Gerakan Aktivisme Perempuan Dalam Membangun Transformasi Sosial Sebagai Tafsir Emansipasi Perempuan Masa Kini Featured

Written by  Anisa Ferunika Tarisma Putri Sabtu, 06 Mei 2023 18:45

“ Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup  lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya “ - R.A Kartini

Potret realitas gerakan perempuan saat ini masih menjadi topik menarik untuk diulas dalam ruang dialektika mahasiswa. Pembelaan, kesetaraan, hingga kebebasan berekspresi perempuan masih senantiasa menggema di ruang publik. 

Semenjak peristiwa emansipasi perempuan, beragam corak gerakan perempuan yang kian tumbuh dan menjamur pada dunia sosial menjadi instrumen pergerakan perempuan dalam mencapai hak dan kedudukannya pada setiap bidang kehidupan sosial. 

Potret perjuangan Kartini untuk memperjuangkan hak perempuan dalam melepas belenggu patriarki sungguh luar biasa. Di mana masyarakat Indonesia dahulu dihidangkan dengan sebuah label stereotip yang memandang bahwa derajat kaum perempuan berada di bawah derajat kaum lelaki.

Bahkan belenggu patriarki yang sangat kental kala itu memberikan pandangan terhadap masyarakat bahwa perempuan merupakan makhluk inferior yang aktivitas sosialnya terbatas pada urusan dapur, kasur, dan sumur.

Budaya patriarki yang mengakar pada masyarakat Indonesia masa itu mengeruhkan tradisi keilmuan yang sifatnya egaliter pada tatanan masyarakat. Yang semestinya masyarakat mendapatkan hak untuk mendapatkan pendidikan tanpa adanya sekat gender, justru perempuan mengalami keterbatasan dalam mendapatkan hak untuk menyelami dunia pendidikan, di mana secara tidak langsung hal tersebut mendegradasi peran perempuan sebagai guru pertama bagi kehidupan anak (generasi). 

Segala aktivitas perempuan yang telah diatur dan ditata oleh adat harus ditempuh sesuai jalur adat yang telah dikonstruksi oleh masyarakat. Bias dari adanya konstruksi adat yang membangun kultur patriarki, hingga saat ini masih melekat dalam paradigma masyarakat yang memandang bahwa laki-laki merupakan aktor dengan dominasi peran sosial yang semestinya diduduki oleh seluruh masyarakat tanpa adanya kesenjangan gender. 

Dalam merespons gejala sosial tersebut, hingga saat ini emansipasi perempuan masih menjadi gagasan dan aksi yang hangat untuk membendung fenomena belenggu budaya patriarki.

Kata emansipasi memiliki arti pembebasan dari suatu penguasaan. Emansipasi perempuan yang diperjuangkan oleh Kartini berarti perjuangan untuk bebas dari budaya Jawa yang mengikat perempuan di kotanya saat itu (Mustikawati, 2015). 

Jika ditafsirkan dalam konteks realitas sosial masa kini, didapati bahwa dalam emansipasi perempuan terdapat gesekan kultur antara budaya tradisional (lokal) dengan budaya barat yang saling mendominasi dari masifnya asimilasi melalui pintu westernisasi. 

Gesekan kedua kultur yang saling mendominasi itulah yang menimbulkan percikan dilematis kaum perempuan dalam mengikuti arus perkembangan zaman. 

Perempuan masa kini senantiasa disuguhkan dengan arus tren barat yang masuk melalui sela globalisasi, dan di lain sisi perempuan harus memperjuangkan haknya tanpa menyurutkan marwah yang tersemat pada diri mereka. 

Itulah mengapa tafsir emansipasi perempuan Kartini masa kini menjadi manifesto untuk melawan dominasi kultur barat dan menyaringnya tanpa melenyapkan nilai-nilai profetik, moral, dan sosial keagamaan hingga kultur lokal (local wisdom).

Identifikasi atas persoalan yang terjadi pada potret emansipasi perempuan masa kini dapat diklasifikasikan menjadi tiga problematika yang penting untuk diulas, di antaranya adalah: 1) gersangnya wawasan perempuan mengenai lembaran sejarah perjuangan kaum perempuan; 2) redupnya peran perempuan sebagai agent of social criticism, dan; 3) deaktualisasi peran social feminism movement bagi dunia sosial. 

Ketiga persoalan tersebut menjadi perhatian penting bagi generasi bangsa terkhusus pada kalangan mahasiswa yang memiliki predikat sebagai agent of change untuk mengkaji dan memberikan transformasi pada tatanan sosial, di mana salah satunya ialah dalam mewujudkan dan menjaga “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” sebagaimana yang termaktub pada sila ke-5 Pancasila. 

Diskursus emansipasi perempuan menjadi hal yang menarik jika dikontekstualisasikan pada era globalisasi saat ini. Peran perempuan untuk mengisi ruang-ruang sosial dapat terbilang masif. Manifesto dari emansipasi perempuan hingga kini selalu menuai perubahan atas penafsiran masa kini. 

Hingga kini, perempuan menghadapi problematika variatif sebagai aktor sosial yang bergelut dalam bidang kehidupan. Westernisasi yang masuk memengaruhi perubahan pola hidup dan budaya perempuan, sehingga melunturkan nilai perjuangan perempuan akan kesadarannya sebagai makhluk yang memiliki potensi dan hak yang sama terhadap kaum lelaki.

Westernisasi yang lekat dengan nilai individualisme maupun materialisme pada gilirannya mengikis nilai solidaritas yang senantiasa dibutuhkan dalam upaya memperkuat gerakan perempuan. Pada satu titik, hal ini juga mencerabut perempuan Indonesia dari asal-usul historisnya dalam konteks sosial-budaya.

Adapun aktivisme perempuan sebagai sebuah wadah untuk menaungi pergerakan bagi kaum perempuan terhadap realitas sosial, menjadi suatu konfigurasi atas nilai dan kesadaran perjuangan perempuan dalam menciptakan sebuah transformasi sosial dengan pencerdasan terhadap dimensi sosial yang dinamis. 

Sebagai upaya dalam melangkah menuju transformasi sosial yang dipelopori oleh kaum perempuan, tentu nilai sejarah yang harus terdistribusikan kepada setiap generasi, peran perempuan sebagai agent of social criticism dan social feminism movement harus dijaga melalui instrumen gerakan aktivisme perempuan.  

Untuk itu, tafsir emansipasi perempuan menjadi sebuah upaya kontekstualisasi perjuangan perempuan terhadap perlawanan budaya-budaya barat yang perlahan mendegradasi nilai-nilai spiritual, intelektual, dan emosional perempuan sehingga tetap lestari terjaga dengan paradigma emansipatif akan perjuangan hak-hak perempuan di mata masyarakat masa kini. 

Penguatan kesadaran bahwa perempuan memiliki hak dan kesempatan yang sama harus terus digaungkan guna mendorong keberhasilan kesetaraan yang diharapkan ke depannya. Emansipasi antarperempuan perlu terus dilestarikan dan memberikan inovasi menarik guna terwujudnya perempuan yang berdaya dan memberdayakan sesama. 

 

Referensi:

Mustikawati, C. (2015). Pemahaman Emansipasi Wanita (Studi Hermeneutika Makna Emansipasi Wanita Dalam Pemikiran R. A. Kartini Pada Buku Habis Gelap Terbitlah Terang). Jurnal Kajian Komunikasi, 65(5), 65–70.

 

*Anisa Ferunika Tarisma Putri

(Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah AR.Fakhruddin Yogyakarta)

Read 1035 times Last modified on Jumat, 28 Juli 2023 22:31
46385169
Today
This Week
This Month
Last Month
All
20823
58977
237414
306641
46385169