Oleh: Agung Wisnubroto
Hampir tidak mungkin didalam menjalani kehidupan rumah tangga, suami dan istri luput dari konflik. Ada konflik yang bersifat personal karena perbedaan karakter atau kepribadian dan ada juga dari luar relasi mereka, seperti misalnya keluarga besar. Konflik-konflik tersebut dapat membawa suasana hati bahkan rasa sakit satu sama lain. Bisa berlangsung dalam hitungan jari, namun ada juga yang mengendap lama di dalam perasaan serta pikiran.
Sakit hati mungkin dapat menjadi selesai ketika impas sudah diperoleh. Mekanisme ini merupakan ekspresi dari kebutuhan individu untuk memperoleh rasa keadilan. Dalam praktiknya bisa dijumpai seperti hutang nyawa dibayar nyawa, hutang darah dibalas darah. Ini berarti dalam impas, maka pihak yang tersakiti perlu agar pihak yang menyakiti merasakan sakit yang ditimbulkan dari perbuatannya. Impas yang terpenuhi cenderung menjadikan pihak yang tersakiti merasa terpenuhi kebutuhan emosinya, meskipun ikhlas bersifat sangat subjektif.
Dalam relasi yang mengakibatkan rasa sakit hati pada pasangan suami istri, ketika disepakati untuk membangun kembali komitmen, maka bukan hanya keinginan sambil lalu tanpa dibarengi upaya konkret. Perubahan perilaku diperlukan untuk menjadikan harapan mereka nyata.Perubahan-perubahan perilaku tersebut adalah pemahaman bahwa sumber masalah ada pada pilihan ekspresi perilaku yang tampak yang menimbulkan penafsiran berbeda. Masalah bukan pada sifat seseorang atau didimensi emosi. Marah adalah wajar, tetapi memukul atau melukai sebagai ekspresi perilaku, tidak dapat dibenarkan.
Bagi pihak yang menyakiti atau tersakiti, mereka perlu menyadari bahwa masing-masing memiliki hak, bukan kewajiban. Hak individu yang tersakiti adalah memberikan maaf, sementara individu yang menyakiti adalah memberikan maaf. Bukan pada ranah kewajiban, meski sayangnya belum dapat dipastikan kapan waktu impas akan diperoleh.
Dengan demikian, sembari mengupayakan perubahan-perubahan perilaku yang disepakati sebagai solusi dari masalah yang dihadapi, pasangan suami istri juga perlu memerhatikan bahwa mereka sedang berproses untuk melegakan diri satu sama lain. Bukan melupakan, tetapi menerima kenyataan bahwa mereka memang pernah menyakiti atau tersakiti di dalam relasi yang mereka jalani.