Pertarungan Wacana Media dalam Pemberitaan Kasus Kekerasan Seksual Featured

Written by  Firda Ainun Ula Rabu, 27 September 2023 10:36

Media merupakan representasi dari budaya yang diwakilinya, yakni kebudayaan sebagai sistem tanda. Produk media yang mewakili suatu makna dan realitas tertentu, yang ingin disampaikan oleh pekerja media pada khalayak sasaran, memungkinan khalayak tidak akan mempersoalkan produk media itu. 

Menurut Tom Clarke berita atau news merupakan akronim dari North, East, West, dan South, yang dimaknai sebagai alat pemenuhan rasa keingintahuan manusia dengan memberi kabar kepada siapa saja dari segala penjuru. Hal ini dilakukan demi memuaskan rasa keingintahuan dan tidak mau ketinggalan informasi. 

Perkembangannya, hari ini masyarakat tidak lagi bergantung pada media-media konvensional. Budaya internet semakin membuat masyarakat bergantung pada teknologi yang bernama handphone, internet menjadikan yang jauh bisa mendekat, yang dekat bisa terasa jauh. Dengan kemudahan yang ditawarkan oleh media online ini juga menyebabkan masyarakat lebih memilih media online sebagai media rujukan untuk mencari informasi, karena dianggap lebih update. 

Peranan media pada dimensi kehidupan masyarakat saat ini kian pesat. Hal tersebut nampak dengan munculnya media online yang bersifat multimedia, sehingga para jurnalis yang berkecimpung di dunia pers dapat melengkapi berita yang dipublikasikannya dengan audio-video.

Di dalam pemberitaan media online saat ini, perempuan kerap kali mendapatkan stigma serta stereotip yang dilekatkan oleh masyarakat kepada dirinya berdasarkan prasangka subjektif dan tidak tepat. 

Ketika perempuan menggunakan pakaian seksi, maka masyarakat akan melabelinya sebagai perempuan tidak baik. Sehingga, ketika wartawan menulis berita dengan judul “Joko Perkosa Anaknya yang Baru Kawin karena Terlalu Seksi dan Cantik,” maka akan terbentuk asosiasi antara bentuk fisik perempuan dengan tindakan perkosaan, seakan perkosaan itu memperoleh dasar pembenaran. Masyarakat akan beranggapan bahwa perkosaan itu ada dasarnya, anaknya terlalu seksi dan cantik, jadi wajar jika laki-laki terangsang. 

Penghakiman akan tertuju pada korban yang dianggap bersalah sebagai penyebab terjadinya perkosaan, karena diksi yang digunakan oleh wartawan masih bias dalam memberitakan kasus kekerasan seksual. 

Perhatian masyarakat sebagai pembaca akan tertuju pada objektivikasi tubuh perempuan, mulai dari bentuk tubuh, apa yang dipakai, riasan, sampai dengan kecantikan perempuan dibandingkan kekejaman pelaku kekerasan lebih-lebih hal mendasar berkaitan dengan edukasi terkait dengan kekerasan seksual. 

Sejak dulu, media massa telah dipercaya mampu memengaruhi masyarakat untuk menerima cara pandang baru atas suatu persoalan. Dalam memberitakan masalah kekerasan pada anak, setiap media memiliki wacana yang berbeda-beda dalam menanggapi suatu permasalahan. 

Ada surat kabar harian yang melihat peristiwa kekerasan pada anak sebagai bahan komodifikasi semata, di mana aspek sensasi lebih banyak ditonjolkan dibandingkan dengan substansi kejadiannya. Hal ini terlihat dari pemakaian bahasa dalam penulisan judul berita tersebut. Dengan menggunakan judul yang panjang dan sensasional, bahkan ada judul berita yang disusun hingga tiga baris dengan huruf tebal juga mencolok serta penggunaan bahasa sensasional. Begitu juga sejumlah konotasi dan diksi yang dipakai bertujuan untuk mendramatisir fakta daripada memberikan kelengkapan dan kedalaman fakta.

Menurut Fairclough dan Wodak, wacana pemakaian berita dalam tuturan dan tulisan merupakan bentuk dari praktik sosial. Wacana memberi gambaran sebagai bentuk dari sebuah praktik sosial yang menyebabkan sebuah hubungan dialektis di antara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Selain itu juga dapat menampilkan efek ideologi, ia dapat memproduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan perempuan, kelompok mayoritas dan minoritas melalui perbedaan itu direspresentasikan dalam posisi ruang ditampilkan.

Misal pasa berita yang diterbitkan oleh Republika pada 14 Januari 2021 dengan judul “Bejat… Cabuli Anak Tiri Sejak 2018, Pria Ini Ditangkap”. Dalam isi pemberitaan, digunakan kosakata untuk menggambarkan peristiwa, yang meliputi: cabuli, iseng memegang payudara dan perbuatan bejat. 

Penggunaan kata “iseng” dalam kosakata tersebut seakan membuat kasus kekerasan seksual menjadi sesuatu hal yang sepele. Sehingga pembaca akan dibatasi pandangannya terhadap sebuah realitas, bahwasanya pelaku tidak berniat untuk melakukan kekerasan seksual kepada korban. Pembaca diarahkan pada sebuah realitas bahwa seorang ayah yang memegang payudara anaknya hanyalah sebuah keisengan belaka. 

Pemakaian kata-kata yang berbeda antara “iseng memegang payudara” dengan “memegang payudara” hasus dipahami bukan hanya sebagai persoalan istilah saja, sebab kosakata tersebut dapat memunculkan makna dan definisi tertentu saat dikonsumsi khalayak. 

Selanjutnya yaitu kosakata untuk menamai aktor yang terlibat di dalam peristiwa, meliputi: anak tiri, pria berinisial RDP (40) tahun, perempuan berinisial ASK, berusia 11 tahun. 

Di dalam KBBI, pria didefinisikan sebagai laki-laki dewasa. Apabila membahas persoalan pria yang didefinisikan sebagai laki-laki dewasa, maka kedewasaan tersebut secara harfiah mengacu pada persoalan kematangan usia, serta pikiran dan sudut pandang. 

Definisi tentang pria tentu membawa konsekuensi makna tertentu bagi pembaca, terlebih dalam analisis Roger Fowler yang merupakan salah satu pencetus teori analisis wacana kritis, terdapat penekanan bahwa kosakata tidak hanya berfungsi sebagai pemberi identitas atau penanda, tapi juga memiliki hubungan dengan suatu ideologi. Kosakata “pria” untuk menamai pelaku pun tak ayal menjadikan bahasa sebagai senjata terselubung. 

Sebab, menurut Karlina Leksono dosen pascasarjana di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara sekaligus filsuf, bahasa dipandang mempunyai kemampuan untuk memberikan pernyataan melebihi apa yang disampaikan. Bahasa memuat semua tanda, istilah, konsep, maupun label yang pantas untuk laki-laki dan perempuan. Kalimat dalam berita ini tergolong ke dalam model transitif yang menggambarkan interpretasi sebab-akibat, di mana pelaku serta penerima tindakan dilakukan oleh masing-masing satu entitas yang terlibat. 

Berita tersebut menunjukkan kenyataan bahwa tubuh perempuan pada umumnya seperti payudara, bibir, bokong, paha, dan sebagainya sering dimuat dalam media sebagai modal simbolik ketimbang sekadar modal biologis. Bagian dari tubuh perempuan dianggap sebagai bentuk erotisme dan dijadikan fetish atau sesuatu yang dipuja-puji hingga terkadang dilecehkan sebab dianggap mempunyai getaran yang memunculkan hasrat, rangsangan, serta gairah tertentu. 

Pemberitaan menunjukkan bagaimana media mencoba menekankan pada posisi dari berbagai aktor sosial, posisi gagasan, atau suatu peristiwa ditempatkan dalam teks. Posisi tersebut pada akhirnya menentukan bentuk teks yang hadir di tengah khalayak. Misalnya seorang aktor yang mempunyai posisi tinggi ditampilkan dalam teks, ia akan memengaruhi bagaimana dirinya ditampilkan dan bagaimana pihak lain ditampilkan. 

Wacana media bukanlah sarana yang netral, tetapi cenderung menampilkan aktor tertentu sebagai subjek yang mendefinisikan peristiwa atau kelompok tertentu. Posisi itulah yang menentukan semua bangunan unsur teks, dalam arti pihak yang mempunyai posisi tinggi untuk mendefinisikan realitas akan menampilkan peristiwa atau kelompok lain ke dalam bentuk struktur wacana tertentu yang akan hadir kepada khalayak.

 

Sumber: 

Murniati, A. &  Nunuk P. (2004). Getar Gender (Perempuan Indonesia dalam Perspektif Sosial, Politik, Ekonomi, Hukum dan HAM), Cetakan Pertama. Magelang: Yayasan IndonesiaTera (Anggota IKAPI) bekerja sama dengan Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford Foundation

Malik, A. (2019). Prostitusi Online dan Komodifikasi Tubuh. Lontar: Jurnal Ilmu Komunikasi, 7(1), 1–8. 

Prasetyo, R. A. (2018). Pedophilia (Ditinjau dari Aspek Pelaku, Kriminalitas dan Perlindungan Anak). Jurnal Harkat: Media Komunikasi Gender, 14(2), 121–128.

Read 5071 times Last modified on Kamis, 05 Oktober 2023 15:41
46418238
Today
This Week
This Month
Last Month
All
7008
92046
270483
306641
46418238