Ragu Menikah Lagi

Written by  Selasa, 09 April 2019 12:36

Saya pernah mengalami KDRT dari suami saya yang pertama. Saya dikekang, dan tidak dipenuhi nafkahnya sehingga harus mencari tambahan sendiri. Namun karena pengekangan tersebut saya tidak leluasa dalam mencari nafkah tambahan, bahkan mantan suami pada saat itu cenderung mengganggu usaha saya dalam mencari nafkah. Padahal saya harus menghidupi keluarga dan mencukupi kebutuhan anak. Ditambah dengan perlakuan kasar, caci maki, membuat saya akhirnya memutuskan untuk berpisah.

Belakangan ini ada yang mendekati saya, dia juga sudah bercerai dari istrinya dan memiliki satu anak. Setelah saya tanya-tanya, ternyata dia dulu pernah melakukan KDRT ke mantan istrinya hingga dipenjara. Dia memang tidak menutupi masa lalunya, dan berjanji untuk menjadi pribadi yang lebih baik di masa yang akan datang. Dia juga menyatakan niat baiknya ingin menikah. Namun karena pengalaman berumah tangga dulu, dan melihat latar belakangnya, saya jadi ragu-ragu. Keluarga besar saya pun cenderung kurang menyetujui. Sejujurnya saya trauma mau menikah lagi, meskipun saya tidak menolak jika memang Tuhan mengirimkan jodoh lagi untuk saya. Sebaiknya apa yang harus saya lakukan? Terimakasih.

JAWAB

Salam Ibu,

Terimakasih telah berbagi cerita dengan kami. Kami dapat memahami sikap hati-hati yang Ibu lakukan dalam situasi ini. Pengalaman kegagalan pernikahan menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi siapapun yang pernah mengalaminya. Pada dasarnya di posisi sekarang, Ibu memiliki hak untuk menentukan masa depan Ibu. Namun dalam budaya masyarakat Indonesia pada umumnya, pernikahan bukan hanya melibatkan para pihak yang akan menikah, akan tetapi juga seluruh keluarga besar yang lain, sehingga pertimbangan dalam berbagai hal perlu dilakukan.

Ada beberapa penyesuaian yang akan Ibu lalui dalam menjalin hubungan pernikahan yang baru. Diantaranya yaitu penyesuaian personal, finansial, peran, keluarga, dan penyesuaian seksual. Dalam penyesuaian personal, bisa terjadi benturan nilai, sifat, dan karakter masing-masing. Dibutuhkan sikap saling menghargai dan menghormati, serta menjadi partner yang setara.

Dalam hal penyesuaian finansial, perlu diperhatikan hal-hal berkaitan dengan keterbukaan dan akses. Siapa yang disepakati menjadi mencari nafkah. Apakah salah satu atau keduanya. Bagaimana pengeluaran yang direncanakan, serta bagaimana penggunaannya hingga sedetailnya. Beberapa pasangan bersikap menyerahkan urusan belanja pada salah satu saja. Hal ini kerap menimbulkan salah paham dan berpotensi konflik. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah akses terhadap keuangan, perlu dimiliki oleh keduanya. Kadang, salah satu bersikap membatasi akses, jika ada kebutuhan harus dengan seijin pasangan. Ini juga berpotensi konflik pada kemudian hari.

Peran dan pekerjaan dalam rumah tangga ada banyak. Pekerjaan di dalam rumah, serta pekerjaan di luar rumah. Kedua suami-istri pada dasarnya dapat melakukan semua pekerjaan dan peran tersebut. Misalnya peran domestik seperti membersihkan rumah, memasak, mengasuh anak, dapat dikerjakan oleh keduanya. Begitupun peran di luar rumah seperti mencari nafkah, terlibat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, membuat keputusan penting, juga dapat dilakukan oleh keduanya. Hal ini perlu benar disadari, kemudian disepakati bersama bagaimana pembagiannya. Yang penting adalah pembagian yang adil, tidak berat sebelah, dan bersifat fleksibel. Pada saat yang satu tidak mampu mengerjakan maka yang lain dapat menggantikan, dan sebaliknya.

Keluarga besar memainkan peranan penting dalam kehidupan berumah tangga di Indonesia. Pernikahan sebagai salah satu prosesi untuk masuk dalam kehidupan komunalitas keluarga besar. Dalam situasi ini, Ibu dan calon pasangan sama-sama memiliki anak. Penyesuaian yang dialami oleh anak juga perlu dipertimbangkan. Penting untuk saling menerima dan saling mendukung untuk masuk dalam lingkaran keluarga besar masing-masing. Keluarga besar berfungsi sebagai support sistem, apabila ada hal-hal buruk yang terjadi dalam kehidupan. Ini juga merupakan upaya perlindungan bagi perempuan dan anak. Dengan hubungan dekat antar keluarga, akan tercipta kebersamaan yang memberi perlindungan dan keamanan baik secara fisik maupun psikologis. Keamanan adalah kebutuhan mendasar yang akan mendukung perkembangan keluarga ke depan.

Penyesuaian seksual juga akan terjadi. Kepedulian terhadap kesehatan reproduksi diri sendiri maupun pasangan sangat diperlukan. Hal ini akan menumbuhkan sikap saling memahami situasi dan kondisi pasangan, mengkomunikasikan situasi dan kebutuhan seksual secara sehat, serta menghindarkan dari perilaku beresiko seperti bergonta-ganti pasangan seksual, penggunaan obat-obatan atau pun benda yang membahayakan, dan sebagainya. Komunikasi yang sehat ini juga mendukung pola hubungan yang lebih baik.

Poin penting dari penyesuaian-penyesuaian pernikahan di atas adalah komunikasi yang sehat antar pasangan dan ada kesepakatan. Dalam berbagai hal perlu ada musyawarah dan pengambilan keputusan bersama.

Pada akhirnya, semua keputusan ada di tangan Ibu. Dengan membaca uraian di atas dan dengan pertimbangan keluarga besar, Ibu dapat membuat pertimbangan sendiri dengan lebih matang. Meskipun demikian, segala pilihan tentu mengandung manfaat dan resiko. Yang penting Ibu siap untuk mengambil keputusan yang tegas dan menjalankan keputusan tersebut dengan bertanggung jawab. Demikian, semoga bermanfaat.

Read 9900 times
46793445
Today
This Week
This Month
Last Month
All
2154
28102
301812
343878
46793445