Gunungkidul- "Bullying merupakan Segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus", jelas salah satu tim pendidik sebaya SMKN 1 Saptosari Gunungkidul dalam acara sosialisasi pencegahan bullying di sekolah pada hari Jumat, 25 Agustus 2017 lalu. Acara yang diikuti oleh 44 peserta ini, dipandu langsung oleh Ihsan dan Dita, anggota pendidik sebaya SMKN 1 Saptosari, sebagai Fasilitator sosialisasi.
Dalam upaya pencegahan kekerasan dikalangan remaja Rifka Annisa selalu melibatkan remaja dalam kerja-kerjanya. Karena, kekuatan ‘peer Pressure’ dikalangan remaja seringkali berpengaruh pada perilaku-perilaku mereka. Rasa ingin tahu, ingin diterima oleh kelompok, diakui keberadaannya, merupakan ciri-ciri yang mewarnai perkembangan remaja. Ketika remaja memiliki teman sebaya yang berperilaku positif, maka ia akan terbiasa dengan hal-hal yang positif, tetapi ketika sebaliknya maka remaja juga akan rentan berperilaku negatif. Keterkaitan antara teman sebaya dengan perilaku remaja ini menjadi peluang penting untuk melakukan pendekatan kepada remaja.
Acara yang berlangsung selama 3 jam ini bertujuan untuk memberikan edukasi dan informasi kepada remaja terkait pencegahan bullying dikalangan remaja. Melalui sosialisasi ini remaja diharapkan dapat menjalin relasi dengan teman-teman sebayanya tanpa melakukan kekerasan maupun berkata kasar. Selain itu, sosialisasi ini juga berupaya memberikan ruang bagi remaja dalam meningkatkan kapasitas mereka sebagai fasilitator pendidik sebaya.
Rifka Annisa telah bekerjasama dengan SMK N 1 Saptosari, Gunungkidul untuk membentuk Tim Pendidik Sebaya melalui berbagai pelatihan. Sehingga, kegiatan sosialisasi dengan tema ‘ Pencegahan Bullying di Sekolah’ tersebut merupakan salah satu upaya lanjutan dari pelatihan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak bagi pendidik sebaya pada bulan Maret dan April 2017 lalu.
Setelah sesi sosialisasi, acara dilanjutkan dengan FGD (Focus Group Discussion). peserta sosialisasi dibagi menjadi 10 kelompok, dan setiap kelompok dipandu oleh satu aggota tim pendidik sebaya SMK N 1 Saptosari, Kabupaten Gunungkidul. []
Wonosari – Jumat (17/08), Rifka Annisa bekerjasama dengan Tim Pendidik Sebaya SMKN 1 Wonosari untuk menyelenggarakan lomba mading. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya untuk menuangkan kreativitas remaja dalam menciptakan media-media kampanye pencegahan kekerasan di sekolah. Kegiatan yang bertempat di aula SMK N 1 Wonosari ini melibatkan sekitar 52 murid kelas X, yang terdiri dari 13 kelompok sebagai perwakilan masing-masing kelas. “Pencegahan Bullying di Sekolah” menjadi tema yang diangkat dalam acara lomba tersebut.
Hasil diskusi bersama Tim Pendidik Sebaya SMKN 1 Wonosari, Rifka Annisa menemukan bahwa bullying telah menjadi persoalan yang dianggap wajar di kalangan peserta didik. Tidak banyak dari remaja yang benar-benar memahami resiko maupun dampak-dampak yang disebabkan akibat perilaku bullying. Melalui lomba mading ini peserta didik SMK N 1 Wonosari diharapkan dapat memahami resiko dan dampak bullying, serta dapat menghindarinya. Diharapkan kedepan, remaja dapat membangun relasi yang sehat dikalangan mereka, dan tidak melakukan kekerasan maupun berkata kasar. Lomba berlangsung selama 1 jam, kemudian dilanjutkan sesi presentasi oleh masing-masing kelompok. Setiap mading berisi kolong artikel, cerpen, puisi, pantun, karikaur, dan lain sebagainya.“Mencegah bullying harus melibatkan peran dari berbagai pihak di antaranya remaja, orang tua, dan sekolah,” jelas salah satu perwakilan dari kelompok 5. Selain itu, ia juga menambahkan bahwa bullying dapat dicegah dengan mengikuti berbagai kegiatan positif di kalangan remaja, serta berani melaporkan ketika melihat atau mendapat perilaku bullying dari orang lain. []
Penulis : Ana Widiati, mahasiswa magang dari Hubungan Internasional Universitas Brawijaya.
Rifka Annisa- Sekolah merupakan rumah kedua bagi peserta didik. Oleh sebab itu, peran sebuah sekolah tak mungkin bisa dilepaskan dari perkembangan peserta didik itu sendiri. Dari lingkup sekolah, guru kemudian juga menjadi aktor yang penting atau saka guru dari proses pembelajaran dan pendidikan di sekolah. Mereka adalah fasilitator bagi para murid sekaligus mampu menjadi inspirator, motivator dan panutan. Pengalaman membuktikan, peran dan perhatian guru tak hanya membuat murid berhasil dari segi kognitif, tetapi juga dapat menyelamatkan murid dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat cita-cita mereka. Sebaliknya, sikap abai dari guru terhadap muridnya dapat mengakibatkan semakin jauhnya murid menggapai cita-citanya.
“Seringkali saya menemukan ada murid perempuan yang tiba-tiba histeris. Setelah saya telusuri ternyata ada beberapa faktor yang menyebabkan perilaku tersebut, seperti kurangnya perhatian dari orang-orang disekitar”. Cerita tersebut disampaikan oleh salah satu guru SMK N 1 Gedangsari pada acara diskusi reguler bersama Rifka Annisa pada hari Jumat, 18 Agustus 2017 lalu. Kegiatan yang berlangsung di ruang pertemuan SMKN 1 Gedangsari ini mengundang 11 guru alumni Workshop “Sistem Berbasis sekolah untuk Pencegahan dan Penanganan kekerasan di Sekolah” yang diadakan oleh Rifka Annisa pada awal tahun 2017.
Diskusi tersebut merupakan lanjutan dari program pencegahan sekaligus penanganan kekerasan seksual serta penikahan usia anak yang melibatkan sekolah dan komunitas di 4 kecamatan (Wonosari, Saptosari, Gedangsari, dan Ngawen). Melalui kerjasama dengan SMK N 1 Gedangsari, Rifka Annisa berupaya mendorong adanya sistem berbasis sekolah untuk pencegahan dan penanaganan kekerasan di sekolah yang tertuang dalam salah satu peraturan sekolah. Selain itu, diharapkan nantinya SMK N 1 Gedangsari dapat lebih berdaya, lebih inovatif dalam mengatasi persoalan serta melakukan upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dalam Upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Sekolah tersebut, Rifka Annisa berupaya melibatkan berbagai pihak, termasuk kepala sekolah dan guru baik laki-laki maupun perempuan. []
Yogyakarta – Rabu (09/08), Australian Consortium in Country Indonesia Studies mengadakan acara Non-Governmental Organization (NGO) Fair. Acara ini menghadirkan non-governemental organization dengan berbagai fokus isu yang ada di Yogyakarta. Tujuannya untuk memperkenal organisasi-organisasi tersebut secara lebih luas kepada masyarakat.
Sebagai salah satu organiasi, Rifka Annisa turut berpartisipasi dalam acara yang digelar di Ruang Yustisia, gedung University Club Universitas Gajah Mada. Rifka Annisa hadir sebagai pengisi stand. Organisasi-organisasi lain yang ikut berpartisipasi di antaranya adalah Satu Nama, RedR Indonesia, Yayasan Rumah Impian, Sahabat Perempuan, dan sebagainya. Organisasi-organisasi tersebut memiliki berbagai latar belakang isu yang diangkat mulai dari isu kemanusiaan, perlindungan anak-anak, ketenagakerjaan, kepedulian terhadap lingkungan, hingga kekerasan perempuan.
Rifka Annisa sendiri memperkenalkan kepada pengunjung NGO Fair mengenai isu-isu kekerasan terhadap perempuan berbasis gender di Yogyakarta. Selain itu, Rifka Annisa juga memaparkan mengenai program-program dan kerja-kerja yang telah dilakukan untuk mengupayakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan ketidakdilan berbasis gender. Acara tersebut cukup menarik perhatian mahasiswa dari universitas-universitas di Yogyakarta seperti Universitas Gajah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, dan sebagainya. Selain dikunjungi oleh mahasiswa dalam negeri, juga terdapat banyak mahasiswa asing yang tengah menempuh pendidikan di Indonesia.
“Iya, saya tertarik untuk menjadi relawan di Rifka Annisa,” ungkap Vanessa, mahasiswa asal Australia. Saat ini, ia tengah menempuh studi di UGM. Ia sangat antusias mengikuti NGO Fair dan tertarik untuk mendaftar sebagai relawan di Rifka Annisa pada tahun berikutnya setelah mendapatkan informasi yang lebih banyak terkait Rifka Annisa.
Penulis: Ana Widiawati (mahasiswa magang dari Hubungan Internasional Universitas Brawijaya).