Selasa, 11 Maret 2014 14:44

Aktifis Perempuan Beraksi di Tugu Yogya

Oleh : Ratnasari Nugraheni
Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Sabtu (8/3), sejumlah aktivis perempuan se-DIY dan Jawa Tengah menggelar aksi damai di lingkar Tugu Yogyakarta dalam rangka memperingati International Women’s Day (IWD). Terdapat sekitar 50 orang berdiri mengelilingi Tugu Yogyakarta sejak pukul 08.30 WIB. Mereka mengenakan seragam merah-putih dan membawa sejumlah atribut yang terbuat dari kardus dan sterofoam berbentuk tangan. Di tiga titik lampu merah, 2 orang aktivis membagikan stiker dan brosur mengenai perkosaan.

Aksi damai yang di prakarsai oleh Lingkar Advokasi untuk Perempuan (Link-AP) mengusung tema “Pemilu Cerdas, Selamatkan Perempuan Indonesia dari Kekerasan Seksual”. Dengan tahun politik, pemilu, dan tingginya angka kekerasan seksual menjadi fokus utama kaum aktivis pembela perempuan dalam menyuarakan tuntutannya.

Dengan lantang, para aktivis secara bergantian menyampaikan orasi mereka menuntut agar pelaku perkosaan di hukum berat, menuntut adanya Undang-undang khusus tentang kekerasan seksual, mendesak disahkannya Rancangan Undang-undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG), mendorong pemerintah menjamin pemenuhan 12 Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan, medorong para pemilih agar mendukung calon legislatif yang peduli pada penghapusan kekerasan terhadap perempuan, dan mencari calon pemimpin yang peduli dan memperjuangkan hak-hak perempuan.

“Visi dan misi dari IWD kali ini fokus untuk mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menyelamatkan perempuan, dan membuka mata untuk memilih wakil-wakil rakyat yang tidak menutup mata akan isu perempuan”, ujar Maria Suciati, selaku koordinator lapangan pada aksi damai.

Aksi damai di Tugu Yogyakarta bukanlah awal, puncak, maupun akhir peringatan IWD. Akan tetapi, harus dimaknai bahwa perjuangan untuk membela kaum perempuan atas berbagai ketidakadilan. Tidak hanya berhenti pada ajakan verbal, diperlukan tindakan nyata semua pihak, terlebih keterlibatan para pemimpin di kalangan pemerintahan.

Sabtu, 08 Maret 2014 05:17

PRESS RELEASE PERINGATAN IWD 2014

PRESS RELEASE PERINGATAN IWD 2014

“Pemilu Cerdas: Selamatkan Perempuan Indonesia dari Kekerasan Seksual”

Lingkar Advokasi untuk Perempuan (Link-AP), merupakan jaringan penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Advokasi di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta yang terbentuk sejak bulan Oktober 2012. Link-AP menggandeng NGO/Ormas/komunitas bahkan personal yang berada di Jateng DIY untuk memperkuat Jaringan ini. Fungsi dari jaringan ini adalah memberikan layanan, memantau penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, advokasi kebijakan yang tidak berpihak pada perempuan dan anak, serta memastikan prinsip keberpihakan pada kebenaran dan keadilan bagi korban.

Kami menyadari bahwa kasus kekerasan seksual terhadap perempuan masih saja terjadi di Indonesia. Menurut pantauan Komnas Perempuan, setidaknya ada 20 perempuan yang mengalami kekerasan seksual setiap harinya. Angka kasus kekerasan seksual terhadap perempuan juga masih terus merangkak naik. Tentu saja hal ini menjadi keprihatinan tersendiri bagi para aktivis dan kaum perempuan di tengah-tengah perayaan Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day (IWD).

Berdasarkan data statistik catatan tahunan dari Komisi Nasional (Komnas) Perempuan tahun 2013, terdapat 279.760 kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP). Hal ini menunjukkan bahwa KTP masih terus terjadi dan bahkan semakin meningkat. Setiap tahun, kekerasan seksual selalu menjadi sorotan baik yang terjadi di ranah personal maupun di komunitas. Di ranah personal,  Kekerasan seksual yang terjadi sebanyak 2.995 kasus. Dalam hal ini, pelaku adalah orang yang memiliki yang memiliki hubungan darah (ayah, kakak, adik, paman, kakek) kekerabatan, perkawinan (suami) maupun relasi intim dengan korban (pacar). Sementara, kekerasan seksual yang terjadi di ranah komunitas mencapai 2.634 kasus. Dari kasus tersebut, diantaranya yang paling banyak tercatat adalah perkosaan (1074 kasus) dan pencabulan (789 kasus). Di ranah komunitas ini, pelaku tidak memiliki hubungan kekerabatan, hubungan darah, atau perkawinan. Trend usia korban kekerasan seksual pun semakin beragam dan semakin muda usianya, bahkan anak-anak yang berusia balita turut menjadi korban.

Kekerasan seksual juga dialami oleh perempuan kelompok rentan seperti difabel dan perempuan LBT. Perempuan difabel kerap menjadi objek pelecehan seksual dan perkosaan. Sementara perempuan LBT mengalami kekerasan salah satunya pemaksaan perkawinan dan masih banyak lagi bentuk kekerasan/diskriminasi lainnya yang dialami mereka. Catatan tahunan Komnas Perempuan 213 mencatat adanya 49 kasus kekerasan terhadap komunitas LBT yang melibatkan 53 korban. Jenis kekerasan terbanyak adalah kekerasan seksual (13 kasus).

Keadilan pun masih belum berpihak pada kaum perempuan. Seringkali, perempuan penyintas selalu dipersalahkan atas kasus kekerasan seksual yang dialami. Misalnya, perempuan dipersalahkan karena tata cara berpakaiannya. Tak jarang pula, perempuan penyintas dipojokkan dalam suatu perkara kekerasan seksual, terlebih saat pelaku membuat tameng opini “atas dasar suka sama suka.” Ditambah lagi, budaya patriarki yang masih mengakar di NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) turut menjadikan perempuan berada dalam posisi yang sulit.

Hal inilah yang menjadi fokus Link-AP dalam peringatan IWD 2014. Momentum IWD kali ini bertepatan dengan jelang Pemilu pada bulan April 2014 yang merupakan bagian dari demokrasi. Untuk itu, kami hendak meneguhkan kembali bahwa tidak ada demokrasi tanpa (keterlibatan aktif) perempuan. Melalui aksi damai dengan tema “Pemilu Cerdas: Selamatkan Perempuan Indonesia dari Kekerasan Seksual”, kami segenap elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Link AP:
1.    Menuntut agar pelaku perkosaan di hukum berat
2.    Menuntut adanya Undang-undang khusus tentang Kekerasan Seksual.
3.    Mendesak disahkannya Rancangan Undang Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG)
4.    Mendorong pemerintah menjamin pemenuhan 12 Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan.
5.    Mendorong para pemilih agar memilih calon legislatif yang mendukung penghapusan kekerasan terhadap perempuan
6.    Mencari calon pemimpin yang peduli dan memperjuangkan hak-hak perempuan.

Yogyakarta, 8 Maret 2014

Nama-nama lembaga peserta aksi:
Aliansi Laki-laki Baru (ALB), CIQAL, IHAP, FAMM-I, JPPRT, JPY, LRC KJHAM, LBH Jogja, Rifka Annisa, Sahabat Perempuan Magelang, SAMSARA, SAPDA, SATUNAMA, SPEKHAM, SP Kinasih, UPIPA Wonosobo, We Can Campaign.

Contact person   : Maria  081-578-728-971, Nina 081-392-020-099

Oleh: Megafirmawanti
Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Kamis, (6/3) Rifka Annisa WCC mengadakan acara Rifka Goes To School (RGTS). Acara ini merupakan salah satu komitmen Rifka Annisa dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan khususnya pada remaja. Bertempat di Aula MAN 3 Yogyakarta, RGTS mengusung tema “Aku Remaja Bercita-Cita Bukan Hanya Berhura-Hura”. RGTS dalam bentuk talkshow tersebut berlangsung selama dua jam dari pukul 08.00 hingga pukul 10.00WIB. Terdapat sekitar 210 orang siswa kelas XI MAN Yogyakarta baik putra maupun putri.

Defirentia One, selaku salah satu fasilitator RGTS mengulas tentang kekerasan seksual. One menjelaskan bahwa kekerasan seksual banyak terjadi pada remaja termasuk dalam hubungan pacaran. Untuk memperjelas topik yang dijelaskan, One menayangkan sebuah video “Amanda Todd” yang bercerita tentang kekerasan dalam pacaran (KDP) yang dialaminya ketika menjalin hubungan pacaran.

Dalam video itu juga diceritakan awal masa pacaran yang indah, namun ternyata pada akhirnya menyakitkan karena salah satu pihak melakukan kekerasan. Ayu, salah satu peserta RGTS memberikan tanggapannya setelah melihat video tersebut. Ayu menuturkan bahwa jangan menilai orang dari luarnya saja.

Pada akhir acara, fasilitator RGTS  memperkenalkan Rifka Annisa WCC sebagai lembaga yang berkomitmen pada penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Bagi remaja yang mengalami kekerasan dalam bentuk apapun dapat menginformasikan kepada Rifka Annisa WCC.    

Oleh : Ratnasari Nugraheni
E-mail : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Selasa, (4/3) berlangsung acara peringatan Hari Kesatuan Gerak PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) ke-42 di DIY di bangsal kepatihan Yogyakarta. Acara dimulai sejak pukul 09.00, dan berakhir pada pukul 11.00. Terdapat sekitar 100 undangan yang hadir, termasuk salah satunya Rifka Annisa. Adapun tema yang diusung pada tahun 2014 adalah “Dengan Hari Kesatuan Gerak PKK ke-42, kita perkuat ketahanan keluarga sebagai wujud persatuan dan kesatuan bangsa”.

Acara dibuka dengan sambutan dari GKR Hemas selaku ketua umum penggerak PKK Pusat DIY. “Mari kita upayakan untuk mewujudkan kesatuan dalam keluarga di tahun politik ini”, ujar GKR Hemas dalam sambutannya. GKR Hemas turut menghimbau segenap anggota PKK dan masyarakat untuk terus mewujudkan kesatuan dan persatuan dalam keluarga di tahun politik.

Kemudian acara dilanjutkan dengan penyerahan piagam penghargaan untuk sejumlah kader PKK. Berbagai trofi hasil evaluasi ataupun kejuaran turut dibagikan, beberapa di antaranya kejuaraan dalam bidang kesatuan gerak PKK KB, Posyandu, pendampingan keluarga bahagia di rumah tangga, lingkungan bersih dan sehat, dan juga lomba paduan suara mars PKK dan KB.

Pemotongan tumpeng secara simbolik oleh GKR Hemas menjadi puncak acara kegiatan. Tumpeng sebagai simbol rasa syukur atas berbagai pencapaian PKK di masyrakat, terutama dalam pembangunan keluarga. Diharapkan, peringatan ini bukan hanya sekedar perayaan belaka. Akan tetapi, tetap terus menjadi cerminan supaya PKK dapat terus bersinergi di masyarakat. Jangan hanya berpatokan pada pencapaian saja tanpa mengevaluasi kembali apa yang telah terjadi.

Oleh : Diana Putri Arini
Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Bagi penggemar mitologi atau penikmat film Percy Jacson, nama Medussa tidaklah asing didengar. Seorang perempuan dengan rambut yang dipenuhi ular yang begitu menjijikkan, barang siapa yang melihatnya maka akan dikutuk menjadi batu. Medussa adalah teror bagi manusia saat itu, sampai-sampai dewi kebijaksanaan, Athena, mengirim Perciles untuk membunuh Medussa. Sedikit yang tahu bahwa Medussa si penyebar teror adalah korban perkosaan.

Sebelumnya Medussa adalah gadis perawan penjaga kuil Dewi Athena, sosoknya dulu sangat cantik, rambutnya yang indah dan matanya yang menawan membuat laki-laki jatuh cinta padanya. Kecantikannya memang menawan sampai-sampai dewa laut, Poisedon jatuh cinta padanya. Medussa tidak bisa menerima cinta Poisedon karena dia sudah mengabdikan diri pada Athena seumur hidupnya dalam kuil dewi kebijaksanaan. Poisedon tidak menyerah, dia begitu berhasrat pada Medussa sampai akhirnya dia mencari kesempatan untuk memperkosa Medussa. Athena mengetahui hal itu, terlebih lagi Poisedon memperkosa Medussa di kuilnya. Athena sangat marah dia menghukum Medussa karena dianggap dialah yang bersalah sudah menggoda Poisedon.

Akibat kutukan itu helaian rambut indah Medussa berubah menjadi ular-ular melata yang siap mengeluarkan lidahnya. Matanya yang indah berubah menjadi kutukan bagi orang yang melihatnya. Sosoknya yang cantik menjadi mengerikan, kulitnya berubah menjadi gelap, kasar dan bersisik. Medussa dibuang dari kuil dianggap sebagai pendosa karena berani menggoda dewa. Medussa yang dikutuk mencari pertolongan siapapun agar bisa membela dan melindunginya, namun sosoknya yang begitu mengerikan dianggap sebagai monster. Siapapun yang melihat matanya akan berubah menjadi batu membuat orang tidak mau mendekat malah ketakutan padanya. Medussa frustasi dia membenci siapapun, membenci dirinya yang telah dikutuk, membenci para dewa yang egois dan membenci para manusia.

Hingga teror Medussa sampai ditelinga Athena, dewi kebijaksanaan itu mengirim pahlawannya untuk membunuh si penyebar teror. Perciles mencari akal bagaimana menaklukan Medussa, dia membuntuti Medussa sampai akhirnya tahu setiap malam Medussa selalu melepas matanya sebelum tidur. Dalam keadaan tidur dimana senjata Medussa tidak sedang bersamanya. Perciles melepaskan pedangnya dan menebas kepala Medussa dari lehernya.

Medussa mati dengan leher terbelah, Perciles menjadi pahlawan karena sudah mengalahkan si penyebar teror. Ajaibnya dari darah Medussa yang mengalir dari tubuhnya, muncul mahkluk indah seperti kuda namun berbulu emas dan bersayap, mahluk itu bernama Pegasus. Pegasus si mahluk suci dari mitologi Yunani lahir dari tubuh pendosa yang dianggap sudah menggoda dewa, menebar teror dan ketakutan.

Mitologi dari Yunani tersebut seolah menjelaskan kepada kita sejak dulu korban perkosaan selalu disalahkan karena penampilan merekalah yang menggoda para pemerkosa. Masih ingat di benak kita di tahun 2012 kita dikejutkan dengan korban pemerkosaan seorang mahasiswi yang diperkosa di angkot. Pelakunya tidak lain penumpang angkot yang berjumlah lima orang termasuk sopir yang berkomplotan menyerang gadis tersebut. Lebih sadis lagi dia diperkosa dalam keadaan setengah sadar ketika kepalanya dipukul dari belakang. Lalu tubuhnya diabuang di dekat rel kereta api (m.okezone.com)

Di tahun 2013 kasus pemerkosaan di angkot kembali dilakukan, kali ini korbannya adalah seorang karyawati dan pelakunya adalah sopir angkot. Awalnya sopir angkot memberhentikan mobilnya di tempat agak sepi dia bilang ingin buang air kecil. Dia merayu karyawati untuk melayani nafsu birahinya. Karyawati itu tidak mau, lantas dia dipaksa sampai-sampai kerudungnya ditarik hingga terlepas, korban meronta namun pelaku jauh lebih kuat dibanding korban. Lehernya dicekik dan celananya dilepas. Beruntungnya korban bisa melarikan diri setelah menendang kemaluan pelaku dan segera kabur mencari pertolongan (poskotanews.com).

Dua kasus pemerkosaan ini memberikan gambaran pada kita bahwa pelaku bisa dimana saja dan siapa saja. Apakah para gadis yang diperkosa itu merayu pelakunya dengan memakai pakaian terbuka atau mengucapkan kata-kata yang menggoda birahi? Tidak, karyawati tersebut mengenakan kerudung tetap saja dia hampir mau diperkosa. Si gadis mahasiswa itu juga diperkosa di siang bolong. Namun tidak sedikit masyarakat mencibir korban perkosaan menuduhnya yang bukan-bukan padahal mereka adalah korban. Trauma masa lalu, kecemasan yang mereka alami, ketakutan akan masa depan, hukuman moral dari masyarakat membuat para korban perkosaan ketakutan dan memilih diam.

Perkosaan adalah kejahatan seksual, pelakunya harus dihukum. Korban pelecehan seksual atau perkosaan bukanlah orang-orang yang patut disalahkan atau ditertawakan. Mereka mengalami pengalaman yang menyakitkan bukan untuk ditertawakan penderitaannya. Mereka patut mendapatkan perlindungan bukan untuk dipermalukan dalam kehidupan masyarakat.

46777963
Today
This Week
This Month
Last Month
All
1285
12620
286330
343878
46777963