Oleh : Niken Anggrek Wulan
Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Terdengar suara riuh di ruang D2 di SMK 1 Gedangsari, Gunungkidul. Pagi itu, Dewi Julianti, fasilitator Rifka Goes to School tengah bertanya pada murid, apakah ada yang mulai menyukai lawan jenis. Ada yang malu-malu, tetapi banyak yang kemudian tak sungkan menyampaikan pendapatnya. Rifka Goes to School (RGTS) merupakan acara sosialisasi ke sekolah yang diadakan oleh Rifka Annisa, terkait dengan isu-isu penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Fasilitator yang akrab disapa Ulie itu menjelaskan bahwa menyukai lawan jenis merupakan hal wajar ketika mereka beranjak remaja. “Hanya saja, ada beberapa hal yang perlu diwaspadai ketika itu, termasuk ketika menjalin relasi dengan lawan jenis,” jelasnya. Murid-murid dari kelas X jurusan pemasaran itu kemudian diajak berdiskusi lebih lanjut tentang risiko menjalin pacaran yang tidak sehat. Ada berbagai tipe-tipe kekerasan dalam pacaran, mulai dari kekerasan fisik, psikis, seksual, sosial, dan ekonomi. Murid yang aktif menimpali apa yang dipaparkan oleh fasilitator membuat RGTS siang itu meriah.
RGTS yang diadakan pada 7 Maret 2014 lalu itu juga lebih meriah karena ada tamu dari Jerman, Christiane Schulte dan Yuni Kurniyatiningsih, dari AWO Internasional. Seusai acara, para murid meminta Christiane untuk berfoto bersama. Seusai berkunjung ke SMK 1 Gedangsari, tim dari Rifka Annisa dan AWO Internasional bersilaturahmi ke Dukuh Ngalang, Kecamatan Gedangsari. Sesampainya di rumah Dukuh, Christiane yang menjabat koordinator kerjasama pembangunan dari AWO Internasional itu bertanya soal apa saja kegiatan yang dilakukan warga Dukuh Ngalang, termasuk kegiatan dengan Rifka Annisa.
Dukuh Ngalang, Siswanto, dengan ramah bercerita soal perubahan-perubahan yang terjadi setelah Rifka Annisa mengadakan kelas ayah di dukuh-nya. “Kalau dulu (saya) nyuci malu, sekarang enggak lagi. Dulu tahunya ya itu pekerjaan perempuan saja,” ungkapnya. Ia bercerita bahwa cara pandang para peserta terhadap pembagian peran di dalam keluarga mulai berubah. Mereka lebih perhatian terhadap istri, terutama dalam menjalankan peran-peran dalam rumah tangga.