*Oleh: Megafirmawanti
Rabu (29/01/14), perpustakaan Rifka Annisa dipenuhi dengan sekitar 18 orang peserta diskusi buku yang terlihat sangat antusias. Diskusi rutin yang dilaksanakan Divisi Media dan Humas Rifka Annisa tersebut membedah buku karya Chilla Bulbeck yang berjudul “Re-orienting Western Feminism: Women’s Diversity in a Postcolonial World”. Yula, mahasiswa ACICIS asal Australia sebagai pembicara dalam diskusi tersebut mengawali presentasinya dengan memaparkan isu diskriminasi gender dan feminisme dari persepktif buku karya Bulbeck.
Yula menjelaskan bahwa diskriminasi yang dibahas Bulbeck menitikberatkan pada diskriminasi rasis antara budaya timur dan barat. Diksiminasi yang dimaksudkan meliputi gender yang selalu menyinggung perbedaan perempuan dan laki-laki. Yula juga menjelaskan bahwa saat ini, diskriminasi gender yang ditemui seringkali menimbulkan efek tersendiri untuk kaum perempuan ketika berada dalam kehidupan yang bersinggungan dengan strata kelas, seks, dan ras.
Pemaparan tentang buku Bulbeck dilanjutkan dengan diskusi oleh peserta forum. Peserta diskusi diminta untuk merefleksikan diri dengan isu gender yang sedang dibicarakan.
Defirentia One, salah satu peserta diskusi bercerita bahwa keterlibatan dirinya pada isu gender dimulai ketika mendapat perkuliahan tentang gender dan politik dikampusnya. Sejak saat itu, One tertarik pada isu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan feminisme. Karena One adalah seorang perempuan, ketertarikannya semakin kuat dan pada akhirnya mengantarkannya untuk bergabung dengan Rifka Annisa WCC.
Tak hanya One, Fitri Indra Harjanti juga membagi pengalamannya sampai akhirnya ia terlibat dalam isu gender. 13 tahun lalu, Fitri terlibat dengan isu yang lebih luas seperti gerakan rakyat, petani, buruh, dan mahasiswa. Fitri melihat, pada setiap sektor gerakan itu, perempuan selalu ditindas. Misalnya, pada kaum buruh, pria dan wanita tertindas dan wanita selalu lebih tertindas sehingga ditindas dua kali. Hal itulah yang membuatnya berpikir bahwa perempuan harus dibela.
Beberapa wacana juga dikemukakan oleh peserta forum diskusi. Hani Barizatul Baroroh, pada akhir diskusi memberikan pendapatnya tentang gender dari persepktif industri periklanan. Menurutnya, kekerasan yang mungkin masih belum banyak disadari salah satunya adalah konstruksi media tentang konsep wanita cantik yang harus putih. Artinya, industri sengaja memanfaatkan perbedaan konsep laki-laki dan perempuan untuk mengarahkan wanita menggunakan produk-produk industri tersebut.
Diskusi yang berlangsung selama dua jam diakhiri dengan pertanyaan sebagai bahan refleksi diri secara pribadi. Pertanyaan yang sangat menggelitik dan membutuhkan perenungan panjang. Bahwa, ketika persoalan dunia semakin kompleks dengan berbagai permasalahannya, bagaimanakah sebenarnya dunia yang ideal itu?