Dampak Pelecehan Seksual di Masa Kecil

Written by  Jumat, 12 April 2019 13:27

Halo Rifka Annisa,

Perkenalkan nama saya Hani, dari kota S. Langsung saja pada permasalahan, dulu waktu saya masih kecil saya pernah mengalami pelecehan seksual. Kejadian tersebut saya alami berkali-kali dengan pelaku yang berbeda-beda. Pertama kali saya mengalami waktu masih TK oleh teman ayah saya, sejak itu hingga SMP saya pernah mengalami kembali dengan pelaku yang lain. Saya baru menyadari apa yang sepenuhnya terjadi pada saya ketika SMA.

Selanjutnya yang sering saya rasakan adalah rasa marah yang amat sangat besar, tapi tidak tahu pada siapa. Peristiwa ini tidak pernah saya ceritakan pada siapapun, termasuk orang tua saya. Saya malu dan marah. Saya juga tidak ingin membebani orang tua saya. Prinsip saya, sebisa mungkin saya selalu mandiri dan tidak pernah merepotkan orang tua. Dan entah kenapa seolah-olah setiap saya bertemu dengan laki-laki selalu saja seperti itu. Di mata saya, laki-laki itu tidak ada yang bener, egois, mau menang sendiri.

Saya pernah akhirnya mencoba membuka hati pada seorang laki-laki yang mendekati saya. Kami bersepakat untuk saling terbuka akan keburukan dan masa lalu masing-masing. Namun setelah mendengar cerita saya, dia berbalik membenci saya dan mengatai saya perempuan bekas. Sejak itu saya benar-benar yakin bahwa laki-laki memang makhluk menyebalkan. Di kantor pun juga begitu, saya merasa setiap ada project, pasti kawan laki-laki saya yang didahulukan. Padahal saya sudah membuktikan diri bahwa saya mampu, termasuk melanjutkan studi yang lebih tinggi dari kawan-kawan laki-laki saya.

Di sisi lain, saya juga merasa terbebani dengan pandangan saya tersebut. Saya sebenarnya sangat ingin memiliki kehidupan normal seperti orang-orang lain. Tapi setiap ada sesuatu yang menyinggung saya, saya benar-benar tidak bisa mengendalikan kemarahan saya. Saya sendiri kadang benci dengan diri saya sendiri. Setiap mengenang masa kecil saya, rasanya saya tidak punya kenangan manis. Saya dulu jarang bergaul dengan teman-teman saya, entah kenapa.

Oleh karena ittu saya mohon saran dari Rifka Annisa, apa yang sebaiknya saya lakukan untuk mengendalikan diri saya sendiri? Atas jawabannya saya ucapkan banyak terima kasih.

Salam Mbak Hani,

Terimakasih telah berbagi dengan kami. Apa yang Mbak Hani alami itu adalah bentuk kekerasan terhadap perempuan, berupa kekerasan seksual, stereotype atau pelabelan dalam bentuk anggapan sebagai perempuan bekas, dan diskriminasi dalam bentuk perlakuan berbeda di tempat kerja. Dan hal itu nyata dialami oleh Mbak Hani, begitupun banyak perempuan lain mengalami hal yang hampir sama.

Berbagai peristiwa tersebut menimbulkan dampak yang Mbak Hani rasakan hingga saat ini. Yang perlu Mbak Hani ketahui adalah semua peristiwa itu bukan kesalahan Mbak Hani. Justru Mbak Hani adalah orang yang dirugikan dalam peristiwa tersebut, sehingga mengalami kondisi sekarang. Namun, Mbak Hani memiliki hak untuk pulih. Pemulihan yang efektif bersumber dari keinginan kuat pada diri sendiri, istilahnya self-healing. Terkadang kita membutuhkan pendamping yang menemani proses tersebut. Untuk itu, tidak perlu ragu untuk mengakses lembaga layanan pendampingan seperti Rifka Annisa atau 

lembaga layanan untuk perempuan dan anak korban kekerasan milik pemerintah, yaitu Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), yang terdapat di kabupaten/kota atau propinsi.

Selanjutnya, Mbak Hani bisa fokus pada potensi-potensi diri yang dimiliki. Misalnya menyadari kelebihan-kelebihan yang dimiliki, prestasi yang pernah dicapai, dan menggali lagi potensi lain yang mungkin belum ditunjukkan selama ini. Dari sana, Mbak Hani dapat melihat bahwa sebenarnya Mbak Hani memiliki kekuatan. Dengan bercerita pada kami setelah bertahun-tahun menyimpan permasalahan tersebut sendiri, sebenarnya menunjukkan kekuatan menghadapi masalah yang Mbak Hani miliki.

Jika dalam proses pemulihan muncul kemarahan, adalah sebuah hal yang normal dan wajar. Meskipun demikian, semua hal buruk yang dilakukan orang-orang tersebut terhadap Mbak Hani sebenarnya adalah akibat dari sebab bias pemahaman yang mereka miliki. Misalnya, menganggap remeh anak kecil sehingga mudah melakukan kejahatan seksual pada anak, memandang rendah perempuan yang pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah sehingga mudah menghakimi, ataupun memandang bahwa perempuan tidak lebih baik dalam bekerja dibanding laki-laki. Pandangan itu dimiliki karena diwariskan dari generasi ke generasi atau oleh lingkungan. Bisa jadi, si pelaku tidak menyadari pikiran bias yang dia miliki karena merasa hal tersebut normal dan wajar. Ironis, bahwa mereka tidak menyadari kejahatan yang dilakukan, merasa benar, dan bagaimanapun juga tetap harus bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan.

Dari sisi tersebut, kondisi Mbak Hani jauh lebih baik karena menyadari bias pandangan tersebut, dan lebih memiliki pilihan, apakah ingin ikut larut dalam emosi mengikuti perbuatan-perbuatan yang tidak mereka sadari sepenuhnya atau merdeka menjadi diri sendiri yang tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal tersebut. Semua membutuhkan proses dan waktu, dan hal itu tidak menjadi masalah. Tetaplah optimis.

Demikian jawaban kami, jika menghendaki diskusi lebih lanjut dapat menghubungi layanan kami, atau lembaga layanan lain untuk perempuan dan anak. Terimakasih.

Read 12935 times
46435391
Today
This Week
This Month
Last Month
All
1714
15063
287636
306641
46435391