Oleh: Megafirmawanti
Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Pada Rabu pagi (18/6), tiga orang narasumber duduk di depan peserta Jogja Update dalam sebuah diskusi dan refleksi publik “Mencegah Kekerasan Seksual dengan Pemenuhan Hak Kespro dan Seksual di Yogyakarta”, yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Yogyakarta (PKBI DIY).
Tjatur Budiyanti, Ketua Forum Guru Peduli Kespro Bantul selaku salah satu narasumber memaparkan bahwa kasus kekerasan seksual yang terjadi di sekolah-sekolah DIY sangatlah banyak. Namun terkait pencitraan, “Terkadang pihak sekolah tidak membuka informasi tersebut kepada publik”, ungkapnya. “Perilaku seksual remaja itu sudah sangat WOW dan itu terang-terangan dilakukan di dalam kelas” ucap Tjatur menambahkan.
Tjatur memaparkan bahwa pemerintah telah berinisiatif agar kurikulum Kesehatan Reproduksi (Kespro) masuk ke kelas satu SD. Masuknya kurikulum tersebut akan memberikan pemahaman kepada anak tentang bagian tubuh mana yang boleh dan tidak boleh disentuh oleh orang lain. Dengan begitu, ia akan segera melapor ketika mengalami pelecehan seksual.
Tak hanya Tjatur, Rini Wedyastuti, Perwakilan Forum Orang Tua Peduli Kespro Kabupaten Kulon Progo, mengungkapkan bahwa salah satu penyebab kekerasan seksual adalah kurangnya pendidikan nilai-nilai agama dan budi pekerti yang luhur. Menurut Rini, kurangnya pendidikan seksual di usia dini menjadi penyebab terjadinya kekerasan seksual.
Dr. Anum dari Dinas Kesehatan Provinsi DIY memaparkan bahwa upaya pencegahan kekerasan seksual yang telah dilakukan oleh dinas kesehatan adalah mengupayakan adanya layanan kespro di setiap puskesmas di DIY. Indikator upaya ini terlihat dengan adanya puskesmas yang peduli terhadap layanan kesehatan reproduksi remaja.
Saat sesi tanya jawab, Retno sebagai salah satu peserta diskusi menanyakan perihal ketakutan para orangtua untuk menyekolahkan anaknya. Ketakutan yang dimaksud Retno adalah ketakutan pada sekolah-sekolah tertentu di mana siswinya pernah hamil atau siswi dan siswanya pernah terlibat narkoba. Menanggapi hal tersebut, Tjatur mengatakan bahwa pernah terjadi kehamilan siswi SMA yang sebenarnya telah hamil sejak SMP. Menurut Tjatur, sekolah bukan satu-satunya pihak yang disalahkan. “Keluarga, masyarakat, pemerintah dan media merupakan pihak-pihak yang seharusnya bertanggungjawab terhadap pendidikan kespro”, ungkap Tjatur.