Oleh : Ratnasari Nugraheni
Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.Dunia remaja, dunia yang penuh dengan ‘rasa ingin tahu’ dan ‘coba-coba’. Dunia di mana manusia dengan kisaran umur 12 – 21 tahun mencari jati diri. Terkadang rasa keingintahuan yang berujung ‘coba-coba’ inilah yang membawa mereka terjerumus ke dalam hal-hal negatif, salah satunya sebagai pelaku kekerasan seksual. Tentu saja kondisi ini sangat memprihatinkan. Remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Sering orang mengatakan masa remaja adalah masa muda, jika di masa muda saja sudah melakukan tindak kekerasan, apa yang akan mereka bawa nanti ketika sudah dewasa?
Ada banyak faktor yang membuat remaja menjadi pelaku. Berdasarkan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), salah satu faktor penyebabnya yaitu masih kurangnya informasi mengenai kesehatan reproduksi di kalangan remaja. Akan tetapi, kesehatan mengenai reproduksi itu sendiri masih menjadi suatu hal yang tabu, hal inilah yang menjadi hambatan terbesar dalam proses sosialisasi. Padahal, bekal pengetahuan yang komprehensif mengenai kesehatan reproduksi dapat membuat remaja terhindar dari hal-hal negatif dalam perilaku seksualnya.
Berdasarkan data Rifka Annisa, media menjadi penyumbang terbesar yang mempengaruhi remaja menjadi pelaku kekerasan seksual, misalnya saja karena pernah menonton VCD porno. Selain itu, faktor lainnya adalah mereka pernah menyaksikan orang yang melakukan hubungan seksual, baik itu yang dilakukan oleh orang tuanya, atau temannya yang lebih dewasa. Kemudian, ada pula yang melakukannya karena ikut-ikutan atau dipaksa oleh anak yang lebih dewasa darinya.
Dalam konteks ini, remaja pun perlu tahu cara mengontrol emosi agar tidak berujung pada kekerasan seksual terhadap pacar ataupun orang lain. Perlunya dampingan orang tua dalam membentuk kontrol emosi remaja yang baik. Pendidikan mengenai seks dan kesehatan reproduksi juga harus diajarkan dengan didampingi orang tua. Sehingga, diharapkan kekerasan seksual semakin berkurang, mengingat angka kekerasan seksual tiap tahun selalu merangkak naik.