Oleh : Ratnasari Nugraheni
E-mail : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Jumat (27/6), bertempat di Balai Desa Sukoreno, Sentolo, Kulon Progo, diadakanlah sosialisasi kekerasan seksual terhadap anak. Sosialisasi ini diadakan sebagai tindak lanjut atas maraknya kasus kekerasan seksual yang menjadi trending topic di berbagai media massa dan sosial selama beberapa pekan terakhir.

Di penghujung bulan Juni 2014, Rifka Annisa gencar melakukan sosialisasi di berbagai wilayah di Yogyakarta, salah satunya di Kulon Progo. Sosialisasi dimulai pukul 10.00 WIB dan difasilitasi oleh Nina Musriyanti, selaku Organisator Komunitas Sentolo, Kulon Progo. Terdapat 40 peserta yang hadir dalam acara sosialisasi tersebut.

Salah satu peserta, Siti Halimah, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, menanyakan, “Mengapa anak perempuan yang sudah menjadi korban kekerasan seksual kok rentan menjadi korban kembali setelah dia dewasa?”. Menanggapi pertanyaan Siti, Nina menjelaskan mengenai stigma yang berkembang dimasyarakat bahwa seorang perempuan yang akan menikah harus perawan. Kemudian, perempuan yang menjadi korban semasa kecil akan terstigma sebagai perempuan yang sudah tidak perawan. Sehingga, jika ada yang mau menikahi perempuan korban, dia harus merasa beruntung bahwa ada lelaki yang bersedia untuk menikah dengannya. Konsep diri inilah yang biasanya terbentuk dalam diri seorang perempuan korban, sehingga mereka akan serta merta menerima semua perlakuan suaminya kelak kepadanya. Dalam kondisi seperti inilah, perempuan korban akan menjadi korban lagi untuk yang kedua kalinya. Oleh sebab itu, perlu adanya penguatan konsep diri yang baik kepada para korban, dan disinilah peran konselor untuk membantu memulihkan kepercayaan diri dan konsep diri penyintas.

Selain itu, tanggapan juga datang dari salah satu pegawai Puskesmas Sentolo I. dia mengungkapkan bahwa berdasarkan data yang ada di lapangan, kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kecamatan Sentolo sangat banyak, tetapi sedikit yang terekspose ke publik. Oleh sebab itu, diperlukan kerjasama dari berbagai pihak untuk menanggulanginya. Di Puskesmas Senotolo I sendiri sudah ada Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja yang dapat diakses oleh semua remaja wilayah Senotolo. Melalui program ini pula, Puskesmas membuka tangan kepada organisasi manapun untuk bekerjasama dengan mereka.

Walau hanya berlangsung dalam waktu yang sangat singkat dan hanya sekelumit informasi mengenai kekerasan seksual terhadap anak yang dapat tersampaikan, nyatanya antusiasme dan kepedulian masyarakat Senotolo akan kejahatan seksual sangat tinggi. Diharapkan pula, sosialisasi yang dilakukan Rifka Annisa tidak hanya sebatas sosialisasi singkat, tetapi dibutuhkan tindak lanjut langsung ke grassroot.

Selasa, 08 Juli 2014 13:17

Stop Kekerasan Seksual Terhadap Anak

Oleh : Ratnasari Nugraheni
E-mail : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Akhir-akhir ini media banyak memberitakan mengenai maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak. Sudah sejak dulu kekerasan seksual terhadap anak banyak terjadi, namun kasus JIS (Jakarta International School) menjadi pemantiknya. Hal inilah yang melatarbelakangi sosialisasi kekerasan seksual terhadap anak banyak dilakukan oleh Rifka Annisa ke beberapa daerah di wilayah Yogyakarta, salah satunya di Desa Bleberan, Gunung Kidul.

Rabu (25/6), bertempat di balai Desa Bleberan diadakan sosialisasi kekerasan seksual terhadap anak yang difasilitatori oleh Ratnasari Nugraheni dan Asih Nuryanti. Hadir 64 peserta ibu-ibu anggota PKK Desa Bleberan. Pada kesempatan tersebut banyak sekali informasi yang disampaikan mengenai kekerasan seksual terhadap anak dan pencegahannya.

Berdasarkan aturan Kementerian Kesehatan, Kekerasan seksual terhadap anak adalah segala kegiatan seksual yang dilakukan dengan anak dimana anak tidak sepenuhnya memahami atau tidak mampu memberi persetujuan, baik ada perlawanan atau tidak, dan atau ancaman atau tidak. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak RI No.23 tahun 2002, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan.

Disampaikan pula bahwa yang rentan menjadi korban kekerasan seksual yakni anak perempuan dan laki-laki. Oleh sebab itu, anak harus diberikan pendidikan mengenai seksualitas sedari kecil dan dimulai dari keluarga. Anak harus diajarkan mengenai empat area tubuh yang harus dijaga dan tidak boleh disentuh orang lain kecuali ibu (saat mandi) dan dokter, yakni: mulut, dada, alat kelamin, dan pantat.

Diharapkan sosialisasi ini dapat membantu para ibu dan kader-kader perempuan untuk dapat memanfaatkan dan meneruskan informasi tersebut kepada masyarakat luas. Dengan demikian, masyarakat semakin sadar dan dapat mencegah kejahatan seksual yang kian marak terjadi di masyarakat.

Oleh: Ani Rufaida
Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

(3/7/14) Unit Kegiatan Mahasiswa Vokasi Universitas Gadjah Mada (UKM Vokasi UGM) melakukan diskusi bersama Rifka Annisa tentang kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. Acara ini merupakan diskusi rutin yang digelar oleh UKM Vokasi UGM setiap bulannya dengan tema yang beragam. “Peserta juga beragam dari berbagai organisasi maupun komunitas diskusi baik laki-laki maupun perempuan” ungkap Tika selaku ketua panitia.

Acara dipandu oleh Fitri selaku fasilitator dari Rifka Annisa. Saat diskusi, Fitri menanyakan hal-hal apa saja yang mengesankan sebagai laki-laki maupun sebagai perempuan? Peserta menjawabnya dengan beragam kesan seperti mandiri, kuat, tegas, perhatian dan berkasih sayang. Fitri juga mengajak peserta untuk mendiskusikan tentang perbedaan laki-laki dan perempuan. “Apa yang terlintas ketika mendengar kata laki-laki?” tanya Fitri. “Tegas, pemberani, kuat, hebat, jakun, penis”, Jawab Peserta. “Apa yang terlintas ketika mendengar kata perempuan”? tanya Fitri lebih lanjut. “Hamil, menyusui, nifas, melahirkan, hamil, ovum, cerewet, penyayang,” jawab peserta.

Ketika ditanya apakah laki-laki ada yang penyayang dan cerewet. Serentak peserta menjawab “ada”. Demikian juga ketika ditanya perempuan apakah ada yang tegas, pemberani, dan kuat. Peserta menjawab ada. Lalu apa yang membedakan antara perempuan dan laki-laki? Ungkap Fitri.

Fitri menjelaskan bahwa laki-laki memilki jenis kelamin secara biologis seperti penis, jakun, testosteron, kumis,dll, demikan juga perempuan memilki vagina, payudara, ovum, melahirkan, dll. “Hal ini yang biasa kita sebut seks. Seks tidak dapat dipengaruhi ruang dan waktu, bersifat kodrati, tidak dapat dipetukarkan dan bersifat tekstual. Berbeda dengan pernyataan peserta seperti penyayang, kuat, hebat dan pemberani yang sebenarnya sifat-sifat ini bisa melekat ke semua jenis kelamin. Hal ini yang kita sebut gender. Gender jelas bisa dipertukarkan, bersifat kontekstual dan konstruksi, dipengaruhi ruang dan waktu”, ungkap Fitri.

“Sangat jelas bahwa laki-laki baik yang ada di Jawa, Papua, Negeria, Austria memilki penis, dan bentuk jenis kelamin biologisnya tak ada yang berubah. Demikian juga perempuan. Sehingga seks jelas berbeda dengan gender”, jelas Fitri.

Hal tersebut merupakan konstruksi social, yang mengarahkan bagaimana pasangan laki-laki harus berprilaku, berpakaian dan berpenampilan serta sikap dan kualitas apa yang harus dimiliki oleh seorang laki-laki  seperti tegas, rasional, pantang menyerah, pemimpin, dominan, superior, agresif, kuat, macho, dsb, adalah diantara kualitas maskulin dan secara social menjadi ukuran kelaki-lakian. Demikian perempuan dikonstruksikan untuk memenuhi kualitas feminin, seperti harus lemah, emosianal, keibuan dan lain-lain. Hal ini  berdampak pada peran-peran social yang menempatkan pasangan laki-laki pada ruang public, pasangan perempuan pada ruang domestic.  

Cara pandang ini yang menjadikan citra tunggal kelaki-lakian sebagai norma dihadapan masyarakat, padahal berdampak tidak baik bagi laki-laki sendiri, banyak pasangan yang kemudian merasa tidak laki-laki karena tidak memenuhi kualitas-kualitas tersebut. Demikian perempuan ketika macho, pemberani, suaranya besar, dianggap seperti laki-laki. Hal ini sebenaranya tidak menjadi masalah, yang menjadi persoalan ketika muncul ketidakadilan dalam relasi tersebut.

Ketidakadilan itu bisa terjadi karena berbagai hal diantaranya pertama pelabelan (streotype), jika ada perempuan yang keluar malam identik dengan perempuan nakal, kedua penomorduaaan (subordinasi), selama ini ketika di keluarga anak laki-laki cenderung didahulukan kepentingan pendidikannya dari pada perempuan, ketiga (beban ganda) banyak perempuan yang sudah bekerja namun tetap melakukan pekerjaan rumah tangga karena hal itu dianggap sebagai kewajiban. Keempat peminggiran ekonomi (marginalisasi ekonomi) perbedaan upah yang diberikan kepada perempuan meskipun sebenarnya waktu dan jam kerjanya sama dengan laki-laki, bahkan waktunya lebih banyak perempuan namun upah yag diberikan lebih sedikit. Ketidakadilan inilah yang melahirkan kekerasan terhadap perempuan berbasis gender. Jelas Fitri.

Diskusi berlangsung menarik dan meriah karena peserta seperti merefleksikan diri mereka sendiri sebegai laki-laki maupun sebagai perempuan. Selain itu mereka juga sharing tentang pengalaman keluarga dan relasi berpacaran.

Oleh: Megafirmawanti
Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Rifka Annisa adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak dalam isu penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Salah satu bentuk usaha penghapusan kekerasan tersebut adalah dibentuknya komunitas ayah, komunitas ibu, dan komunitas remaja putra di dua kabupaten di Yogyakarta, Gunungkidul dan Kulonprogo. Pembentukan komunitas tersebut ditujukan untuk pendampingan dalam rangka memberikan pengetahuan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan seperti kesetaraan gender, pengasuhan anak, kekerasan dalam pacaran dan lain-lain.

Pendampingan yang dilakukan oleh Rifka Annisa salah satunya dilakukan dalam bentuk pertemuan indoor yang membahas tema-tema berbeda pada setiap sesinya. Dalam hal ini, fasilitator adalah pihak yang sangat penting. Karena pentingnya peran fasilitator tersebut, pada Jumat (4/6) Rifka Annisa mengadakan sharing dan diskusi tentang “metode fasilitasi”. Diskusi tersebut dipandu oleh Fitri Indra Harjanti dan Tiwuk Lejar yang dihadiri oleh kalangan internal Rifka Annisa.

Tidak hanya dalam bentuk diskusi, peserta juga diajak untuk simulasi terkait metode fasilitasi itu sendiri. Bentuk simulasi yang dilakukan adalah “mandala diri”, yakni sesi pengenalan diri sendiri (sebagai peserta yang akan menjadi fasilitator di komunitasnya masing-masing). Sesi ini sangatlah penting dalam sebuah pendampingan. “Untuk mengenal peserta dalam komunitas, seorang fasilitator terlebih dahulu harus mengenal dirinya sendiri” ungkap fitri selaku pemandu dalam simulasi tersebut. Selain sebagai bentuk pengenalan terhadap diri sendiri, mandala diri juga merupakan sesi untuk mengenal orang lain. Tak hanya itu, pengenalan terhadap diri sendiri juga sangat penting agar pada saat memfasilitasi, seorang fasilitator tetap menjadi dirinya sendiri, ungkap fitri menambahkan.        

Sesi sharing tersebut juga membahas tentang peran-peran fasilitator pada saat menyampaikan atau memandu sebuah diskusi. Fitri menjelaskan bahwa seorang fasilitator bukanlah berperan sebagai guru, motivator, narasumber, ataupun konselor. Tetapi, seorang fasilitator perlu memainkan peran-peran tersebut pada saat yang dibutuhkan. Seorang fasilitator perlu berperan sebagai guru saat peserta yang difasilitasi menanyakan sesuatu yang belum diketahuinya. Fasilitator juga dapat mengambil peran sebagai konselor manakala peserta yang difasilitasi bercerita tentang masalah yang sedang dihadapinya. Fasilitator dapat mengambil peran apa saja saat dibutuhkan oleh peserta yang didampingi.

Oleh: Ani Rufaida
Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Rifka Annisa bersama koran harian Bernas, melakukan penandatanganan kerjasama antara kedua lembaga dalam rangka mengurangi kekerasan dalam rumah tangga. Program ini bertujuan untuk layanan konsultasi lewat media tulisan maupun kampanye yang dilakukan lewat media cetak di kolom harian Bernas. Acara ini dilakukan di Aula Rifka Annisa pada Rabu (2/7/14).

Dalam sambutannya, Suharti selaku direktur Rifka Annisa menjelaskan bahwa berbicara laki-laki identik dengan perbincangan soal otomotif, politik, dan rokok. Laki-laki cenderung digambarkan dengan sosok yang keras, tegas, bullying, narkoba, dan lain sebagainya. Laki-laki juga terkadang menjadi ejekan dan olokan ketika berbicara soal rumah tangga. Hal inilah yang ingin dilakukan oleh Rifka Annisa, yakni membongkar maskulinitas negatif dikalangan masyarakat yang sebenarnya banyak merugikan laki-laki. “Kita ingin merekontruksi nilai laki-laki yang nir kekerasan”, ungkap Harti.

Harti juga mengharapkan kerjasama dengan Bernas bisa menampung ruang sharing bagi laki-laki, masih banyak laki-laki yang tidak bisa bercerita tentang dirinya maupun prilaku kekerasan yang pernah dilakukan padahal ada keinginan untuk berubah. “Kami ingin itu bisa menjadi salah satu tempat saling bercerita dan mendapatkan feedback positif bagi perubahan perilaku ke depan” tegasnya.  

YB. Margantoro selaku redaktur senior pelaksana Bernas menyambut baik kerjasama ini dan merasa senang karena bisa bekerjasama dengan Rifka Annisa. “Bernas memang mengajak institusi-institusi untuk berbagi cerita, aspirasi, refleksi melalui kolom media cetak Bernas” jelasnya.

YB. Margantoro berharap kerjasama dengan Rifka Annisa bisa berlanjut tidak hanya pada kolom tulisan melainkan kerjasama-kerjasama lain seperti pelatihan jurnalistik, magang jurnalis, maupun publikasi buku yang didokumentasikan Rifka dalam kerja-kerja penghapusan kekerasan terhadap perempuan. “Rifka mewarnai, bahwa nir kekerasan bisa dilakukan siapa saja termasuk media massa”.

Acara dilanjutkan dengan penandatanganan nota kesepakatan (MOU) oleh Direktur Rifka Annisa, Suharti dan YB. Margantoro selaku Wartawan senior Harian Bernas.

46152371
Today
This Week
This Month
Last Month
All
4616
41474
4616
306641
46152371