Perlindungan Hukum Asisten Rumah Tangga

Written by  Senin, 28 Januari 2019 14:51

Salam Ibu, 

Perkenalkan, nama saya Wati, pekerjaan saya sebagai asisten rumah tangga (ART). Saya ingin menanyakan, apakah pekerjaan seperti kami ini dilindungi hukum? Karena saya melihat ada teman sesama ART, berinisial N, yang dipukuli oleh majikannya. Apakah wajar jika ada yang salah dalam pekerjaannya, ART tersebut kemudian memang boleh dipukul? Jika tidak, apakah memungkinkan N melaporkan pada polisi? Terimakasih atas penjelasannya. 

JAWAB

Salam Ibu Wati, 

Setiap orang yang berada di Indonesia dilindung oleh hukum. Perlindungan ini termasuk terlindungi dari perbuatan-perbuatan orang lain yang membuat seseorang merasa tidak nyaman atau dirugikan. Pemukulan yang dialami oleh N adalah salah satu bentuk kekerasan, yaitu kekerasan fisik. Tidak pemukulan tersebut dapat dilaporkan ke kepolisian. 

Berdasarkan Pasal satu (1) angka satu (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UUP KDRT), menyebutkan bahwa KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 

Selanjutnya Pasal 12 ayat 1 UUP KDRT menyebutkan bahwa orang-orang dalam lingkup rumah tangga meliputi : (1) Suami, istri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri); (2) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar, dan besan); (3) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut (asisten rumah tangga). 

Berdasarkan penjelasan di atas, N termasuk dalam lingkup rumah tangga, dan berhak untuk melaporkan majikan ke kepolisian dengan adanya KDRT dalam betuk kekerasan fisik. N dapat melaporkan majikan di kantor polisi yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Untuk melaporkan hal tersebut, dibutuhkan minimal 2 alat bukti. Alat bukti adalah alat atau upaya yang bisa dipergunakan untuk meyakinkan hakim tentang suatu perbuatan pidana. Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) memberikan patokan hukum bahwa yang dimaksud alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Saksi yakni seseorang yang melihat, mendengar, atau merasakan secara langsung perbuatan pidana pemukulan yang dilakukan oleh majikan. 

Jika terjadi pemukulan kembali, N sebagai korban kemungkinan akan ragu-ragu atau berpikir panjang untuk melapor ke polisi. Hal yang dapat dilakukan adalah segera lakukan pemeriksaan ke rumah sakit atau puskesmas terdekat, dan minta ditangani oleh dokter. Hal ini berfungsi selain untuk kesegeraan pengobatan juga untuk mengamankan barang bukti, sebelum akhirnya N mantap melaporkan perkara. Saat pemeriksaan, dapat disampaikan pada dokter yang menangani bahwa mungkin nanti akan dipergunakan untuk keperluan hukum. Pada saat N sudah mantap melapor, sampaikan ke penyidik bahwa telah melakukan pemeriksaan, agar penyidik meminta laporan visum pada dokter yang bersangkutan sebagai alat bukti. Visum hanya dapat dibuat dengan permintaan kepolisian, dan hanya dapat diambil oleh kepolisian. 

Demikian penjelasan yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat. Jika ingin berkonsultasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor telepon Rifka Annisa (0275)553333 atau hotline dinomor 085100431298 atau 085799057765, atau datang langsung ke kantor Rifka Annisa di Jalan Jambon IV Kompleks Jatimulyo Indah Yogyakarta. Terimakasih

Read 10418 times Last modified on Selasa, 29 Januari 2019 13:23
46403509
Today
This Week
This Month
Last Month
All
8995
77317
255754
306641
46403509