Oleh: Megafirmawanti
Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Para pakar membuat definisi femisisme dari berbagai aspek. Namun pada dasarnya, feminisme adalah sebuah kesadaran akan adanya ketidakadilan yang sistematis bagi perempuan di seluruh dunia. Baru pada tahun 1993, Kamus Oxford memasukkan kata feminisme yang diberi arti “pandangan dan prinsip untuk memperluas pengakuan hak-hak perempuan”. Meksipun definisi ini dirasa masih kurang untuk menjelaskan tentang feminisme yang sebenarnya. Paling tidak, ada dua hal yang sangat penting dalam feminisme. Yakni adanya kesadaran dan perjuangan. Kesadaran tersebut akan melahirkan ideologi, dan perjuangan melahirkan gerakan (movement).
Gerakan feminisme lahir karena adanya ketimpangan atas pemenuhan hak-hak atas perempuan. Di Indonesia misalnya, ketimpangan tersebut salah satunya terjadi dalam bidang pendidikan dimana yang mendapatkan akses pendidikan hanyalah kaum laki-laki. Perempuan saat itu lebih ditempatkan sebagai konco winking yang hanya bisa berkecimpung dengan dunia dapur, sumur, dan kasur. Ketimpangan seperti inilah yang kemudian melahirkan kesadaran dan perjuangan untuk memenuhi hak-hak perempuan tersebut. Orang-orang yang sadar akan ketimpangan inilah yang disebut sebagai feminis.
Sebagaimana feminisme, istilah feminis juga tidak dapat didefinisikan secara tunggal. Namun, melihat definisi feminisme diatas, maka feminis dapat dikatakan sebuah istilah yang disematkan untuk orang-orang yang memiliki kesadaran dan turut memperjuangkan hak-hak perempuan yang ditemukan tidak terpenuhi secara baik diseluruh dunia. Kesadaran tersebut tergantung pada seorang yang telah mengalami penyadaran pengetahuan mengenai penindasan perempuan, dan pengakuan mengenai perbedaan dan komunalitas perempuan.
Lalu, bagaimana cara mengetahui seseorang merupakan feminis atau bukan? Dalam sebuah training feminisme yang dilakukan oleh Rifka Annisa tanggal 17 Maret 2014 silam, Nunuk Prasetya Murniati (seorang feminis dan teolog) mengatakan bahwa pengalaman merasakan ketertindasan sebagai perempuanlah yang akan menentukan seberapa jauh kefeminisan seseorang. Bisa jadi saat berusia anak, seseorang tertindas bukan dari keluarganya, namun ketertindasan dalam bentuk yang lain seperti dari lingkungan bahkan negara.
Apakah semua perempuan adalah feminis? jawabannya tentu tidak. Tidak semua perempuan memiliki kesadaran dan ikut bergerak dalam perjuangan memenuhi hak-hak perempuan. Rahim adalah salah satu bagian dari reproduksi. Dengan adanya rahim, seorang perempuan dapat menjalankan fungsi reproduksinya yakni melahirkan. namun, hal itu bukanlah sebuah jaminan bahwa seorang perempuan menjadi seorang feminis. Seperti pada definisi sebelumnya, seorang feminis adalah mereka yang memiliki kesadaran dan ikut berjuangan dalam pemenuhan hak-hak perempuan yang notabenenya tidak terpenuhi dan mengalami ketimpangan dibandingkan hak laki-laki. Maka definisi ini secara otomatis mengisyaratkan bahwa perempuan yang hanya memiliki rahim tetapi tidak memiliki kesadaran dan perjuangan akan ketimpangan hak-hak perempuan tidak dapat disebut sebagai feminis.
Kesadaran akan adanya ketimpangan dan ketertindasan yang dialami perempuan akan termanifestasi pada perjuangan akan nilai-nilai feminisme itu sendiri. Feminisme tidak hanya memperjuangankan hak-hak perempuan secara parsial. Tetapi perjuangan akan nilai feminisme sebagai sebuah nilai yang universal yang dapat membawa kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Keadilan, kesetaraan, kehidupan, kemanusiaan, cinta kasih, persaudaraan, keterbukaan, kejujuran, dan kebenaran adalah sebagian dari nilai yang diperjuangkan oleh feminisme. Oleh karena itu, feminis tidak ditentukan oleh jenis kelamin. Tetapi ditentukan oleh sejauh mana kesadaran dan perjuangan seseorang dalam memperjuangkan nilai-nilai feminisme diatas. Seorang perempuan yang memiliki rahim belum tentu menjadi feminis. Semua tergantung pada kesadaran dan perjuangan untuk kaumnya sendiri.