Oleh : Megafirmawanti
BP4 (Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) sebagai pihak yang berperan pada penanggulangan kekerasan, bersama Rifka Annisa, pada (15/2) berkesempatan untuk mengisi program talkshow “Bincang Hari Ini” di Jogja TV dengan tema “Peran BP4 Dalam Pencegahan Pernikahan Usia Anak” Hadir sebagai narasumber dalam diskusi tersebut yakni Nur
Ahmad Ghazali selaku Sekretaris dan Mediator BP4 dan Mohammad Tanthow, selaku Manajer Pengorganisasian Masyarakat dan Advokasi Rifka Annisa.
Ahmad Ghazali mengatakan bahwa tingginya angka pernikahan usia anak disebabkan oleh adanya pergaulan bebas dan perilaku menyimpang dalam hubungan seksual. Oleh karena itu, BP4 melakukan program pada tiga ranah yakni secara formal, nonformal dan informal.
Secara formal, BP4 melakukan program pendidikan di sekolah dan madrasah. Melalui program pendidikan, BP4 menanamkan agar anak dapat menjaga perilaku. Salah satu bentuk pendidikan yang biasanya dilakukan BP4 adalah penyelenggaraan sekolah pranikah baik pada tingkat SMP/madrasah tsnawiyah, ataupun SMA/MA dan SMK.
Sedangkan melalui lembaga nonformal atau masyarakat, BP4 melakukan gerakan desa binaan keluarga sakinah. Program ini merupakan kerjasama BP4 dengan Kementrian Agama. Bentuk usaha ini adalah dengan mencanangkan desa binaan keluarga sakinah. Menurut Ghazali, adanya program ini diharapkan dapat menghindari perilaku menyimpang, seperti pergaulan dan seks bebas.
Tak hanya secara formal dan nonformal, BP4 juga melakukan usaha informal melalui keluarga. Bentuk program ini salah satunya dengan mengadakan kursus pranikah pada calon pengantin. Kursus pranikah ini dilaksanakan oleh lembaga-lembaga penyelenggara kursus yang bekerjasama dengan Kantor Urusan Agama (KUA).
Selain mengulas tiga usaha BP4 untuk mencegah pernikahan usia anak, diskusi yang dipandu oleh oleh presenter Dinia Putri, juga membahas tentang dampak pernikahan usia anak. Tanthowi mengungkapkan bahwa tindakan KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang biasanya ditemui adalah pada keluarga yang menikah di usia anak. Kekerasan ini dapat disebabkan karena belum stabilnya mental atau psikologis anak untuk menghadapi persoalan-persoalan rumah tangga yang sering terjadi.
Selain KDRT, dampak lain dari pernikahan usia anak adalah banyaknya anak yang putus sekolah karena masih banyak sekolah yang belum ramah pada anak dan bertambahnya keluarga miskin karena anak belum memiliki pendapatan finansial sehingga harus bergantung pada orang tua. Tanthowi pun mengingatkan kembali bahwa dibutuhkan peran ekstra dari semua pihak baik LSM, Swasta, dan terutama pemerintah.
Diskusi yang berlangsung selama satu jam tersebut mengundang perhatian beberapa audiens. Salah satu penelepon memberikan tanggapan bahwa orang tua mempunyai peran yang sangat penting, karena sering ditemui pernikahan di usia anak terjadi dikarenakan kehamilan diluar nikah. Beberapa tanggapan lain mengatakan yang paling bertanggungjawab atas semua yang telah dibicarakan sebelumnya adalah individu secara pribadi. Tak ada pihak yang perlu disalahkan karena yang paling penting adalah ketika anak bisa bertanggungjawab pada dirinya sendiri.
Pada akhir diskusi, Ghazali dan Thantowy menyampaikan bahwa bagi siapa saja yang mengalami tindakan kekerasan sebisa mungkin melaporkan pada pihak-pihak yang berkaitan misalnya BP4 di KUA atau bisa melalui Rifka Annisa. []