Oleh : Diana Putri Arini
Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Kasus pelecehan siswa TK yang bersekolah di Jakarta International School menjadi perhatian publik akhir-akhir ini. Publik menjadi heran bagaimana mungkin sekolah yang bertaraf internasional dengan pengamanan ketat yang diawasi sekitar 3600 kamera cctv bisa menjadi tempat kejadian perkara pelecehan seksual. Ternyata 3600 kamera cctv itu tidak ada satupun yang diletakkan di pintu toilet atau koridor mengarah ke toilet. Hal inilah dijadikan titik buta (blind spot) pelaku untuk melakukan aksinya. Korbannya seorang anak TK berusia 5 tahun yang dilecehkan oleh 2 orang petugas kebersihan di dalam toilet.
Ibu si anak TK menyadari keanehan anak ketika anaknya menginggau dalam tidurnya, tidak berani ke toilet dan kembali mengompol. Sang anak tidak menceritakan kejadian tersebut sampai akhirnya guru sekolahnya menggunakan suatu cara khusus agar anak bercerita. Pengakuan si anak mengejutkan semua pihak baik orangtua, guru, masyarakat. Publik mengumpat bagaimana mungkin orang dewasa tega melecehkan murid TK tak bersalah.
Menurut psikolog Komnas Perlindungan Anak, pelaku pelecehan tersebut diduga mengidap phedofilia. Phedofilia adalah bentuk dari parafilia, parafilia sendiri didefinisikan sebagai gangguan dan penyimpangan seksual dimana rangsangan seksual muncul nyaris secara eksklusif dalam konteks objek atau individu yang tidak semestinya (Durrand,2006). Sedangkan pedophilia adalah ketetarikan seksual yang kuat terhadap anak-anak. Dalam sebuah survey, 12% laki-laki dan 17% perempuan menyatakan pernah disentuh secara tidak pantas oleh orang dewasa ketika masih anak-anak (Fagan, Wise, Schmict, dan Berlin, 2002). Sekitar 90% pelaku phedofilia adalah laki-laki dan 10% adalah perempuan.
Pelaku phedofilia biasanya adalah orang yang dikenal oleh anak-anak yang menjadi sasaran. Biasanya mereka menunjukkan itikad yang baik, perhatian yang khusus dengan cara memberikan hadiah yang disenangi anak-anak seperti permen, coklat, mainan. Ketika si anak mulai mempercayai pelaku, pelaku mulai melakukan pendekatan seperti mengajaknya ke tempat sepi, membuka celananya atau menyentuh bagian vital. Biasanya anak akan diancam jika mengadukan kejadian tersebut pada orang lain atau menyogoknya dengan hadiah yang diinginkan.
Jika anak tersebut adalah anggota keluarga pelaku, phedofilia itu disebut dengan incest. Phedofilia dan incest memiliki banyak kesamaan, korban phedofilia cenderung anak-anak yang masih belia dan korban incest cenderung gadis-gadis remaja yang mulai tampak matang secara fisik. Sebagai orangtua, pendidik, memang kita tidak bisa mengawasi anak-anak selama 24 jam agar tehindar dari pelaku phedofilia. Namun semenjak dini, anak-anak harus diajari untuk menghargai tubuh sendiri. Anak-anak sudah diajarkan bagian-bagian tubuhnya yang penting tidak boleh disentuh orang lain, dia diajarkan untuk bersikap waspada kepada orang lain apalagi yang memberikan perhatian khusus berlebihan padanya lalu menyuruhnya membuka bajunya.
Tidak bisa dipungkuri para korban pelecehan seksual di masa kecil akan menjadi pelaku pelecehan seksual juga di masa dewasanya, apalagi jika ditambah ketidakterampilan hubungan sosial dan pola perkembangan pubertas yang terganggu. Kasus pelecehan anak di sekolah bertaraf Internasional mengajarkan kita untuk bersikap waspada terhadap phedofil bisa terjadi di tempat yang dianggap aman untuk anak-anak.
Referensi :
Durand.,Barlow,. 2006. Intisari Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Esnir,R/2014.JIS Buat Surat Edaran, Begini Isinya: http://www.tempo.co/read/news/2014/04/20/064571907/JIS-Buat-Surat-Edaran-Begini-Isinya
Noviansyah, A. 2014. Ibu Korban Pelecehan di TK JIS: Anakku Pahlawan. http://www.tempo.co/read/news/2014/04/18/064571568/Ibu-Korban-Pelecehan-di-TK-JIS-Anakku-Pahlawan diakses tanggal 23 April 2014