Akta Anak Luar Kawin

Written by  Selasa, 23 April 2019 14:26

Saya seorang Ibu yang memiliki anak perempuan berusia 22 tahun. Sudah dua tahun terakhir menjalin hubungan dengan seorang laki-laki dewasa berusia 36 tahun. Sejak awal laki-laki mengaku sudah bercerai dan memiliki anak. Saya mengijinkan hubungan mereka, karena saya melihat laki-laki tersebut sepertinya berniat baik. 

Masalahnya, sejak awal menjalin hubungan, saya sudah minta agar keluarganya datang baik-baik ke rumah untuk menjalin silaturahmi. Apalagi kalau dulu riwayatnya pernah menikah, kami hanya menjaga agar anak kami tidak terjebak permasalahan di kemudian hari. Namun dia selalu menunda-nunda dengan berbagai alasan. 

Pernah suatu ketika dia minta ijin untuk menikahi putri saya secara siri. Saya melarang, karena menurut saya kalau menikah harus sah secara agama dan negara. Saya sebenarnya sudah agak curiga dengan perilaku dia, karena pernah mendapati sms di HP anak perempuan saya, dia marah-marah, mencaci maki, dan mengancam putri saya yang dianggapnya tidak perhatian karena tidak membalas pesan pada jam kerja. Menurut saya hal itu tidak masuk akal karena di tempat kerjanya memang putri saya tidak diperkenankan memegang HP. Selain itu, saya juga curiga karena putri saya mengaku sering tidak punya uang, padahal dia bekerja dengan bayaran cukup baik. Ternyata memang pacarnya tersebut sering minta ditransfer. Saya sudah tidak sreg sebenarnya, dan putri saya juga sudah mengatakan bahwa tidak tahan menjalin hubungan dengannya, dan ingin mengakhiri saja. 

Beberapa waktu lalu putri saya jatuh sakit. Dan ketika kami bawa ke dokter, rupanya dia sedang hamil tiga bulan. Betapa hancurnya hati saya sebagai seorang Ibu. Setelah berbicara panjang lebar dengan putri saya, bagaimanapun dia harus kami rangkul. 

Kami sudah berusaha meminta pertanggungjawaban pacarnya, hingga mendatangi keluarga. Namun ternyata selama ini dia belum bercerai dan masih tinggal serumah dengan istri dan anaknya. Bahkan keluarganya angkat tangan, tidak mau ikut campur, karena selama ini sudah banyak masalah yang ditimbulkan. Kami juga mendapat informasi dari tetangga bahwa dia sering melakukan kekerasan pada istrinya. 

Setelah itu, dia tidak ada gelagat untuk menyelesaikan masalah. Bahkan mengelak bahwa anak yang dikandung putri saya adalah anaknya dan minta tes DNA. Kami khawatir jika putri saya tidak dinikahi, nanti anak yang dikandung ini tidak bisa punya akte. Mohon solusinya, apa yang sebaiknya kami lakukan? 

JAWAB 

Salam Ibu, kami ikut sedih dengan situasi yang menimpa putri Ibu dan keluarga. Kami juga salut dengan ketegaran Ibu untuk tetap memberikan dukungan dan merangkul putri Ibu yang sedang ditimpa masalah. Apa yang dialami putri Ibu adalah bentuk kekerasan dalam pacaran. Putri Ibu mengalami kekerasan psikis, dikekang, dikendalikan aktifitasnya, dicaci-maki, diancam, dan ditipu terkait status pernikahan. Kemudian juga kekerasan ekonomi, dengan dimintai sejumlah uang untuk membiayai hidup pacarnya, dan berbagai situasi tersebut membuat dia terjebak dan akhirnya mengalami kekerasan seksual sehingga menimbulkan kehamilan yang tidak dikehendaki. Pada dasarnya, putri Ibu sudah memiliki keinginan untuk melawan situasi tersebut dengan menyampaikan keinginannya untuk putus, namun terlanjur terjadi kehamilan. 

Keputusan keluarga untuk menolak pernikahan siri sudah tepat. Karena pernikahan siri tidak tercatat oleh negara, sehingga statusnya di mata hukum terhitung luar kawin. Hubungan di luar kawin tidak ada perlindungan hukum di Indonesia, sehingga menempatkan perempuan dan anak menjadi semakin rentan. 

Dalam situasi yang dihadapi putri Ibu, ada dua cara untuk melakukan pernikahan resmi. Yang pertama, pihak laki-laki bercerai secara resmi terlebih dahulu dengan istri pertamanya, baru kemudian melangsungkan pernikahan dengan putri Ibu dengan status sebagai duda. Atau yang kedua, melakukan pernikahan poligami, dengan berbagai persyaratan yang telah diatur dalan UU Perkawinan No.1/Th. 1974 Pasal 55-59. Salah satu persyaratan yang diatur adalah adanya ijin dari istri pertama. 

Terkait dengan akte anak apabila tidak terjadi pernikahan, maka ada status anak luar kawin. Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya, serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. 

Tata cara memperoleh (kutipan) akta kelahiran untuk anak luar kawin pada dasarnya sama saja dengan tata cara memperoleh akta kelahiran pada umumnya, hanya tidak disertai kutipan akta nikah orang tua. Beberapa persyaratan yang diperlukan untuk mengurus akta kelahiran anak luar kawin antara lain : a) Surat kelahiran dari dokter/bidan/penolong kelahiran; b) Nama dan Identitas saksi kelahiran; c) KTP Ibu; d) Kartu Keluarga Ibu. Setelah dilengkapi persyaratan administrasinya maka pencatatan kelahiran tetap dilaksanakan. 

Apabila pencatatan hendak dilakukan di tempat domisili ibu si anak, pemohon mengisi Formulir Surat Keterangan Kelahiran dengan menunjukkan persyaratan-persyaratan di atas kepada Petugas Registrasi di kantor Desa atau Kelurahan. Formulir tersebut ditandatangani oleh pemohon dan diketahui oleh Kepala Desa atau Lurah. Kepala Desa atau Lurah yang akan melanjutkan formulir tersebut ke Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD), yang pada umumnya bernama Dinas Pendudukan dan Pencatatan Sipil, untuk diterbitkan Kutipan Akta Kelahiran, atau ke kecamatan untuk meneruskan Formulir Surat Keterangan Kelahiran kepada Instansi Pelaksana. Jika UPTD Instansi Pelaksana tidak ada, Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana/UPTD Instansi Pelaksana akan mencatat dalam Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran dan menyampaikan kepada Kepala Desa/Lurah atau kepada pemohon. Akta kelahiran anak luar kawin kedudukan hukumnya sama atau setara dengan akta pada umumnya. 

Keputusan untuk menikah atau tidak menikah, kembali pada putri Ibu dan keluarga. Namun berbagai pengalaman berinteraksi dengan pihak laki-laki, dan berbagai informasi yang diketahui kemudian dapat dijadikan pertimbangan. Apakah hal itu menunjukkan iktikad baik atau tidak. Sehingga, jika hubungan ini dilanjutkan ke jenjang pernikahan kira-kira akan menyelesaikan masalah atau menimbulkan masalah baru, dan apakah kekerasan yang sudah dilakukan akan berhenti di masa yang akan datang. Tidak kalah penting adalah menjaga kondisi kesehatan putri Ibu dan bayi yang dikandungnya, serta membekalinya dengan informasi yang benar seputar kehamilan dan kesehatan reproduksi, karena dari cerita Ibu tampaknya dia tidak menyadari kehamilan di awal dan kemungkinan masih awam terkait kondisi ini. 

Demikian jawaban kami, semoga dapat membantu sebagai bahan pertimbangan. Salam.

Read 11591 times
46421182
Today
This Week
This Month
Last Month
All
854
854
273427
306641
46421182