Pandemi, Laki-Laki, dan Kontrasepsi

Written by  Jumat, 28 Agustus 2020 23:17

Covid-19 telah mengubah tatanan hidup masyarakat. Sejak pertengahan Maret 2020, pemerintah telah mengimbau masyarakat untuk #dirumahaja yang berarti seluruh kegiatan bekerja  dan belajar mengajar dilaksanakan di rumah.  Ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19 selain penerapan protokol kesehatan dan pemberlakuan physical distancing (menjaga jarak) di tempat umum. Namun, dengan segala usaha tersebut, kita semua tetap tidak tahu kapan pandemi ini akan segera berakhir. Ketidakpastian atas kapan kehidupan akan kembali normal seperti sedia kala menciptakan keresehan. Semua dituntut untuk harus segera beradaptasi dengan segala perubahan yang ada di depan mata.

Hakikat perubahan kehidupan disebabkan oleh masalah alam ataupun non-alam, salah satu contohnya seperti pandemi Covid-19 yang sedang terjadi saat ini. Adanya pandemi menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang harus ditanggung oleh semua orang. Konsekuensi itu pun juga muncul pada kehidupan rumah tangga, terutama pasangan usia subur. Salah satu dampak seperti pekerjaan yang mulai diusung ke rumah atau biasa disebut WFH (work from home) atau yang lebih tragis, pemutusan hubungan kerja, membawa konsekuensi bagi kehidupan rumah tangga. Terutama, jika dalam rumah tangga tersebut, salah satu atau keduanya mengamini bahwa peran laki-laki adalah sebagai pencari nafkah utama dan peran perempuan adalah sebagai pencari nafkah tambahan.

Bagi laki-laki yang sudah berumah tangga konsekuensi dari ketidaksiapan pada perubahan tatanan hidup yang sangat cepat ini adalah kondisi rumah tangga itu sendiri. Stres yang dipicu oleh perubahan tatanan hidup ini  akan berpengaruh pada pola hubungan dengan diri atau pun pada anak-anak. Dampak lain dari situasi pandemi ini adalah kehamilan. Seperti yang diwartakan Kompas.com dalam artikel Lebih dari 400.00 Kehamilan Baru Terjadi Selama Pandemi di Indonesia[1] tanggal 20 Mei 2020 bahwa Indonesia dikabarkan menghadapi ledakan kehamilan baru. Berita tersebut dikonfirmasi oleh dr. Hasto Wardoyo, SpOG selaku Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional pada hari Selasa, 19 Mei 2020. Pembatasan berskala besar membuat warga, tidak terkecuali suami dan istri berada di rumah dan melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan kontrasepsi.

Terkonfirmasi juga di Puskesmas Sentolo 1 yang disampaikan oleh Basiroh, selaku bidan koordinator, bahwa ia pernah mendapati pasangan suami istri yang mengalami kehamilan tidak diinginkan selama masa pandemi ini. Namun, pasangan tersebut akhirnya tetap memilih untuk melanjutkan kehamilannya, meski layanan yang diberikan oleh Puskesmas berbeda dari sebelumnya karena pandemi Covid-19. Sebelum pandemi, suami disarankan untuk terlibat dan masuk ke dalam ruangan selama pasien perempuan melakukan pemeriksaan, tapi karena keterbatasan tempat dengan adanya protokol kesehatan yang melarang berkumpulnya banyak orang dalam satu tempat, maka suami hanya bisa menunggu di luar ruangan. Akan tetapi, Puskesmas tetap memberikan layanan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) selama pandemi ini mengingat bahwa ibu dan anak butuh pengecekan kesehatan rutin.

Selama masa pandemi ini, layanan yang diberikan juga dibatasi kuota setiap harinya. Sebelum pandemi Covid-19 rata-rata yang mengakses layanan Puskesmas sekitar 25-30 pasien, sekarang dibatasi sekitar 16 pasien per hari. Itu pun pasien harus menjalani screening kesehatan, yaitu cek suhu tubuh dan jaga jarak di luar ruangan, setelah itu baru pasien bisa mendapatkan pelayanan kesehatan KIA. Untuk pemeriksaan menyeluruh bagi ibu hamil (ANC) yang awalnya diberlakukan di trimester pertama kehamilan, sekarang dilakukan pada trimester kedua saat kandungan berusia 20 minggu. Bidan Basiroh menjelaskan jika di awal kehamilan, kondisi ibu dan janin lemah dan rentan terhadap virus. Oleh karena itu, ibu hamil disarankan untuk tetap tinggal di rumah dan tidak kemana-mana untuk menjaga kondisi tubuh sampai usia janin dalam kandungan memasuki trimester kedua. Layanan kontrasepsi di Puskesmas Sentolo 1 tetap diberikan bagi akseptor. Namun, hanya kontrasepsi yang sifatnya hormonal, bukan berupa tindakan, misalnya KB suntik, pil, dan kondom. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir kontak dengan pasien.

Sebelum pandemi Covid-19, Puskesmas Sentolo 1 melakukan kerja sama dengan berbagai instansi untuk memberikan kursus bagi calon pengantin, mulai dari KUA (Kantor Urusan Agama) Sentolo, petugas penyuluh KB (PLKB), dan LSM  seperti Rifka Annisa. Untuk melakukan kegiatan ini pun pihak Puskesmas Sentolo 1, seperti yang dituturkan Basiroh, tetap memperhatikan protokol kesehatan dengan melihat peta sebaran Covid-19. Jika calon pengantin laki-laki berasal dari luar daerah, maka calon pengantin tersebut wajib menjalani karantina mandiri selama 14 hari atau mendapatkan surat sehat dari Puskesmas dari tempat asal calon pengantin tesebut. Kegiatan ini diharapkan akan mempersiapkan kedua calon pengantin dalam menapaki rumah tangga, mulai dari membangun fondasi keluarga, pemilihan alat kontrasepsi, sumber gizi dan resiko bagi ibu hamil-menyusui, serta sosialisasi pencegahan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Hal tersebut perlu diadakan karena lebih baik mencegah kekerasan daripada menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga.

Hal senada juga disampaikan oleh konselor hukum Rifka Annisa WCC, Nurul Kurniati, S.H. bahwa selama pandemi ini berlangsung, kasus kekerasan dalam rumah tangga yang didampinginya mengalami peningkatan. Berbagai macam bentuk kekerasan ia temui, mulai dari kekerasan fisik, ekonomi, serta kekerasan seksual. Pada beberapa kasus ditemui kekerasan yang berujung kehamilan tidak diinginkan. Hal tersebut tentu mempengaruhi kondisi ekonomi, kesehatan, hingga komunikasi antar suami-istri. Kondisi ini pun yang akhirnya memicu terjadinya berbagai macam kekerasan dalam rumah tangga.

Perceraian merupakan dampak lain dari kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga. Pengajuan cerai oleh pihak istri biasanya dipicu oleh perasaan tidak mampu untuk memperbaiki kondisi rumah tangga. Di lain sisi, suami juga merasa kebingungan dengan identitasnya sebagai laki-laki yang ideal menurut pemahaman umum. Dalam beberapa kasus, ada pihak suami yang mencoba untuk berefleksi diri dengan konseling. Sebuah harapan muncul, bahwa rumah tangga bisa dijalani kembali dengan versi “new normal”.

 

[1] Kompas.com. (2020, 20 Mei). Lebih dari 400.00 Kehamilan Baru Terjadi Selama Pandemi di Indonesia. Diakses pada 19 Maret 2019, dari https://www.kompas.com/sains/read/2020/05/20/110300923/lebih-dari-400.000-kehamilan-baru-terjadi-selama-pandemi-di-indonesia?page=all#page2

Read 1918 times Last modified on Jumat, 28 Agustus 2020 23:54
46394054
Today
This Week
This Month
Last Month
All
29708
67862
246299
306641
46394054