Oleh: Ratnasari Nugraheni
Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Kasus kekerasan seksual yang kian marak terjadi selalu menempatkan perempuan sebagai korban yang paling dirugikan. Komisi Nasional anti kekerasan terhadap perempuan sejak tahun 1998-2011 menerima 4845 laporan kasus perkosaan yang terjadi di Indonesia. Rifka Annisa sejak tahun 2009-2013 telah menangani 175 kasus perkosaan. Bahkan di awal tahun 2014, sudah ada 3 kasus perkosaan di kalangan remaja.
Korban-korban kasus perkosaan pun tak mengenal batasan usia, tak sedikit diantaranya adalah kaum anak-anak dan remaja. Pelakunya tak lain adalah orang-orang terdekat korban seperti pacar, keluarga, pasangan, dan tetangga. Hal-hal inilah yang menyebabkan korban lebih banyak diam dan enggan bercerita kepada orang lain karena pelakunya adalah orang terdekat mereka. Tak sedikit yang merasa terancam. Akibat yang diderita korban lebih banyak berhubungan dengan kondisi psikologisnya.
Pada fase awal, mereka cenderung menutup diri, pendiam, malu, rendah diri, tidak fokus/ konsentrasi, pasif, pasrah, dan suka bermimpi buruk dikejar pelaku. Pada fase tertentu, mereka mau terbuka karena sudah belajar untuk menerima keadaan tanpa penyesalan. Hal ini pun didukung dengan adanya support group. Kelompok ini dimaksudkan untuk mempercepat pemulihan korban yang memiliki nasib serupa. Selain itu, diperlukan adanya dukungan dari keluarga dan teman-teman.
Adapun beberapa langkah yang dapat ditempuh oleh korban kasus kekerasan seksual adalah: (1) setelah kejadian, jangan mandi terlebih dahulu akan tetapi pergilah ke puskesmas dan lakukan rekam medis, perkiraan biayanya sekitar Rp. 30.000,-; (2) Simpanlah semua barang bukti seperti bekas bercak darah atau sperma di pakaian; (3) Ceritakan pada orang yang dipercayai; (4) Jangan menyalahkan diri sendiri.