Banyak dari kita paham bahwa pengasuhan bukan menjadi peran ibu atau perempuan saja. Ayah atau laki-laki juga bisa terlibat dalam dan tentunya memiliki peran penting dalam pengasuhan. Tapi perlu dipahami bahwa keterlibatan pengasuhan oleh ayah tidak terbatas pada pemberi nasihat, mengantar ke sekolah atau menemani bermain. Pengasuhan oleh ayah bisa lebih luas ranahnya selayaknya yang dilakukan oleh ibu.
Ayah bisa dengan mudah menyusui anaknya karena ada teknologi yang bisa menyimpan ASI. Sekarang, ibu atau perempuan punya banyak ruang dan kesempatan untuk berkarir maupun bersosialisasi. Sehingga sudah sewajarnya keluarga melakukan kesalingan dalam pekerjaan rumah termasuk pengasuhan.
Jane B. Brooks (dalam Nefrijanti, 2018) berpendapat bahwa pengasuhan merupakan proses interaksi yang dilakukan orang tua untuk mendukung perkembangan anak. Ketika pengasuhan dipahami sebagai interaksi, maka hubungannya tidak satu arah saja. Dalam pengasuhan, anak maupun orang tua sama-sama belajar hal baru dan saling menerima dampaknya. Menariknya, ketika ayah terlibat dalam pengasuhan secara penuh, banyak dampak positif bagi anak, ibu maupun ayah itu sendiri.
Bagi anak, keterlibatan ayah dalam pengasuhan dapat mempengaruhi kesehatan fisik maupun mental seorang anak (Wahyuningrum, 2011). Ketika ayah terlibat dalam pengasuhan, anak laki-laki akan memiliki pemahaman tentang nilai kesetaraan gender. Sedangkan anak perempuan akan memiliki pandangan tentang laki-laki yang peduli dan supportif. Pengalaman bersama sosok ayah dan ibu dalam pengasuhan tentunya bisa menjadi bekal positif bagi anak ketika mereka dewasa dan bersosialisasi atau menjalin hubungan.
Bagi perempuan/ibu, peran suami bekerja sama melakukan pengasuhan dapat meringankan beban berlebih yang biasanya terjadi. Studi dari berbagai negara menemukan bahwa ketika suami hadir mendampingi proses pra-kelahiran hingga waktu kelahiran, istri mengalami persalinan yang lebih aman dan mengurangi risiko depresi pasca-persalinan. Selain itu, para perempuan di berbagai negara mengaku lebih puas dalam hubungan mereka ketika pasangan atau suami banyak terlibat di rumah (Heilman, et al., 2016:47).
Bagi laki-laki/ayah, ketika ikut terlibat pengasuhan maka akan ada kecenderungan memiliki pola hidup yang lebih sehat. Banyak laki-laki merasa lebih puas dengan kehidupan mereka ketika bisa terlibat penuh dalam pengasuhan (Heilman, et al., 2016:47). Semakin banyak momen dilakukan bersama anak, semakin banyak pula laki-laki akan melakukan hal-hal positif seperti bergerak atau tidak merokok. Bahkan tingkah laku anak seringkali membuahkan tawa dan menjadi pelepas penat dari hari yang berat.
Bagi kualitas hubungan, melakukan pengasuhan tentunya bisa menambah momen bersama anak maupun pasangan. Ketika orang tua bisa dekat dengan anak, maka akan menumbuhkan kedekatan dan kepercayaan anak. Sehingga anak akan memiliki kecenderungan untuk terbuka dengan orang tua ketika ada persoalan di dalam hidupnya. Bukan menggunakan internet atau lingkungan pergaulannya yang bisa jadi kurang tepat untuk membantu menyikapi.
Banyak orang tua mengharapkan yang terbaik bagi anaknya namun tidak sedikit dari mereka yang kurang tepat memilih cara. Sekarang kita menyadari bahwa dalam keluarga perlu ada kerja sama dan saling peduli. Sebagai sebuah keutuhan, setiap anggota mempunyai peran. Ayah bukan hanya pencari nafkah. Ayah bukan lagi sosok yang suka marah-marah demi menjaga “wibawa”. Ayah juga punya peran di rumah. Karena ayah sama pentingnya dengan Ibu dan anak sebagai sebuah keluarga. Selamat belajar menjadi keluarga yang penuh cinta.
Referensi:
Heilman, B., Cole, G., Matos, K., Hassink, A., Mincy, R., Barker, G. (2016). State of America’s Fathers: A MenCare Advocacy Publication. Washington, DC: Promundo-US.
Nefrijanti. (2018). Definisi dan Pendapat Para Ahli tentang Pengasuhan (Parenting). Diakses pada 20 Juni 2020, dari https://pusatkemandiriananak.com/definisi-dan-pendapat-para-ahli-tentang-pengasuhan-parenting/
Wahyuningrum, Enjang. (2011). Peran Ayah (Fathering) Pada Pengasuhan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Universitas Kristen Satya Wacana.
Salam ta’dzim
Semoga Anda selalu dalam lindungan Yang Maha Kuasa, selalu dalam keadaan sehat di tengah krisis penularan virus Corona yang belum diketahui secara pasti kapan akan berakhir. Sebelumnya saya mohon maaf jika pesan terbuka saya ini membuat Anda tidak berkenan karena saya sadar, saya bukan siapa-siapa Anda, saya menulis surat terbuka ini karena semata-mata saya adalah juga seorang suami dan seorang ayah seperti halnya Anda. Jadi pada dasarnya surat ini juga saya tujukan kepada diri saya sendiri.
Sebagai seorang suami dan ayah, saat ini merupakan masa-masa yang berat dan sulit. Pola infeksi Corona yang terjadi melalui penularan dari orang ke orang lain mengharuskan kita untuk menjaga jarak sosial dan fisik. Sebagai konsekuensi dari hal ini, cara kita bekerja berubah, jika semula sebagian dari kita melakukan pekerjaan di luar rumah seperti di kantor dan tempat-tempat lainnya karena alasan menjaga jarak sosial dan fisik, sekarang kita harus melakukan pekerjaan di rumah, meskipun saya tahu bahwa banyak dari Anda memiliki jenis pekerjaan yang tidak dapat dilakukan di rumah. Konsekuensi lain dari berubahnya pola kerja ini adalah sebagian kita juga mengalami perubahan penghasilan (income).
Perubahan-perubahan mendadak ini tidaklah mudah bagi banyak suami dan ayah, entah sebagai pekerja harian, buruh pabrik, pegawai kontrak, bahkan aparatur sipil negara. Saat ini mungkin Anda cemas, merasa tak berdaya karena tidak memiliki kendali atas keadaan, atau Anda khawatir karena meskipun Anda memiliki tabungan namun idak dapat memastikan berapa lama Anda dan keluarga Anda dapat bertahan dengan tabungan yang Anda miliki saat ini jika pandemi ini terus berlanjut.
Para Suami dan Para Ayah yang baik, situasi di atas memang berat dan tidak mudah yang sedikit banyak akan mempengaruhi emosi, sikap dan perilaku Anda dalam berelasi dengan orang lain, tak terkecuali dalam relasi Anda dengan isteri dan anak-anak Anda di rumah. Dalam situasi seperti ini, mungkin Anda merasa seorang diri yang harus memikul beban berat ini, lalu memiliki pikiran bahwa isteri dan Anak-anak Anda tidak mengerti bahkan tidak peduli dengan situasi Anda. Pikiran-pikiran seperti ini yang kadang memunculkan rasa marah, sikap dan perilaku negatif bahkan kekerasan terhadap mereka yang Anda dicintai di rumah. Yakinlah bahwa isteri dan anak-anak Anda memahami situasi ini meskipun seringkali tidak diucapkan dengan kata-kata. Jika selama ini Isteri dan anak Anda nampak diam dan seakan tidak peduli, semata-mata karena isteri Anda mungkin tidak tahu apa yang harus dilakukan atau mungkin tidak ingin menambah beban Anda. Lebih-lebih dalam budaya masyarakat kita yang mamandang tanggungjawab para isteri adalah mengurus rumah dan anak-anak. Coba kalau kita memiliki nilai sosial dan budaya yang meletakkan tanggungjawab yang sama suami dan isteri dalam memikul beban keluarga baik nafkah maupun urusan rumah tangga dan anak. Mungkin situasinya akan berbeda.
Atas semua hal ini, para suami dan para ayah yang baik, menjadi penting untuk mengenali beratnya tekanan yang Anda pikul, mengenali cemas, khawatir dan takut yang Anda rasakan dan menerimanya sebagai hal yang manusiawi. Perlu kiranya Anda ungkapkan seluruh perasaan Anda ini kepada isteri dan anak-anak Anda tanpa khawatir terlihat lemah. Jika muncul kemarahan tak tertahankan atas situasi pandemi yang berat ini ambillah waktu (jeda) untuk menenangkan diri, hindari mengekspresikan kemarahan itu secara negatif apa lagi menggunakan kekerasan kepada isteri dan anak Anda karena hal ini tidak akan membuat beban Anda berkurang namun akan membuat masalah baru yang semakin mempersulit keadaan dalam situasi yang sudah sulit ini.
Sepertinya hanya ini yang ingin saya sampaikan dalam surat terbuka ini seraya berdoa semoga wabah ini segera berakhir dan kehidupan kita kembali seperti semula, sekali lagi mohon maaf jika surat ini membuat Anda kurang berkenan. Mari kita jaga diri kita dan keluarga agar tetap sehat fisik dan mental pada masa pandemi ini.
Salam Ta’dzim
Wedomartani, 29 Maret 2020
Nur Hasyim
Seorang Suami dan Ayah.
Anak biasanya lebih sering curhat ke ibu daripada ke ayahnya. Tak heran kadang seorang ayah bingung dengan apa yang sebenarnya sedang dialami oleh anak. Apakah ia sedang merasa sedih, malu, marah, atau takut. Ayah memiliki kapasitas yang sama dengan ibu dalam mengenal dinamika kehidupan anak-anak, termasuk perasaan-perasaan mereka. Saat anak bersedih, atau anak merasa takut akan sesuatu, bukan hanya tugas ibu seorang untuk menolong mereka mengatasi permasalahan tersebut.
Beberapa cara di bawah ini mungkin dapat digunakan Ayah dalam rangka menolong anak mengatasi perasaan-perasaannya.
Mengatasi Perasaan Bersalah Anak
Masalah 1 : Rasa bersalah yang semu
Suatu ketika, anak Anda bisa saja merasa sangat bersalah kepada teman-temannya karena ia tidak berhasil membawa nama baik kelasnya dalam pertandingan cerdas cermat di sekolah. Sepanjang hari ia tampak murung, dan terlihat menyalahkan dirinya sendiri karena begitu bodoh, tidak bisa membuat kelasnya menjadi juara. Pada saat anak merasa bersalah, yang perlu Ayah lakukan sebagai orang tua adalah menolong anak untuk membedakan apakah perasaan bersalahnya itu benar, ataukah sekedar perasaan bersalah yang semu.
Dalam kasus di atas, Ayah sebaiknya mendorong anak agar mau menceritakan kronologi tentang pertandingan tersebut. Anak perlu ditolong untuk menyadari bahwa dalam setiap pertandingan pasti ada yang kalah, dan itu adalah hal yang biasa. Kalaupun teman-temannya mempersalahnnya, itu hanya karena mereka merasa kecewa. Anda harus tekankan kepada anak, bahwa kekalahan dalam suatu pertandingan adalah sebuah kesempatan baginya untuk berlatih lebih keras lagi.
Masalah 2 : Rasa bersalah yang sebenarnya
Si kecil tanpa sengaja menumpahkan segelas susu di atas sofa teman Anda ketika bertamu. Bukan hanya Anda yang malu dan merasa bersalah pada teman Anda, si kecil pun merasakan hal yang sama. Sebagai ayah yang bijaksana, Anda seharusnya tahu persis bahwa kecelakaan tersebut merupakan siksaan bagi si kecil. Meski Anda rasanya ingin menumpahkan kemarahan pada anak, namun bertindaklah bijaksana dengan membantu mengarahkan perasaan bersalah anak ke arah yang tepat. Ajak segera si kecil untuk membersihkan tumpahan susu itu.
Setelah selesai, berbicaralah secara pribadi dengan anak. Katakan jika Anda tahu bahwa yang dilakukannya adalah sebuah kecelakaan yang tidak disengaja. Kemudian, minta anak untuk meminta maaf pada si pemilik rumah. Tentu saja bersama dengan Anda yang mendampinginya. Mengarahkan rasa bersalah bukan hanya menolong anak agar bisa membedakan antara perasaan bersalah yang benar dan yang semu, tapi juga mengasah hati nurani mereka agar mereka benar-benar merasa bersalah ketika mereka melakukan kesalahan.
Mengatasi Rasa Malu Anak
Di suatu pesta, anak Anda tiba-tiba menggandeng tangan seorang bapak yang memakai kemeja berwarna persis seperti yang dikenakan Anda. Tentu ia merasa sangat malu ketika sadar bahwa itu bukanlah ayahnya. Peristiwa ini mungkin terlihat lucu di mata Anda, tapi tidak untuk anak Anda.
Segera dekati anak Anda, dan ucapkan dengan nada bercanda bahwa dulu Anda pun pernah mengalami hal serupa dengannya. Ajak anak bersama-sama menertawakan kekonyolan yang pernah Anda berdua lakukan. Hal ini akan membuat hatinya ringan karena ia tahu ternyata bukan hanya dirinya yang pernah mengalami hal memalukan itu.
Ya, salah satu obat manjur untuk mengatasi rasa malu adalah menertawakan diri sendiri. Anak yang terbiasa hidup dalam keluarga yang dapat diajak tertawa bersama akan tumbuh menjadi anak yang memiliki sikap positif, bahkan ketika ia tanpa sengaja melakukan kesalahan-kesalahan kecil.
Mengatasi Rasa Sedih Anak
Masalah 1 : Rasa sedih yang disebabkan oleh faktor dari dalam
Si kecil terus-menerus menangis karena ia tidak diijinkan bermain ke rumah kawannya. Padahal sudah dijelaskan bahwa larangan tersebut diberikan karena ia masih memiliki PR yang harus dikerjakan.
Kesedihan dari dalam diri dapat diatasi dengan disiplin dan kelembutan kasih yang tegas dari Anda sebagai orang tua. Jelaskan pada anak bahwa percuma saja jika ia terus menangis, karena Anda tetap tak akan mengabulkan permintaannya. Katakan bahwa hal ini Anda lakukan karena Anda ingin ia belajar bertanggung jawab dalam menyelesaikan apa yang menjadi kewajibannya, yaitu membuat PR.
Masalah 2: Rasa sedih yang disebabkan oleh faktor dari luar
Anak Anda merasa sangat kehilangan neneknya yang baru saja meninggal. Ia mejadi lebih sering berdiam diri dan melamun. Menghadapi kesedihan yang disebabkan oleh hal di luar diri anak memang lebih sulit, apalagi jika anak belum sanggup memakai rasio untuk mengatasi kesedihannya. Dalam hal ini, Anda harus mendampinginya dan menerima kesedihan hatinya. Saat anak sudah tampak lebih siap, mulailah untuk membicarakan konsep kematian seperti yang terjadi pada sang nenek. Jelaskan dengan menggunakan kata-kata sederhana yang mudah dicerna oleh pikiran anak, hingga akhirnya ia dapat mengerti.
Mengatasi Rasa Takut Anak
Si kecil begitu ketakutan setelah bertemu dengan badut di sebuah taman bermain. Dia gemetar dan menangis ketika badut menghampirinya. Segera hampiri si kecil dan peluklah ia erta-erat. Kemudian ajak si kecil menjauh sambil menjelaskan tentang konsep badut yang sebenarnya hanyalah manusia biasa berbungkus topeng. Anda perlu menyadari bahwa seperti halnya rasa malu, rasa takut adalah perasaan negatif yang tidak mudah diusir dengan suatu perintah. Rasa takut datang begitu saja dan hanya dapat diusir jika ada rasa aman yang menggantikan posisinya.
Yang perlu Anda ingat adalah, ketika anak takut dan belum mampu menguasai rasa takutnya, ia perlu terlebih dahulu dijauhkan dari obyek yang menakutkannya. Memaksa anak untuk berani menghadapi obyek yang membuatnya takut hanya akan memperparah rasa takutnya. Jadi, ajaklah ia untuk melihat dan mengamati objek yang menakutkannya dari jauh, sambil Anda tetap menjelaskan hal-hal positif tentang objek yang ditakutinya.
Aditya Putra Kurniawan
Peneliti di Rifka Annisa WCC