Mengapa Hanya Saya yang Disalahkan?

Written by  Rabu, 11 April 2018 13:28

 

NEGARA akan baik bila perempuannya baik. Begitu kira-kira ungkapan yang kerap kita dengar.

Sebuah ungkapan yang meletakkan perempuan sebagai penjaga moral bangsa. Atas dasar ungkapan itu, masyarakat sering kali meletakkan kesalahan kepada perempuan atas kemerosotan moral bangsa. Atas dasar ungkapan itu pula, perempuan akan mendapatkan sanksi lebih berat dari laki-laki atas perbuatan yang dinilai merusak moral bangsa, seperti pengalaman berikut ini.

Kasus:

"Halo Rifka Annisa, sebut saja nama saya Umi (30), pendidikan SMA, dan sekarang hidup saya menderita lahir dan batin. Namun, saya coba bertahan meskipun rasa malu menyelimuti kehidupan saya. Kalau saja bunuh diri tidak berdosa, saya ingin melakukannya lagi. Saya memang pernah mencoba bunuh diri, tetapi Tuhan masih mengizinkan saya terus hidup meski penuh penderitaan. Saya memang bersalah telah berpacaran dan melakukan hubungan yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang belum terikat hubungan suami-istri; tetapi apakah hanya saya yang disalahkan? Masyarakat tempat di mana saya tinggal mengusir saya, saya dianggap memalukan desa dan warga di sana. Masyarakat yang diwakili aparat setempat sudah menghukum saya dengan mengarak saya dalam keadaan tanpa busana sepotong pun, dengan alasan, itu merupakan bentuk hukuman dari desa untuk orang yang telah melakukan hubungan suami-istri tanpa ikatan sah. Dengan paksa pakaian saya dilepas secara bersama-sama dan menyuruh saya berjalan sampai beberapa meter dengan ditonton warga setempat. Hukuman yang saya terima sangat kejam dan sangat menyakitkan, itu dilakukan di hadapan orangtua dan saudara saya. Orangtua saya tidak dapat berbuat apa-apa, hanya menundukkan kepala. Ibu yang baik, serasa gelap dunia ini dan semua menyalahkan dan tidak ada yang berpihak kepada saya. Sebetulnya saya sudah menolak laki-laki itu, sebut saja Yono. "Hubungan" itu memang sudah beberapa kali saya lakukan, namun pada setiap saat melakukan itu saya menolak dan ingin berteriak. Tetapi, Yono mengancam dan mengatakan, kalau berteriak warga akan mendengar dan kami dihukum. Saya bingung, ketakutan, dan tidak dapat berbuat apa-apa. Hubungan terjadi beberapa kali. Bila saya tolak, dia mengancam akan melapor kepada kepala desa. Yono adalah laki-laki yang sudah beristri. Sebelumnya warga memang sudah mengetahui dan memperingatkan saya, tetapi saya tidak dapat menolak bila Yono datang. Apakah Ibu juga akan menyalahkan saya seperti yang lain? Apa yang harus saya lakukan dengan masa depan yang sudah hancur? Ada beberapa warga yang tidak setuju dengan hukuman yang diberikan kepada saya dan dia juga yang melaporkan kepada pihak berwajib. Sidang sudah berjalan dan tujuh orang yang menjadi "dalang" yang kebetulan semua adalah pengurus dan aparat dusun sudah diberi hukuman. Namun, untuk ketenteraman saya lebih baik meninggalkan dusun. Orangtua saya juga masih sering diteror dan tidak tenteram. Apakah adil hukuman yang telah saya terima dengan mengarak dan melepas semua pakaian saya. Mengapa hanya saya yang disalahkan?"

(Umi di Kota W)

Jawaban:

  • Umi, apa yang kamu alami dan yang telah dilakukan masyarakat tempat kamu tinggal sungguh di luar batas perikemanusiaan.

Apa pun alasannya, aparat setempat tidak seharusnya memberi hukuman seperti itu. Kebijakan lokal yang sering mengatasnamakan hukum adat memang dikenal di masyarakat adat, namun harus memenuhi ketentuan-ketentuan tentang berlakunya hukum adat. Pertama, hukum adat harus benar-benar merupakan cerminan dari kesepakatan bersama dari warga masyarakat adat. Kedua, berlaku secara terus-menerus. Ketiga, diputuskan kepala adat dan tidak bertentangan dengan asas keadilan dan kemanusiaan. Selain itu, di Indonesia ada aturan hukum yang disepakati, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), sehingga aturan hukum adat atau kebijakan lokal tidak berlaku bila bertentangan dengan Kitab Undang-undang tersebut.

Umi yang baik, terlihat jelas cara penyelesaian kasus Umi oleh masyarakat desa bersifat diskriminatif terhadap perempuan karena meletakkan Umi sebagai pihak yang bersalah dan perlu mendapat sanksi, sementara Yono terbebas dari segala tuntutan dan sanksi.

Perasaan diperlakukan tidak adil adalah perasaan yang tidak salah karena memang senyatanya Umi diperlakukan tidak adil oleh masyarakat. Dengan demikian, ditilik dari prasyarat berlakunya hukum adat, maka klaim masyarakat desa menjatuhkan sanksi kepada Umi sebagai wujud pelaksanaan hukum adat tidak dapat diterima karena jelas-jelas bertentangan dengan asas keadilan dan kemanusiaan.

Selain tidak terpenuhinya syarat keadilan dan kemanusiaan, apa yang dilakukan aparat desa terhadap Umi bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia karena menurut KUHP (Pasal 281), tindakan masyarakat yang telah menelanjangi dan mengarak bugil tersebut termasuk sebagai perbuatan pelanggaran kesusilaan (yang biasanya kita kenal dengan pelecehan seksual). Maka, dalam konteks penegakan hukum, keberanian dan inisiatif beberapa warga desa yang melaporkan peristiwa tersebut kepada pihak yang berwajib patut dihargai.

Peristiwa yang kamu alami sudah beberapa kali kami temui, korban tidak dapat berbuat apa-apa karena ancaman pelaku yang akan melaporkan kepada warga setempat. Lebih-lebih sanksi sosial yang berlaku sering kali meletakkan perempuan sebagai pihak yang bersalah karena dianggap sebagai pencetus pelanggaran atas norma masyarakat tersebut.

Pandangan ini tidak dapat dilepaskan dari stereotip atau cap negatif masyarakat bahwa perempuan itu penggoda atau perayu sehingga bila terjadi pelanggaran kesusilaan dengan serta-merta perempuan dituduh sebagai biang keladinya.

Sebenarnya kami sangat menghargai dijunjungnya kebijakan lokal dalam masyarakat karena hal tersebut mencerminkan adanya kepedulian warga masyarakat terhadap lingkungannya. Namun, selama tidak ada pemahaman tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan, maka dikhawatirkan kejadian seperti yang kamu alami akan terus terjadi.

Umi, tindakanmu untuk pergi dari dusunmu sementara waktu demi keselamatan dan "pemulihan trauma" memang sudah tepat. Adakalanya memang seseorang yang menghadapi masalah berat terpaksa harus mundur sejenak untuk menyiapkan langkah berikutnya. Oleh karena itu, cobalah untuk tidak menyalahkan diri sendiri. Jadikanlah simpati dari sebagian masyarakat yang telah membelamu sebagai pendorong semangat untuk memulihkan rasa percaya dirimu. Percobaan bunuh diri yang kamu lakukan bukanlah jalan keluar, masa depanmu masih panjang.

Berkenaan dengan hubunganmu dengan Yono, dilihat dari sudut apa pun tidak menguntungkan. Toh, seperti yang kamu tuturkan, seluruh peristiwa yang terjadi tidak atas kerelaanmu. Artinya, Yono selalu memaksakan kehendaknya atas kamu, maka menjadikannya sebagai pengalaman dan pelajaran hidup adalah keputusan yang patut kamu pertimbangkan. Bila di kemudian hari Yono tetap memaksamu, saatnya kamu bersikap tegas untuk menolak. Bila Yono mengancam, jangan segan-segan melaporkan kepada aparat hukum. Selamat menyambut masa depan yang gemilang.

Salam dari Rifka Annisa. 

Kompas, Senin 01 Desember 2003

Read 11065 times Last modified on Rabu, 11 April 2018 14:48
46777366
Today
This Week
This Month
Last Month
All
688
12023
285733
343878
46777366