Nasib Perempuan di Tengah Krisis Air  Featured

Written by  Firda Ainun Ula Kamis, 22 Jun 2023 17:26

 

Krisis Iklim hingga saat ini telah banyak membawa dampak buruk bagi kehidupan kita. Dalam jangka pendek bisa terjadi bencana alam, seperti banjir, tanah longsor, badai, gempa dll. Dalam jangka yang lebih panjang, krisis iklim secara bertahap menciptakan krisis sumber daya alam yang ada antara lain seperti pangan, lahan, keanekaragaman hayati dan ekosistem, sumber daya air, kesehatan manusia, pola migrasi manusia bahkan kebutuhan dasar energi. 

Salah satu yang mulai terasa saat ini yaitu ketersediaan air bersih. Air merupakan sumber kehidupan. Air selalu berlimpah dan sangat mudah didapat sehingga kadang kita luput bahwa air barang berharga. Namun, pernahkah terpikirkan jika air tak lagi mudah didapat? Bagaimana jika air dalam jangka panjang menjadi rebutan dan bahkan menimbulkan konflik? Krisis air bukan lagi suatu imajinasi saja, melainkan merupakan ancaman nyata yang berpotensi akan mengubah kehidupan manusia dalam beberapa dekade ke depan. 

Tantangan terkait air saat ini meliputi langkanya ketersediaan air bersih, kurangnya infrastruktur manajemen air yang tahan terhadap perubahan iklim, serta tuntutan terhadap infrastruktur yang terjangkau oleh masyarakat. Ancaman krisis air tidak hanya menimpa masyarakat di wilayah tertentu, melainkan sudah menjadi ancaman bagi seluruh masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Data UN Water menyebut empat miliar orang atau dua pertiga penduduk dunia hidup dalam kekurangan air minimal dalam sebulan. 

Berdasarkan Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAMRT) dari Kementerian Kesehatan tahun 2020, ditemukan bahwa 7 dari 10 rumah tangga Indonesia mengonsumsi air minum yang terkontaminasi bakteri Escherichia coli (E-coli). Mengingat air juga merupakan komponen utama penyusun tubuh manusia, ancaman krisis air bersih dan layak minum sudah seharusnya menjadi perhatian. 

Menurut Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, capaian sanitasi aman Indonesia masih sangat rendah. Angka sanitasi aman Indonesia baru mencapai 7 persen di tahun 2020. Capaian ini lebih rendah dibandingkan Thailand yang angka sanitasinya mencapai angka 26 persen dan India yang mencapai 46 persen. Krisis air memengaruhi hampir setiap sektor hidup manusia. Mulai dari kesehatan, ekonomi, lingkungan hingga kualitas hidup manusia. Permasalahan air bukan saja persoalan krisis iklim, melainkan juga berkelindan dengan masalah sosial, budaya, ekonomi, dan ketidakadilan.

Krisis air jugamemberikan dampak berlapis bagi perempuan. Kualitas air yang semakin buruk berdampak pada kesehatan reproduksi dan kehidupan sosial-budaya. Bahkan krisis air tidak menjadi persoalan publik saja, tetapi juga personal bagi perempuan. \Akibat dari pembakuan gender di masyarakat yang membedakanmembebakan peran domestik kepada perempuan, maka dari itu perempuanlah yang memiliki tanggung jawabtanggungjawab lebih terhadap pengelolaan air dalam rumah tangga. 

Perempuan memiliki intensitas yang tinggi dalam berinteraksi dengan air untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Kondisi ini memperburuk situasi ketidakadilan yang dialami oleh perempuan. Hal tersebut didukung survei oleh UNICEF pada 2015, di mana pemenuhan kebutuhan air di delapan dari sepuluh rumah tangga diserahkan kepada perempuan dewasa dan anak perempuan. Sementara itu, hanya 19,5 persen rumah tangga yang kebutuhan airnya dikumpulkan oleh laki-laki. Data ini memperkuat bahwa yang paling banyak mengakses dan bertanggung jawab atas kebutuhan air di dalam rumah tangga adalah perempuan. 

 

Dalam aspek sosial-budaya, krisis air bersih membuat sebagian besar beban kerja dalam rumah tangga akan bertumpu pada perempuan, apalagi ibu rumah tangga dengan peran ganda yang harus dijalankan bersamaan setiap harinya. Pada Februari 2021 berlangsung World Forum for Women in Science di Brazil. Konferensi internasional ini bertema Women in Science without Borders: Energy, Water, Health, Agriculture and Environment for Sustainable Development. Pertemuan tersebut menyebutkan dalam Dokumen Panel Tinggi soal Air Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) akan ada 700 juta orang menderita akibat kekurangan air parah, pada 2030. 

 

Pertemuan dengan Brazil menjadi pengingat kita untuk meletakan permasalah krisis air sebagai permasalahan serius, terlebih perihal kepeloporan perempuan dalam mengelola air. Perempuan memiliki peran penting dalam penyediaan, pengelolaan, dan pelestarian sumber daya air. Dalam isu air, perempuan tak boleh jadi korban terus menerus, atau pelaku di antrean jatah air bersih saat krisis terjadi. Air adalah hak dasar setiap orang. Dalam proses pengelolaannya, perempuan memiliki peran yang dominan, oleh karena itu, perempuan dalam pusaran krisis air memiliki kerentanan yang lebih dan mengalami ketidakadilan berlapis.

 Maka, perempuan memiliki peran penting untuk terlibat dalam pengambilan kebijakan dalam tata kelola air di suatu wilayah, memperbaiki akses terhadap air bersih dan terjangkau bagi siapa pun tanpa terkecuali.

 

 

Referensi: 

 

Publikasi dan Media Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Press Release “Peran Perempuan untuk Kelestarian Sumber Daya Air” . https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/1493/peran-perempuan-untuk-kelestarian-sumber-daya-air. 2017

 

Publikasi Solidaritas Perempuan. “Perempuan Menggugat Penguasaan Air oleh Korporasi atas nama Investasi”. 

https://www.solidaritasperempuan.org/perempuan-menggugat-penguasaan-air-oleh-korporasi-atas-nama-investasi/. 2017

 

Riset Kompas. “Perempuan dalam Pusaran krisis Air”. https://www.kompas.id/baca/riset/2021/09/23/perempuan-dalam-pusaran-krisis-air .2021

Read 6217 times Last modified on Jumat, 28 Juli 2023 22:28
46305531
Today
This Week
This Month
Last Month
All
6480
51219
157776
306641
46305531