Menjadi Laki-laki

Written by  Senin, 03 Maret 2014 15:47

Oleh : Ani Rufaida

Minggu, 23 Februari 2014, Rifka Annisa melakukan kegiatan diskusi komunitas dengan kelompok remaja, acara yang berlangsung di Balaidesa Ngalang Gedangsari dihadiri oleh kelompok pemuda baik yang aktif di organisasi desa maupun sekolah.

Indiah Wahyu Andari selaku konselor psikologi Rifka Annisa menanyakan kepada peserta kapan merasa menjadi laki-laki?” sejak dipanggil laki-laki, sejak mengenal jenis kelamin laki-laki” jawab Inug salah satu peserta diskusi.

Dalam diskusi yang berlangsung peserta banyak membincangkan tentang proses menjadi laki-laki, hal ini seperti yang dituturkan Yopi bahwa menjadi laki-laki banyak kebanggaannya,  diantaranya bisa pulang malam, bisa pergi kemana-mana, memiliki kebebasan, menjadi imam, tuturnya.
Tambahnya dengan hal-hal tersebut kebanyakan laki-laki lebih gampang keluar rumah, laki-laki lebih bisa berprilaku semaunya bahkan “nakal juga gak papa” Ungkapnya.

Inug juga mengatakan, hal itu yang membuat banyak laki-laki lebih mudah terjerumus dengan hal-hal buruk seperti laki-laki identik dengan “rokok” demikian laki-laki identik dengan “minum-minuman keras” kalau tidak minum atau merokok ya akan diejek temannya, “lanang kok”. Jelasnya.  

Indiah menjelaskan ternyata diantara keistemewaan itu kadang laki-laki juga ada batasan, sejak kecil laki-laki tidak dibiasakan mengungkapkan perasaanya, misal ketika ia jatuh tidak boleh menangis karena dia laki-laki, atau kalau ia mau curhat ke temannya ia akan dikatakan cengeng atau “cemen”.

Pembatasan yang lain seperti laki-laki harus bertanggung jawab, harus melindungi, mencari nafkah, dan mengambil keputusan sendiri membuat ia punya beban berat dalam kehidupannya, yang terjadi adalah ia selalu berusaha memenuhi standar-standar yang diberikan masyarakat tersebut.

Sebenarnya standar kelaki-lakian sebuah pilihan, setiap orang boleh mempertahankan standar itu, namun ada alternative yang lain yang bisa membuat seseorang bisa lebih cair terhadap kriteria yang dimiliki. Misal jika kemudian ada laki-laki yang ingin memenuhi kebutuhan dia untuk menangis, ya silahkan. Ungkap Indi

Kenapa kita mau membatasi teman kita dalam berproses dan belajar, kita boleh memilih menjadi laki-laki dengan standar kita sendiri tidak harus dengan standar orang lain. Membangun konsep diri  untuk menjadi laki-laki adalah proses belajar, jelas Indi

Read 1427 times Last modified on Rabu, 12 Maret 2014 14:00
44152955
Today
This Week
This Month
Last Month
All
7075
55917
217076
276576
44152955