Curiga dengan Istri yang Bekerja

Written by  Kamis, 08 Februari 2018 00:42

 

Halo Rifka Annisa, saya B dari Yogyakarta. Saya sudah menikah dengan istri saya kurang lebih lima tahun. Dari awal menikah, saya tidak menyangka akan menghadapi masalah rumah tangga. Masalah bermula ketika istri memutuskan bekerja kembali, karena untuk menambah kebutuhan rumah tangga kami dan dua anak kami. Awalnya saya tidak masalah dan mengijinkan ia bekerja. Saya sendiri bekerja sebagai buruh bangunan, sedangkan istri saya menjadi karyawati bagian keuangan di sebuah kantor di Yogyakarta. Memang, pekerjaan saya sebagai buruh kadang cukup, kadang juga tidak. Tapi saya pikir lumayan bisa menutupi kebutuhan ketika kami hidup sederhana saja. Akhir-akhir ini saya rasa dia kesulitan untuk membagi waktu antara bekerja dan mengasuh anak. Seringkali pulang mepet maghrib, dan kadang-kadang lembur, dan kurang waktu untuk mengasuh anak. Sebagai suami, saya kadang mengecek HP-nya supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Saya juga sering cek, dengan cara menelepon dan menanyakan via WA/SMS. Tapi menurutnya saya terlalu sering mengganggunya. Bagaimana menurut Rifka Annisa? Saya hanya ingin keluarga kami tetap menjadi keluarga yang baik-baik. Terimakasih. (B dari Jogja)

Jawab :

Terimakasih Bapak B di Yogyakarta. Seiring jaman, tuntutan terhadap keluarga makin banyak. Mulai dari kebutuhan sekolah, rumah, sampai dengan rekreasi. Keluarga dituntut kreatif untuk menyiasati berbagai kebutuhan tersebut. Setiap keluarga berusaha bertahan dengan menentukan prioritas kebutuhan dan mencari tambahan pendapatan agar tidak besar pasak daripada tiang. Karena itu, kemudian terjadi perubahan sosial dimana tidak hanya ayah yang bekerja mencari nafkah, tetapi juga ibu. Tetapi di sisi lain, pola pikir masyarakat kadang-kadang tidak beranjak dari pola pikir tradisional, dimana ada pembagian peran yang saklek atau baku dalam rumah tangga yakni ayah bekerja di luar, ibu bekerja di rumah mengasuh anak. Sebenarnya, pola tersebut tidak bermasalah apabila tidak dibakukan. Tetapi ketika , hal itu menjadi bermasalah. Di satu sisi, laki-laki menjadi rendah diri ketika pendapatannya kurang banyak atau lebih rendah dari si perempuan. Di sisi lain, perempuan mengalami beban ganda, yakni bekerja di luar rumah, tetapi tetap dibebani semua pekerjaan rumah tangga, termasuk mengasuh anak, sehingga rentan mengalami kelelahan. Kewajiban menyeimbangkan karir dan pekerjaan rumah tangga hanya dibebankan pada perempuan. Dari cerita Bapak, sebaiknya perlu digali kembali dan berdiskusi dengan istri di saat waktu santai, tentang bagaimana sebenarnya pekerjaan istri, dan bagaimana perasaannya terhadap pekerjaan dan mengerjakan pekerjaan rumah. Kemudian soal mengecek HP karena curiga, rentan memicu pertengkaran karena istri merasa tidak dipercaya dan menunjukkan sikap resisten. Cobalah berbicara dengan istri dari hati ke hati mengenai kekhawatiran Anda dan mencari solusi bersama. Demikian Bapak B, apabila Bapak ingin berkonsultasi lebih lanjut, Bapak B dapat berkonsultasi dengan konselor laki-laki kami. Atau apabila Bapak berminta untuk konseling berpasangan dengan istri, Bapak dapat menghubungi kami.

 

Harian Jogja, 2 November 2017

Read 10437 times Last modified on Rabu, 14 Maret 2018 14:20
46780657
Today
This Week
This Month
Last Month
All
3979
15314
289024
343878
46780657