Tanam Pisang dan Gedangsari Bebas Pernikahan Usia Anak

Written by  Rabu, 05 Maret 2014 14:20

Oleh: Niken Anggrek Wulan
Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

“Dukuh Gedangsari?” | “Yes!”
“Nikah Dini?” | “No!”
“Tanam Pohon Pisang?” | “Nggiiiih....”

Itulah pekik yang dilontarkan oleh Dukuh se-kecamatan Gedangsari, Gunungkidul, dalam deklarasi yang bertujuan menekan angka pernikahan usia anak di Balai Desa Gedangsari, 4 Maret 2014 lalu. Selain mendeklarasikan Gedangsari Bebas Kasus Nikah Usia Anak tahun 2015, mereka juga berkomitmen mendorong pengantin baru untuk wajib menanam lima pohon pisang. Pisang atau ‘Gedang’ adalah buah yang menjadi ikon Kecamatan Gedangsari.

Penanaman pohon pisang merupakan salah satu terobosan untuk turut menekan angka pernikahan usia anak. Sebab, pernikahan usia anak tidak hanya disebabkan faktor individu, tetapi juga didorong keadaan ekonomi yang kurang mencukupi. Masih saja ada anggapan bahwa menikahkan anak adalah salah satu solusi untuk melepaskan anak dari ketergantungan ekonomi orangtua. Diharapkan dengan menanam pisang, sebuah keluarga mendapatkan tambahan makanan dan pendapatan. Apalagi, ketika pisang diolah menjadi berbagai macam makanan.

“Di Gedangsari terdapat 200 pernikahan tiap tahun,” jelas Camat Gedangsari, M Setyawan Indriyanto SH MSi. Artinya, apabila pengantin menanam 5 pohon pisang, setiap tahunnya terdapat 1.000 pohon pisang baru. “Setelah hasilnya dipetik, pohon pisang akan menumbuhkan tunas baru, sehingga rantai ekonomi untuk menghasilkan pisang terus berjalan,” tambahnya.

Di Kecamatan Gedangsari, kasus pernikahan usia anak mencapai 9 kasus pada 2012; 8 kasus pada 2013; dan sampai dengan Maret 2013 terdapat satu kasus. Menurut Setyawan, sebenarnya tahun ini ada satu warga lagi yang berniat untuk melakukan pernikahan usia anak. “Tapi itu bisa dicegah oleh KUA, (dengan) dinasehati, jangan buru-buru, dan sebagainya,” ujarnya. Cerita itu membuktikan bahwa mekanisme KUA sebagai salah satu elemen yang dapat berperan dalam pencegahan pernikahan usia anak berjalan baik.

Ditanya soal tantangan, menurut Setyawan adalah bagaimana mempertahankan semangat deklarasi. “Ini justru tantangan kita. Jangan hanya gebyarnya saja, tetapi bagaimana pasca-nya,” tutur Camat Gedangsari itu. Diharapkan, semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) seperti KUA, Puskesmas, UPT TK/SD, Penyuluh Pertanian, Kapolsek Gedangsari terus bekerjasama untuk mewujudkan tujuan dari deklarasi tersebut.

Pendapat juga dikemukakan oleh drg Dyah Mayun, Kepala UPT Puskesmas II Gedangsari tentang pentingnya kerjasama semua SKPD untuk mendukung upaya pencegahan pernikahan usia dini. “Kalau ada event, kita bisa bersama-sama. Contohnya, ke sekolah dengan kepolisian, kesehatan, dan pendidikan, bersama-sama memberikan materi pergaulan yang sehat, dan lain sebagainya,” ungkapnya.

Ketika diwawancara, Hj Badingah S.Sos, Bupati Gunung Kidul, sangat mengapresiasi acara ini. “Pemerintah daerah sangat mendukung, memberikan apresiasi, dengan adanya deklarasi bersama ini, yang mana ini akan saya jadikan percontohan untuk kecamatan yang lain,” jelas perempuan kelahiran Gunung Kidul itu. Menurutnya, program ini juga sangat membantu program pemerintah daerah dalam rangka untuk menurunkan kemiskinan dan meningkatkan kualitas pendidikan Kabupaten Gunung Kidul.  “Jangan sampai ada anak drop out lagi gara-gara pernikahan anak usia dini,” tambahnya.

Upaya dukuh-dukuh Gedangsari memang patut diapresiasi. Dari inisiatif mereka bukan mimpi visi Gedangsari dapat terwujud, yakni terwujudnya masyarakat Gedangsari semakin taat beragama, rukun, cerdas, sehat, mandiri, dan sejahtera lahir batin, menuju desa makmur, Gunung Kidul makmur.

Foto atas: Setelah deklarasi, para Dukuh Gedangsari mengikuti lomba 'Pecahkan' Masalah Pernikahan Usia Dini. Foto oleh Cahyo Pramono.

Read 1505 times Last modified on Rabu, 12 Maret 2014 13:54
44071193
Today
This Week
This Month
Last Month
All
2529
32474
135314
276576
44071193