Oleh : Ratnasari Nugraheni
E-mail : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Euforia pesta demokrasi yang diadakan setiap 5 tahun sekali selalu berbeda-beda. Di pemilu 2014 ini, kalangan kader partai politik membidik pemilih pemula yang mayoritasnya adalah remaja. Berdasarkan definisi Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemilih pemula adalah (1) remaja usia 17-21 tahun yang di tandai dengan kepemilikkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan mereka yang baru pertama kali memiliki pengalaman memilih dalam pemilu; (2) atau kalangan TNI/POLRI yang baru pensiun dan kembali menjadi warga sipil yang memiliki hak pilih.
Di setiap pemilu, kalangan pemilih pemula memang sudah banyak diincar oleh partai politik (parpol). Secara kuantitatif, jumlah pemilih pemula bisa menjadi penentu kemenangan parpol dalam pemilu, yakni sekitar 20-30% dari keseluruhan jumlah pemilih. Pada pemilu 2004, jumlah pemilih pemula mencapai 27 juta orang dari total 147 juta pemilih. Di tahun 2009, pemilih pemula mencapai 36 juta dari 171 juta pemilih. Sedangkan di tahun 2014, jumlah pemilih pemula meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik di tahun 2010, penduduk usia 15-19 tahun mencapai 20,9 juta orang, sedangkan usia 20-24 tahun 19,9 juta orang. Di pemilu 2014 ini terdata bahwa jumlah pemilih pemula mencapai 40%. Angka tersebut bukanlah angka yang kecil. Bayangkan saja ketika semua pemilih pemula menggunakan hak pilihnya pada satu parpol yang sama, dapat dipastikan kemenangan parpol berada dalam genggaman.
Pemilih pemula memang sangat potensial dalam mendulang perolehan suara parpol. Akan tetapi, potensi ini tidak dibarengi dengan pengetahuan dan pendidikan pemilih pemula yang cukup. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Yousure Fisipol UGM, 60% pemilih pemula belum pernah mendapatkan sosialisasi pemilu 2014 dan 65% pemilih pemula tidak mengetahui jumlah parpol peserta pemilu. Cukup memprihatinkan memang, di saat pemilu tinggal menghitung hari, suara pemilih pemula yang memiliki potensi memenangkan pemilu tak tahu harus di tujukan kepada siapa.
Tak banyak pemilih pemula yang mengetahui arti pentingnya menyalurkan suara mereka, dan tentu saja hal ini akan berdampak pada masa depan bangsa. Siapa wakil rakyat pada periode yang akan datang? Apakah mereka benar-benar dapat menyalurkan aspirasi rakyat atau malah hanya menggrogoti harta rakyat? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang seharusnya menjadi renungan para pemilih pemula. Di sinilah arti pentingnya para pemilih pemula menggunakan hak pilihnya. Mereka harus cerdas memilih dan menggunakan hak suara mereka kepada para kandidat yang benar-benar berkompeten. Jangan hanya mereka serta merta memilih golput dengan alasan tidak tahu pemilu dan politik.
Hadirnya ghost voter merupakan akibat dari pemilih yang memutuskan untuk golput. Data-data pemilih golput inilah yang disabotase oleh sejumlah oknum tertentu untuk berbuat curang dengan menggelembungkan suara pemilih. Bayangkan apa yang akan terjadi jika banyak pemilih pemula yang golput. Dengan tingginya jumlah pemilih pemula tentu saja hal ini menjadi keuntungan parpol nakal demi meraup suara yang lebih banyak. Tentunya, suara mereka akan tersalur pada sejumlah wakil rakyat yang tidak jujur.
Pemilih pemula harus cerdas memilih. Kritis dalam mencermati setiap kandidat wakil rakyat. Hal termudah yang dapat dilakukan para pemilih pemula adalah dengan mencari tahu. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencari tahu yakni bertanya, membaca, dan browsing melalui internet. Apa saja yang harus di cari tahu? Tentu saja riwayat para kandidat wakil rakyat mengenai kehidupan sosial dan pribadi mereka. Contohnya saja keterlibatan mereka dalam organisasi, pernah atau tidakkah mereka terlibat dalam sebuah kasus kekerasan atau kriminal lainnya, tak kalah penting informasi mengenai karakter dan watak kandidat. Dari hal-hal inilah para pemilih pemula dapat menjadi pemilih cerdas yang turut berperan dalam menentukan nasib bangsa. Kepada siapa negara ini akan dipimpin? Kembali lagi, pilihan ada di tanganmu.