Aku - Remaja Laki-laki Anti Kekerasan
Oleh: Ratnasari Nugraheni
E-mail: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Kamis (29/5), tiga belas remaja laki-laki berkumpul di Balai Desa Mertelu, Gedang Sari, Gunung Kidul, pukul 09.30 WIB untuk mengikuti diskusi rutin dua jam. “Laki-laki dan Kekerasan Terhadap Perempuan” menjadi topik utama diskusi yang difasilitatori oleh Ani Rufaida (Rufed), oganisator komunitas Program Laki-laki Peduli di wilayah Gedang Sari. Topik ini diangkat untuk menggali lebih dalam tentang perspektif remaja laki-laki tentang kekerasan dalam relasi pacaran atau Kekerasan Dalam Pacaran (KDP).

Pada awal diskusi, Rufed meminta para peserta diskusi untuk mengingat kembali kejadian kekerasan yang pernah disaksikan atau dialami. Kemudian, para peserta diminta untuk menggambarkan sebuah simbol yang merepresentasikan kejadian kekerasan tersebut di secarik kertas berwarna biru. Berbagai simbol yang digambarkan oleh peserta diskusi adalah: sapu tangan dan obat bius, botol, sapu, kayu, tongkat, tembok, dan rokok. Simbol yang digambarkan tersebut adalah alat yang digunakan untuk melakukan tindak kekerasan yang pernah mereka lihat atau alami.

Selanjutnya, peserta diskusi juga diminta untuk mengingat kembali pengalaman mereka ketika menjadi pelaku kekerasan. Mayoritas remaja menggambarkan tangan sebagai simbolnya. Rufed mengajak peserta diskusi untuk memilah-milah bentuk kekerasan apa saja yang dialami oleh mereka. Peserta diskusi menyimpulkan bahwa kekerasan yang dialami dan pernah dilakukan adalah: kekerasan fisik yang ditandai dengan memukul, kekerasan ekonomi dengan memalak teman, kekerasan psikis yang ditandai dengan mengejek teman, dan kekerasan sosial yang ditandai dengan mengucilkan teman. Selain itu Rufed juga mengungkapkan, “Ada juga kekerasan seksual, di mana termasuk di dalamnya adalah perkosaan.”

Berdasarkan pengalaman peserta, terungkap bahwa menjadi korban atau menyaksikan kekerasan sama-sama membuat mereka bersedih. Ketika mereka menjadi pelaku pun, ada perasaan sedih dan kasihan terhadap korban. Mereka berefleksi bahwa tindak kekerasan tidak membawa dampak yang positif bagi siapapun, baik korban, saksi, maupun pelaku. Pada akhirnya, diskusi ini sangat bermanfaat untuk para remaja, agar menjauhi segala bentuk perilaku kekerasan.

Oleh : Ratnasari Nugraheni
E-mail : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Sabtu (24/5), Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Atmajaya Yogyakarta mengadakan Expo FisXcode yang bertajuk ‘Share for Others’. Acara yang diadakan di kampus IV Atmajaya Babarsari ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan Dies Natalis Atmajaya Yogyakarta. Terdapat 20 LSM yang berpartisipasi, di antaranya adalah: Coin a Change, Victory Plus, Rifka Annisa, Greenpeace, Blood for Others, Vesta, Book for Mountain, Save Street Child, Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga, Jogja Menyala, Samsara, Anak Langit Foundation, Peace Generation, PKBI, SIGAB, NAPZA, PLUSH, Habitat, Komunitas Jendela, dan Rumah Impian.

Expo berlangsung sejak pukul 09.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB dan terbuka untuk umum. Acara yang ditampilkan pun beragam, yakni pertunjukan teater dan musik akustik bertemakan dunia sosial. “Salah satu tujuan diadakannya acara ini adalah untuk mengajak mahasiswa, kaum muda, untuk terlibat aktif dalam kegiatan sosial,” ungkap Desideria Cempaka W.M, S.Sos, selaku Wakil Rektor Universitas Atmajaya Yogyakarta.

Sejalan dengan harapan Desideria, kaum muda yang datang di acara Expo tersebut sangat berantusias untuk memperoleh informasi di setiap stand. Zulfikar Muhammad Hasan, salah satu pengunjung expo mengungkapkan, “Acara expo ini sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai isu-isu sosial terkini yang terjadi di masyrakat. Apalagi untuk para kaula muda yang tengah meraba permasalahan-permasalahan sosial yang sedang terjadi di lingkungan sekitar.”

Dalam rangkaian expo tersebut diadakan Talk Show yang bertema tentang keterlibatan kaum muda sebagai aktivis muda. Alisa Wahid, anak dari Gusdur - Mantan Presiden ke-3 Indonesia, hadir sebagai pembicara. Alisa membagikan pengalamannya sebagai aktivis yang sudah digeluti semasa kuliah hingga saat ini. “Saya sangat senang pada anak muda yang berkumpul di tempat ini. Di luar sana, banyak anak muda yang lebih memilih menghabiskan waktu di akhir pekan untuk pergi ke mall. Ini membuktikan bahwa kita sudah menjadi aktivis muda,” ungkap Alisa. Diharapkan dengan adanya Expo ini, kaum muda semakin sadar dan mau peduli terhadap dunia sosial.

Rabu, 04 Jun 2014 02:22

Kampanye Laki-Laki Peduli

Oleh:  Ani Rufaida
Community Organizer Divisi Pengorganisaian Masyarakat dan Advokasi Rifka Annisa WCC
Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.


Abang sayang kamu perhatian
Sayang istri wajah selalu berseri
Abang sayang laki-laki peduli
Kamu setia antar istri periksa

Saat hamil, ke Puskesmas kau temani
Saat lahir, kamu selalu sandingi
Memandikan anak, beri perhatian
Penuh kasih sayang, anak makin cinta

Kutipan diatas merupakan jingle lagu yang dikampanyekan oleh Rifka Annisa dalam program Men Care+, program keterlibatan laki-laki dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak serta pengasuhan. Program  ini dilakukan sebagai upaya pengurangan kekerasan terhadap perempuan.
Lirik lagu tersebut juga dinyanyikan pada acara Outbond Keluarga (25/05/14) di Pantai Sundak Gunung Kidul dengan mengusung tema “Mencintai=Peduli+berbagi”. Sekitar 80 pasang suami istri dari komunitas dampingan Rifka Annisa di desa Kemejing dan Bendung, Kecamatan  Semin ikut terlibat aktif dalam outbound tersebut.

Acara berlangsung semarak dan meriah. Kali ini kegiatan dilakukan tidak hanya dalam sesi diskusi rutin, namun dilakukan diluar diskusi dengan desain permainan sekaligus dikombinasikan dengan program kampanye Men Care+ di tempat wisata.
Peserta menyebar ke penjuru pantai untuk mengajak para ayah maupun calon ayah terlibat dalam pengasuhan anak, relasi yang sehat tanpa kekerasan dalam keluarga, serta pembagian tugas domestik dalam rumah tangga. Kampanye ini dilakukan peserta  dengan membagi-bagikan brosur dan membawa properti kampanye yang bertuliskan “laki-laki peduli”.

Jatmiko, salah satu peserta Outbound bercerita bahwa, “Tak lupa setelah kampanye usai pengunjung diajak berfoto bersama”.
Mengapa melibatkan laki-laki dalam menghapus kekerasan terhadap perempuan ini penting?
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Rifka Annisa WCC pada tahun 2014, terhitung sejak bulan Januari sampai dengan April, sudah ada 70 aduan kasus, dan 59 di antaranya adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

“Angka tersebut bukan jumlah yang sedikit, semua pihak perlu untuk ikut terlibat langsung dalam pencegahan kasus KDRT”, ungkap Muhammad Thantowi,  Manager Pengorganisasian Masyarakat dan Advokasi Rifka Annisa WCC.
Thantowi juga menambahkan bahwa 90% perempuan yang mengalami KDRT memilih untuk kembali pada pasangannya. Hal inilah yang melatarbelakangi Rifka Annisa untuk melibatkan kaum laki-laki dalam program pengurangan kekerasan terhadap perempuan. Hampir 78-92% laki-laki pernah menemani istrinya memeriksakan kehamilan minimal satu kali dan ikut konsultasi dengan dokter ketika usia kehamilan istri masih minim. Hanya sedikit laki-laki yang mengerti tentang kehamilan dengan resiko yang tinggi. Sebaliknya, banyak laki-laki yang tidak tahu harus bertindak apa untuk mengantisipasi resiko yang terjadi saat proses kehamilan.

Ketika laki-laki lebih terlibat dalam pengasuhan, kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga akan menurun, pemenuhan hak-hak perempuan dan anak lebih meningkat dan akan mendorong pencapaian dan keadilan serta kesetaraan gender. Keterlibatan laki-laki dalam pengasuhan akan meningkatkan kualitas hubungan rumah tangga yang harmonis.
Kampanye Men Care+ dimulai secara perlahan-lahan, dari  proses men teach, men share, and men care *)

Oleh:Abdur Rohim, S.Sos.I

Pererat Hubungan dan Komunikasi antar Anggota Keluarga
PARA pasangan sumai-istri beserta anak-anak dari Desa Salamrejo dan Tuksono Kecamatan Sentolo, Kulonprogo, yang merupakan komunitas dampingan Rifka Annisa WCC  (RA WCC) melakukan kegiatan Outbond Keluarga bertemakan Mencintai=Peduli+berbagi bertempat di Pantai Baru Bantul (10/5/2014).

Outbond ini merupakan rangkaian dari sesi diskusi rutin komunitas dampingan Rifka Annisa WCC yang direncanakan di luar kelas dengan melibatkan kelompok Ibu, Bapak yang merupakan pasangan suami-istri dan mengajak turut serta anak-anak mereka. Uniknya dalam outbond ini, mereka tidak duduk terpaku di dalam kelas seperti biasanya yang membincangkan seputar komunikasi dalam keluarga, pengasuhan anak, kesehatan reproduksi, dan relasi sehat tanpa kekerasan, tetapi lebih aktif bermain, berkomunikasi hingga menjalin kemesraan yang khas dengan pasangannya masing-masing.

Laporan kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) di DIY yang masuk Rifka Annisa WCC pada tahun 2013 berjumlah 326 aduan kasus, sedangkan pada bulan Januari hingga Maret 2014 berjumlah 59 aduan kasus. Angka tersebut bukan sedikit lagi dan semua pihak yang berkepentingan harus melakukan upaya pencegahan dan tidak sekedar penanganan saat kejadian. “Oleh karena itu, dengan adanya Outbond ini bisa terbangun hubungan yang lebih hangat dan intim masing-masing maupun antar anggota kelurga. Sehingga harapannya dengan outbond keluarga ini, rasa cinta, kepedulian dan kebersamaan peserta dengan keluarganya lebih meningkat lagi”, Ujar Moh. Thonthowi selaku Manajer Divisi Pengorganisasian Masyarakat dan Advokasi RA WCC.

Outbond Keluarga ini diikuti oleh 80 peserta yang merupakan pasangan suami istri dan turut serta anak-anak dengan didampingi beberapa staf dan relawan RA WCC. Kegiatan ini diawali dengan senam bersama dilanjutkan permainan keluarga di masing-masing pos dan diakhiri dengan memainkan drama seputar kehidupan keluarga dan bermasyarakat serta syarat akan pesan moral penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.

Jumat, 30 Mei 2014 10:42

Pelatihan Pendampingan Hukum

Oleh : Ratnasari Nugraheni
E-mail : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Selasa (20/5), Rifka Annisa mengadakan konseling hukum bertempat di Aula Rifka Annisa pukul 13.00 yang difasilitatori oleh Farrastika Shinta Devi, selaku konselor hukum di Rifka Annisa. Kegiatan ini diadakan oleh Divisi Pengorganisasian Masyarakat dan Advokasi bekerjasama dengan Divisi Pendampingan di Rifka Annisa. Selain sebagai usaha peningkatan kapasitas diri bagi staf dan relawan, kegiatan ini juga bertujuan untuk memahami proses pendampingan hukum yang dilakukan oleh Rifka Annisa.

Setali tiga uang dengan prinsip konseling psikologi, prinsip konseling hukum yakni memberikan informasi dan konsekuensi atas pilihan dan juga mendukung apa pun keputusan korban dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Dengan demikian, semua perkara kasus hukum yang ditangani Rifka Annisa berdasarkan persetujuan klien yang sebelumnya telah didampingi secara psikologis.

Untuk para penyintas yang membutuhkan perawatan medis. Mereka berhak mendapatkan akses layanan medis dengan cara langsung datang ke bagian UGD rumah sakit. Kemudian, pihak rumah sakit melalui UPP (Unit Pelayanan Perempuan) akan melakukan klaim ke pihak Bapeljamkesos (Badan Pelaksanaan Jaminan Kesejahteraan Sosial).

“Perlu diingat pula bahwa pelayanan pengecekan di rumah sakit yang digunakan sebagai barang bukti medis dibedakan menjadi visum dan rekam medis”, ungkap Shinta. Visum dan rekam medis adalah layanan medis yang digunakan untuk memeriksa kondisi korban paska terjadinya kekerasan seksual. Akan tetapi, hasil visum hanya boleh diambil oleh pihak kepolisian, lain halnya dengan rekam medis yang dapat diambil oleh korban.

Selain pendampingan hukum kasus kekerasan seksual, pedampingan yang banyak ditangani oleh Rifka Annisa adalah pendampingan proses perceraian, yang masuk dalam ranah hukum perdata. Rata-rata kasus yang masuk ke Rifka Annisa adalah perceraian yang diawali adanya kasus KDRT ataupun perselingkuhan. Sehingga, banyak kasus yang akhirnya dikenakan Junto (pasal berlapis).

Di akhir training konseling hukum, Shinta memberikan informasi mengenai syarat-syarat dokumen yang diperlukan oleh penggugat (istri sebagai pihak yang mengajukan cerai) yakni: buku nikah, KTP (Kartu Tanda Penduduk), KK (Kartu Keluarga), dan bila terjadi perselingkuhan juga disertakan alamat WIL (Wanita Idaman Lain).

Diharapkan dengan adanya pelatihan konseling hukum ini, para staf dan relawan dapat semakin mengerti proses pendampingan hukum. Sehingga, mereka dapat memberikan informasi dan akses pelayanan yang tepat kepada masyarakat baik di dalam komunitas dampingan maupun masyarakat umum.

46409245
Today
This Week
This Month
Last Month
All
14731
83053
261490
306641
46409245