Oleh : Laskmi Amalia
Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Yogyakarta- Bekerjasama dengan Rifka Annisa Woman Crisis Center, Aliansi Laki-laki Baru Yogyakarta mengadakan diskusi dengan tema “Gerakan Pelibatan Laki-laki untuk Keadilan dan Kesetaraan Gender serta Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Perspektif Feminis” yang diselenggarakan pada hari Kamis (27/3) bertempat di aula Rifka Annisa WCC. Diskusi yang menghadirkan tiga orang panelis yang terdiri dari Saeroni dari Aliansi Laki-laki Baru, Budi Wahyuni dari LBH APIK, dan Agustina Prasetyo Murniati yang berprofesi sebagai konsultan gender Yabinkan membahas mengenai peta arah pelibatan laki-laki dalam gerakan perempuan di Indonesia.
Diskusi yang berlangsung selama hampir tiga jam tersebut dibuka oleh paparan Saeroni mengenai proses dehumanisasi laki-laki yang terjadi karena ekses dari konstruksi budaya patriarki. Laki-laki yang dianggap gagal untuk memenuhi citra maskulinitas di mata orang-orang disekitarnya akan melampiaskan kekecewaannya dengan melakukan kekerasan sebagai salah satu mekanisme untuk mengembalikan kewibawaanya sebagai laki-laki. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rifka Annisa pada tahun 2012-2013 di tiga kota yaitu Purworejo, Jakarta dan Jayapura yang mencatat bahwa ada sekitar 27%-56% laki-laki yang mengaku pernah melakukan kekerasan fisik dan seksual terhadap perempuan.
Fakta-fakta inilah yang mendorong diperlukannya keterlibatan laki-laki dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan perjuangan menuju keadilan dan kesetaraan gender. Beberapa gerakan laki-laki yang sudah dibentuk di Indonesia antara lain adalah Aliansi Laki-laki Baru dan gerakan Laki-laki Peduli. Saeroni menegaskan bahwa dengan keberadaan gerakan laki-laki yang semakin populer di tengah masyarakat , gerakan ini tidak akan pernah mengancam gerakan perempuan, tetapi justru mendukung perjuangan perempuan. Hal ini dibuktikan dengan keharusan gerakan laki-laki untuk menginduk kepada gerakan perempuan yang sudah ada dan melibatkan perempuan dalam susunan organisasi serta kegiatan yang dilakukan. Selain itu, gerakan laki-laki haruslah mematuhi prinsip keadilan dan kesetaraan gender, criminal justice,hak asasi manusia, serta pendekatan kesehatan masyarakat.
Agustina Prasetyo Murniati atau yang biasa akrab dipanggil Bu Nunuk menggarisbawahi bahwa konstruksi patriarki yang bersifat destruktif timbul karena adanya ketimpangan sosiologis dan teologis yang dicampuradukkan. Hal ini menyebabkan perspektif patriarki mengakar kuat dalam pikiran dan perbuatan laki-laki. Oleh karena itu, pelibatan gerakan laki-laki diperlukan untuk mengubah perspektif kaumnya.
Pembicara terakhir yang menyampaikan paparannya adalah Budi Wahyuni atau yang akrab disapa Bu BW dari LBH APIK. Perempuan yang saat ini juga menjadi Ketua Pengurus Harian Daerah PKBI Yogyakarta ini menegaskan bahwa laki-laki menjadi aktor baru dalam gerakan pemberdayaan perempuan. Laki-laki harus didorong untuk terlibat aktif dalam usaha mencegah kekerasan terhadap perempuan dan menolak untuk berdiam diri terhadap kekerasan yang sering timbul. Sikap diam yang ditunjukkan oleh laki-laki ketika melihat kekerasan terhadap kaum perempuan juga merupakan kekerasan terhadap perempuan itu sendiri.
Pada akhir diskusi, Saeroni menyatakan bahwa gerakan laki-laki yang ada saat ini merupakan gerakan mempertanyakan diri sendiri dimana laki-laki yang selama ini mendapat perlakuan istimewa dari orang-orang disekelilingnya harus mau berbagi dengan kaum perempuan. Selain itu, gerakan laki-laki bukanlah ancaman bagi keberlangsungan gerakan perempuan tetapi menjadi gerakan bersama demi tercapainya dunia yang adil dan setara.