Liputan Diskusi Kekerasan Seksual Anak

Written by  Senin, 07 Juli 2014 03:55

Oleh : Ani Rufaida

Sarasehan bersama dengan komunitas PKK Desa Ngalang digelar pada Jumat pekan lalu (27/6) di Gedangsari. Kegiatan ini merupakan acara sosialisasi pencegahan kekerasan seksual terhadap anak, yang dilakukan Rifka Annisa bekerjasama dengan PKK Desa Ngalang.

Acara yang dihadiri oleh kader-kader perwakilan dari dusun ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan pengetahuan tentang pencegahan kekerasan seksual anak. Peserta diajak untuk mengenali korban usia anak serta mengenali modus yang dilakukan pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Acara ini difasilitasi oleh Nurmawati selaku Staf Pengorganisasian Masyarakat dan Advokasi Rifka Annisa. Nurma menanyakan kepada peserta mengenai hal-hal apa yang dipikirkan ketika mendengar kata ‘kekerasan seksual’. Tanggapan para peserta sangat beragam. Ada yang mengatakan, minder, JIS (Jakarta International School), kejahatan kemanusiaan, dan ketakutan di sekolah.

“Kondisi ini sangat mengkhawatirkan apalagi banyak terjadi di sekolahan”, ungkap Lia, peserta yang berprofesi sebagai guru pendidikan anak usia dini di Dusun Ngalang.

Nurma mengungkapkan berdasarkan data kasus kekerasan terhadap anak tahun 2013, terdapat 3.339 kasus dan sebanyak 525 kasus merupakan kasus kekerasan seksual. Pada tahun ini, 2014 (periode Januari-April), terdapat 459 kasus kekerasan seksual.

Nurma pun menambahkan bahwa kekerasan seksual terhadap anak merupakan segala perilaku yang terjadi antara orang dewasa dengan anak di bawah umur, hal ini bisa terjadi dengan kontak fisik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Modus yang dilakukan pelaku bisa dengan membelikan hadiah, melakukan aktivitas bersama, melakukan permainan yang menarik perhatian anak. Sebanyak 60% pelaku adalah orang yang dekat dengan korban.
Karekter pelaku pun bisa kita cermati, diantaranya pelaku adalah orang yang disegani anak baik karena suka maupun takut. Pelaku memahami dunia anak dan dinamika perkembangan anak, sehingga mudah mendapatkan kepercayaan anak. Pelaku mencari kepuasan dari kekuasaan menundukkan’ korban. Ini membuatnya menjadi merasa berharga.  

Kenapa anak? Anak adalah korban ideal karena tidak bisa melawan, anak ketika diancam dan diintimidasi tidak akan berani mengadu.
Nurma juga menceritakan pengalaman Rifka Annisa WCC mendampingi anak korban kekerasan. Sebagian besar dari mereka merupakan korban incest (kekerasan seksual yang dilakukan oleh keluarganya). Dampak yang terjadi pada anak yakni anak akan merasa kebingungan, merasa ketakutan maupun minder, takut bertemu pelaku, berubah sikap secara drastis, lebih mudah marah, lebih tertutup, lebih pendiam, lebih emosional, merasa bersalah, dan menjadi pendiam.

Apa yang bisa dilakukan? Sejak anak masih kecil, biasakan komunikasi yang terbuka dan hangat, Diskusikan sejak awal mengenai seksualitas yang disesuaikan dengan perkembangan usia. Pada anak praremaja dan remaja, dampingi mereka untuk menghadapi dorongan seksualitas, peer-pressure, dan media.

Tekankan bahwa tidak ada orang yang boleh menyentuh area privat mereka kecuali orangtua dan pengasuh saat membantu di kamar mandi. Kita perlu membedakan sentuhan baik dan sentuhan jahat yang dilakukan oleh orang di sekitarnya.

Serta ajarkan tiga langkah terhadap anak ketika ada yang akan melakukan sentuhan jahat dengan   menolak dan berteriak, lari sekencang-kencangnya dan secepatnya beritahu orang dewasa yang mereka percayai.

Hal yang perlu diwaspadai sebagai orang tua yakni mengenali perubahan pada diri anak baik perubahan fisik, infeksi dan penyakit, perubahan emosi dan psikis, serta perubahan sosial. Jangan lupa melapor kepada pihak yang merasa penting untuk terlibat.
Pada sesi akhir, acara ditutup dengan berbagai tanggapan dari peserta terkait tema kekerasan seksual terhadap anak.

Read 1352 times
46411625
Today
This Week
This Month
Last Month
All
395
85433
263870
306641
46411625