Minggu, 27 April 2014 02:06

Diskusi: Gerakan Laki-laki Baru

Oleh: Megafirmawanti
email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Jumat 25 April 2014, tepatnya pada pukul satu siang, kurang lebih 20 orang sedang duduk bersama di Aula Rifka Annisa. Wajah mereka tampak ceria dan bersemangat. Mereka tengah menunggu diskusi bersama Nur Hasyim, alias Mas Boim, temanya tentang politik maskulinitas. Sebagai pembicara, Mas Boim yang baru pulang dari Australia itu membuka obrolannya dengan tawa renyah dan sapa hangat kepada peserta diskusi.

Dalam pembukaan materinya, Mas Boim mengingatkan tentang sejarah lahirnya gerakan laki-laki peduli, gerakan laki-laki baru, ataupun konseling laki-laki. Mas Boim membuka memori para peserta diskusi, bahwa gerakan-gerakan diatas lahir karena adanya interaksi laki-laki dengan gerakan feminisme. Interaksi tersebut kemudian melahirkan kesadaran, bahwa struktur sosial melahirkan dominasi laki-laki atas perempuan. Kesadaran tersebut akhirnya tidak berbatas pada kesadaran personal, tetapi melahirkan gerakan yang terorganisir, sehingga lahirlah gerakan seperti laki-laki baru, laki-laki peduli.

Mas Boim melanjutkan dengan bertanya kepada para peserta perempuan. “Apakah perempuan merasa terganggu dengan adanya gerakan laki-laki?” tanyanya. Seperti memberikan jeda untuk berpikir, Mas Boim melanjutkan lagi, “apakah perempuan merasa diambil lahan perjuangnnya oleh laki-laki?”.

Fitri Indra Harjanti, salah satu peserta diskusi tersebut menjawab bahwa pada dasarnya dia sepakat dengan adanya gerakan laki-laki dan sejenisnya. “Tetapi yang perlu diingat adalah pagarnya harus tetap sama, dalam artian tetap sama-sama memperjuangkan hak-hak perempuan”, katanya.

Tak hanya Fitri, Alimatul Qibtiyah yang juga hadir dalam diskusi tersebut mengomentari materi yang disampaikan Mas Boim. Menurut Alim, apapun gerakannya, jika memperjuangkan hak-hak kemanusiaan dan perdamaian dunia, maka marilah bersama memperjuangkan hal tersebut.

Berbagai komentar muncul dalam diskusi tersebut. Hingga sore menjelang. Diskusi tersebut diakhiri dengan penutup dari Mas Boim. Bahwa gerakan laki-laki baru haruslah tetap didiskusikan dan menjadi ruang terbuka bagi siapapun. Tak hanya itu, tuntutan agar laki-laki baru tidak menjadi sebuah ideologi baru juga perlu terus ada. “Karena pada dasarnya laki-laki baru adalah langkah strategis, bukan ideologis” kata Mas Boim.    

Minggu, 27 April 2014 02:01

Workshop: Menulis Rubrik Konsultasi

Oleh: Megafirmawanti
Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.


Hadirkan empati dalam rubrik konsultasi. Itulah salah satu materi yang disampaikan oleh Rina Widarsih dalam workshop: menulis rubrik konsultasi. Workshop yang diselenggarakan pada tanggal 25 April 2014 tersebut dihadiri oleh 16 peserta dari staf dan relawan Rifka Annisa.

Dalam paparan materinya, Rina menjelaskan bahwa paling tidak ada beberapa prinsip yang harus digunakan saat menjawab rubrik konsultasi, baik melalui kolom disurat kabar, email, ataupun facebook. Salah satu prinsip itu adalah prinsip mendengarkan. “Saat bertemu langsung dengan klien atau siapapun yang bercerita kepada kita, mungkin kita bisa memberikan perhatian melalui kontak mata, senyuman, atau hal lainnya. Tetapi berbeda ketika menjawab pertanyaan di rubrik konsultasi. Kita tidak bisa melihat lawan bicara kita secara langsung. Maka, dalam jawaban kita, sebisa mungkin menunjukkan perhatian atas penanya dan masalah yang sedang dihadapinya”, jelas Rina lebih lanjut.

Workshop yang berlangsung kurang lebih dua jam tersebut mengundang banyak respon. Agung Wisnubroto, salah satu peserta memberikan tanggapan. Menurut Agung, biasanya jawaban dalam rubrik konsultasi terkesan sangat berlebihan. “Misalnya kata-kata seperti ini: kami mengerti masalah yang ibu alami. Kata-kata seperti ini akan membuat kita terkesan sok tahu. Jadi hal-hal seperti itu perlu diperhatikan”, kata Agung.

Workshop yang bertempat di Aula Rifka Annisa tersebut tidak hanya menghadirkan tanya jawab, melainkan memberikan latihan kepada peserta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan konsultasi yang pernah masuk ke Rifka Annisa. Pada sesi penutup, Rina juga menambahkan bahwa perlunya supervisi pada setiap jawaban yang akan disampaikan kepada penanya. “Atau paling tidak, ada dua orang yang bersama-sama menjawab pertanyaan yang masuk, agar bisa berdiskusi”, tutup Rina.

Kamis, 24 April 2014 15:19

Foto Eye Cathing, Berita Makin Dilirik

Oleh : Ratnasari Nugraheni
Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Daya tarik sebuah artikel berita di website akan semakin dilirik oleh pembaca jika disertakan foto-foto menarik yang mewakili berita tersebut. Akan tetapi, terkadang foto-foto yang ada, kualitasnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Misalnya, fokus foto yang kurang baik akan menghasilkan foto yang berbayang. Inilah yang menjadi kendala pengelola website, termasuk pengelola website Rifka Annisa, ketika hendak mengunggah artikel berita.

Dengan dilatarbelakangi oleh hal-hal tersebut, maka diadakanlah workshop fotografi di aula Rifka Annisa pukul 10.30 WIB pada hari Rabu (24/4). Jumlah peserta yang hadir yakni 10 orang dengan narasumber Niken Anggrek Wulan. “Fotografi itu berhubungan dengan seni, objek, cahaya, dan kamera. Intinya bagaimana cahaya itu ditangkap oleh kamera”, ujar Niken di awal pelatihan.

Di dalam pelatihan tersebut, Niken menjelaskan bagian-bagian kamera, fungsi-fungsinya, pilihan menu yang tersedia, dan juga cara pemakaian kamera. Tak ketinggalan pula, tips-tips ketika menggunakan kamera. Beberapa di antaranya yakni: 1) Kalungkan kamera saat sedang memegang kamera; 2) Gunakan tangan kanan untuk memegang tombol-tombol fungsi kamera; 3) Posisikan jari telunjuk kanan untuk menekan tombol ambil gambar; 4) Sedangkan tangan kiri diposisikan untuk mengatur lensa; 5) Posisi kaki jangan sejajar, kaki kanan (kiri) berjarak selangkah di depan kiri (kanan) supaya lebih posisi badan lebih kokoh.

Tiwuk, salah satu peserta juga menambahkan, “Ketika kamera off dan itu di-packing ke dalam tas, sebaiknya diatur ke setting Manual Focus (MF), supaya fungsi Auto Focus (AF) tidak rusak.
Meskipun hanya berlangsung singkat, workshop fotografi ini dimaksudkan untuk menambah pengetahuan staff dan relawan Rifka Annisa agar semakin baik dalam meliput kegiatan, baik itu di komunitas, undangan acara eksternal, maupun kegiatan yang diadakan oleh Rifka Annisa.

Kamis, 24 April 2014 15:08

Waspadai Phedofilia disekitar Kita

Oleh : Diana Putri Arini
Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Kasus pelecehan siswa TK yang bersekolah di Jakarta International School  menjadi perhatian publik akhir-akhir ini.  Publik menjadi heran bagaimana mungkin sekolah yang bertaraf internasional dengan pengamanan ketat yang diawasi sekitar 3600 kamera cctv bisa menjadi tempat kejadian perkara pelecehan seksual. Ternyata 3600 kamera cctv itu tidak ada satupun yang diletakkan di pintu toilet atau koridor mengarah ke toilet. Hal inilah dijadikan titik buta (blind spot) pelaku untuk melakukan aksinya. Korbannya seorang anak TK berusia 5 tahun yang dilecehkan oleh 2 orang petugas kebersihan di dalam toilet.

Ibu si anak TK menyadari keanehan anak ketika anaknya menginggau dalam tidurnya, tidak berani ke toilet dan kembali mengompol. Sang anak tidak menceritakan kejadian tersebut sampai akhirnya guru sekolahnya menggunakan suatu cara khusus agar anak bercerita. Pengakuan si anak mengejutkan semua pihak baik orangtua, guru, masyarakat. Publik mengumpat bagaimana mungkin orang dewasa tega melecehkan murid TK tak bersalah.

Menurut psikolog Komnas Perlindungan Anak, pelaku pelecehan tersebut diduga mengidap phedofilia. Phedofilia adalah bentuk dari parafilia, parafilia sendiri didefinisikan sebagai gangguan dan penyimpangan seksual dimana rangsangan seksual muncul nyaris secara eksklusif dalam konteks objek atau individu yang tidak semestinya (Durrand,2006). Sedangkan pedophilia adalah ketetarikan seksual yang kuat terhadap anak-anak. Dalam sebuah survey, 12% laki-laki dan 17% perempuan menyatakan pernah disentuh secara tidak pantas oleh orang dewasa ketika masih anak-anak (Fagan, Wise, Schmict, dan Berlin, 2002). Sekitar 90% pelaku phedofilia adalah laki-laki dan 10% adalah perempuan.

Pelaku phedofilia biasanya adalah orang yang dikenal oleh anak-anak yang menjadi sasaran. Biasanya mereka menunjukkan itikad yang baik, perhatian yang khusus dengan cara memberikan hadiah yang disenangi anak-anak seperti permen, coklat, mainan. Ketika si anak mulai mempercayai pelaku, pelaku mulai melakukan pendekatan seperti mengajaknya ke tempat sepi, membuka celananya atau menyentuh bagian vital. Biasanya anak akan diancam jika mengadukan kejadian tersebut pada orang lain atau menyogoknya dengan hadiah yang diinginkan.

Jika anak tersebut adalah anggota keluarga pelaku, phedofilia itu disebut dengan incest. Phedofilia dan incest memiliki banyak kesamaan, korban phedofilia cenderung anak-anak yang masih belia dan korban incest cenderung gadis-gadis remaja yang mulai tampak matang secara fisik. Sebagai orangtua, pendidik, memang kita tidak bisa mengawasi anak-anak selama 24 jam agar tehindar dari pelaku phedofilia. Namun semenjak dini, anak-anak harus diajari untuk menghargai tubuh sendiri. Anak-anak sudah diajarkan bagian-bagian tubuhnya yang penting tidak boleh disentuh orang lain, dia diajarkan untuk bersikap waspada kepada orang lain apalagi yang memberikan perhatian khusus berlebihan padanya lalu menyuruhnya membuka bajunya.

Tidak bisa dipungkuri para korban pelecehan seksual di masa kecil akan menjadi pelaku pelecehan seksual juga di masa dewasanya, apalagi jika ditambah ketidakterampilan hubungan sosial dan pola perkembangan pubertas yang terganggu. Kasus pelecehan anak di sekolah bertaraf Internasional mengajarkan kita untuk bersikap waspada terhadap phedofil bisa terjadi di tempat yang dianggap aman untuk anak-anak.

Referensi :

Durand.,Barlow,. 2006. Intisari Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
    
Esnir,R/2014.JIS Buat Surat Edaran, Begini Isinya: http://www.tempo.co/read/news/2014/04/20/064571907/JIS-Buat-Surat-Edaran-Begini-Isinya

Noviansyah, A. 2014. Ibu Korban Pelecehan di TK JIS: Anakku Pahlawan. http://www.tempo.co/read/news/2014/04/18/064571568/Ibu-Korban-Pelecehan-di-TK-JIS-Anakku-Pahlawan diakses tanggal 23 April 2014
    
   

46413249
Today
This Week
This Month
Last Month
All
2019
87057
265494
306641
46413249