPV akan dilaksanakan tanpa mempertimbangkan ras, agama, gender, dan keragaman seksualitas.

Namun jika para praktisi kesehatan masyarakat  memilih pendekatan bioetik feminis maka perencanaan dan pelaksanaan kebijakan dan program yang berkaitan dengan vaksinasi HPV akan melibatkan masyarakat serta mempertimbangkan berbagai faktor termasuk kearifan lokal dan nilai-nilai yang dipercaya oleh masyarakat setempat. Dengan cara pendekatan seperti ini, maka masyarakat akan jauh lebih mempercayai pentingnya program vaksinasi HPV dan bersedia untuk terlibat aktif dalam pelaksanaannya.

Pendekatan bioetik feminis memiliki pengaruh positif dalam menyelesaikan berbagai masalah dalam bidang kesehatan, kedokteran, hukum, maupun biologi. Salah satu pengaruh positifnya adalah adanya perubahan dalam peraturan perundangan yang lebih memihak kaum marginal dan memberikan lebih banyak kebebasan untuk memilih bagi setiap orang. Salah satu contoh dampak positif dari bioetik feminis adalah kebebasan untuk memilih jenis kelamin bagi mereka yang terlahir dengan jenis kelamin yang ambigu dan sulit untuk dikategorikan menjadi jenis kelamin perempuan atau laki-laki setelah para praktisi hukum mengkaji “Third Gender Law” di Jerman dengan pendekatan bioetik feminis.

(Disarikan dari presentasi Emma van den Terrell mengenai “Feminist Bioethics” di Aula Rifka Annisa Women’s Crisis Centre, 2 Juli 2014)

46782151
Today
This Week
This Month
Last Month
All
5473
16808
290518
343878
46782151