Written by Taufik Kamis, 24 Oktober 2013 Published in Statis

Korban kekerasan umumnya berada di tengah-tengah masyarakat. Oleh sebab itu, upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan tak cukup hanya dilakukan oleh lembaga pusat krisis. Namun, masyarakat yang terdiri dari komunitas-komunitas justru berperan penting dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Mereka dapat menjadi motor penggerak utama yang efektif dalam isu tersebut.

Komunitas atau kelompok-kelompok masyarakat yang peduli akan kesetaraan gender dan mengerti pentingnya penghapusan kekerasan terhadap perempuan akan melahirkan dampak positif yang luar biasa, termasuk dalam penanganan kasus, karena korban mendapatkan dukungan positif dari lingkungannya.

Agar sebuah komunitas mampu menjadi penggerak dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, dibutuhkan kerja-kerja pengorganisasian dalam bentuk pendampingan komunitas. Pendampingan dilakukan dengan tujuan agar masyarakat dapat mempunyai kesadaran tentang kesetaraan gender serta kesadaran untuk tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan.

Kelompok yang selama ini didampingi yaitu Paguyuban Bangun Tresno di Dusun Kadisoro, Gilangharjo, Pandak, Bantul serta Kelompok Sida Rukun di Dusun Klisat, Srihardono, Pundong, Bantul. Kelompok-kelompok tersebut aktif mengadakan diskusi, pendampingan kasus, kampanye budaya dan pelatihan-pelatihan.

Pada taraf lanjut, komunitas-komunitas dampingan diharapkan bisa menjadi pusat krisis berbasis komunitas yang mampu menyelesaikan persoalan-persoalan terkait kasus kekerasan terhadap perempuan di wilayahnya. Contoh pusat krisis berbasis komunitas atau community based crisis center (CBCC) dampingan Rifka Annisa adalah Kelompok Mudi Lestarining Budi, Playen, Gunungkidul serta Huriya Maisya, Cokrodiningratan, Jetis, Yogyakarta. Mereka melakukan monitoring, pencegahan, serta mampu melakukan penanganan awal pada perempuan korban. Rifka Annisa berperan sebagai pendamping yang melakukan capacity building serta membantu membangun jaringan antara kelompok CBCC dengan lembaga terkait, misal dengan puskesmas serta kepolisian setempat.

Selain bergerak dalam persoalan-persoalan yang terjadi di lingkungan masyarakat, pengorganisasian masyarakat juga dibutuhkan dalam tataran kebijakan yang berhubungan dengan kerja advokasi. Advokasi merupakan upaya guna mendorong munculnya suatu kebijakan atau merubah kebijakan yang ada. Pengorganisasian dibutuhkan untuk mengorganisir kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan langsung terhadap kebijakan yang sedang diadvokasi, sehingga mendukung jalannya kerja advokasi itu sendiri.

Contoh kerja advokasi yang dilakukan adalah adanya inisiasi layanan tripartit antara rumah sakit, Kepolisian dan Rifka Annisa pada 1999 yang merupakan cikal bakal lahirnya layanan terpadu bagi korban kekerasan; berhasil disahkannya Undang-undang Perlindungan Kekerasan Dalam Rumah Tangga; Peraturan Walikota No 62 tahun 2007 tentang penyelenggaraan pelayanan terpadu bagi korban kekerasan berbasis gender dan trafficking; Revisi Buku Petunjuk Teknis dan Administrasi bagi Hakim Peradilan Agama; serta Peraturan Daerah No. 25 Tahun 2012 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak korban Kekerasan di Gunungkidul. Dalam melakukan advokasi kami berjejaring dengan organisasi yang lain seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), Pemerintah, masyarakat, universitas dan lembaga lainnya yang terkait. Selain itu kami juga melakukan kampanye tentang pentingnya disahkannya RUU tersebut dengan melakukan aksi bersama. Setelah upaya tujuh tahun lamanya, undang-undang tersebut berhasil di sahkan.


 

Community Organization and Advocacy

The survivors are part of the community. Therefore, efforts to eliminate violence against women cannot be sufficiently accomplished by crisis center alone. It is the community who plays important role in elimination of violence against women. They are the most effective leaders in this issue.

Community or social groups who care about gender equity and understand the importance of elimination of violence against women will bring about incredibly positive impacts including in dealing with violence cases because the survivors get positive support from their environment.

Work organization in form of Community assistance is necessary to enable community to take a lead in attempts of eliminating violence against women. The assistance is conducted so that society is aware of gender equity and sensible not to be engaged in violence against women.

This group assistance generate assisting groups, for instance, Paguyuban Bangun Tresno in Dusun Kadisoro, Gilangharjo, Pandak, Bantul and Kelompok Sida Rukun in Dusun Klisat, Srihardono, Pundong, Bantul. Those groups actively carry out discussion, case assistance, cultural campaign and training.

In the advanced step, these assisting groups are expected to be a community based crisis center capable to solve problems related to violence against women in their area. One of community based crisis center (CBCC) assisted by Rifka Annisa is Kelompok Mudi Lestarining Budi, Playen, Gunungkidul and Huriya Maisya, Cokrodiningratan, Jetis, Yogyakarta. They monitor, prevent, and are capable in taking first measures to help the survivors. Rifka Annisa plays role as their assistant to built their capacity and develop networks between CBCC groups with relevant institutions, community health center (Puskesmas) and local Police.

Besides taking care of problems in the society, community organization is needed on the level of policies concerning advocacy programs. Advocacy is an effort to encourage policies or modify the existing ones. Organizations are important to organize groups having direct interest to the policies being advocated and they will support the process of the advocacy.

One of the successful advocacy programs is the initiation of tripartite service among hospital, police, and Rifka Annisa in 1999, which became the embryo of integrated service for violence survivors. Another is the enactment Law on Elimination of Domestic Violence; City Mayor Regulation No 62/2007 on integrated service for gender-based violence and trafficking survivors; Revision of Technical and Administration Guidebook for Religious Courts; and Regional Regulation No. 25/ 2012 on Protection of Women and Children Survivors of Violence in Gunungkidul. In implementing advocacy we work together with other organizations such as Non Goverment Organization (NGOs), Government Institutions, Community, university and other related organizations. We also run campaign on the importance of enactment of the law draft by performing joint action. After seven years of struggle, the Law was enacted.

Written by Hasan Imaduddin Jumat, 11 Oktober 2013 Published in Statis

Penelitian dan Pelatihan

Seiring berkembangnya isu penghapusan kekerasan terhadap perempuan, kebutuhan akan penguasaan, pengembangan wacana, dan keterampilan terkait isu tersebut semakin meningkat. Riset, fasilitasi riset, maupun pelatihan yang diadakan diharapkan dapat mendorong pengembangan kajian perempuan dan gender serta mampu menyediakan jawaban atas pemecahan masalah yang berhubungan dengan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan yang semakin berkembang. Hal itulah yang mendasari adanya program khusus yang menangani riset dan pelatihan untuk pengembangan sumberdaya bagi penghapusan kekerasan terhadap perempuan yang menyediakan berbagai layanan dan kegiatan seperti:

  • Layanan konsultansi.
    Rifka Annisa menyediakan layanan konsultansi untuk beberapa program seperti kajian, penelitian, evaluasi atau penguatan kapasitas. Rifka Annisa memiliki kelompok ahli di berbagai bidang seperti gender, isu perempuan dan anak, advokasi dan pengorganisasian masyarakat. Program layanan ini memungkinkan Rifka Annisa untuk berbagi keahlian dengan organisasi-organisasi lain dan kelompok-kelompok masyarakat termasuk mengenai strategic planning, manajemen WCC, perencanaan, monitoring dan evaluasi, gender audit, dll.

  • Layanan fasilitasi.
    Permintaan fasilitasi datang dari berbagai instansi atau komunitas. Tema yang diajukan beragam, misal tentang pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan berbasis gender, sosialisasi gender, konseling, dan pelibatan laki-laki. Tema dan rincian kegiatan yang akan dilaksanakan dapat didiskusikan bersama sebelum kegiatan sehingga mendapatkan hasil yang optimal.

  • Program magang.
    Program magang terbuka untuk berbagai instansi atau individu yang tertarik untuk penelitian atau memperdalam pengetahuan yang terkait dengan studi perempuan, pusat krisis untuk korban perempuan, pengorganisasian masyarakat dan advokasi, maupun pelibatan laki-laki.

  • Penelitian dan fasilitasi penelitian.
    Program ini bertujuan mendukung gagasan-gagasan penghapusan kekerasan terhadap perempuan, termasuk mengenai pelibatan laki-laki dalam keadilan dan kesetaraan gender dengan penelitian tentang maskulinitas. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan diantaranya adalah mengenai monitoring implementasi Undang-undang Perlindungan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UUPKDRT) di tujuh provinsi (2007), penelitian berbasis populasi (survey) tentang kesehatan dan kekerasan dalam rumah tangga di Purworejo (2002) yang diterbitkan dengan judul Silence for the Sake of Harmony, penelitian tentang maskulinitas laki-laki jawa yang diterbitkan dengan judul “Menjadi Lakilaki” (2007), penelitian berbasis populasi tentang kesehatan dan maskulinitas laki-laki di tiga kota (Purworejo, Jakarta, dan Jayapura) tahun 2012/2013.

  • Pembuatan modul.
    Modul merupakan panduan untuk melakukan aktivitas tertentu seperti konseling atau berbagai aktivitas lain terkait program-program yang mendukung gagasan-gagasan penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Beberapa contoh modul yang dihasilkan berupa modul konseling laki-laki dan perempuan, modul pelatihan pendamping sebaya, modul pendampingan buruh migran, modul advokasi, modul kegiatan diskusi 2 jam di komunitas tentang penyadaran gender untuk laki-laki, serta modul analisis gender.

  • Assistensi Teknis (tehnical assistance).
    Asistensi merupakan tindak lanjut dari pelatihan dan magang. Rifka Annisa membantu teman-teman di daerah lain untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat sebelumnya, seperti pendampingan kasus—baik hukum dan psikologinya, manajemen pusat krisis, serta manajemen administrasi atau keuangannya.

  • Pelatihan.
    Berbagai pelatihan dilakukan untuk berbagi keahlian dengan organisasi-organisasi lain dan kelompok-kelompok masyarakat dalam usaha penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Beberapa contoh pelatihan yang dilakukan adalah pelatihan gender, analisis gender, konseling untuk korban dan pelaku, advokasi, manajemen women crisis centre, training of trainer konselor laki-laki, pelatihan monitoring dan evaluasi klien yang mengalami kekerasan, serta pelatihan pendamping sebaya.

Research and Training

Along with the growing awareness of eliminating violence against women, the need for mastering and improving discourse and skills related to that issue is increasing. Researches, research facilitation, and training we conducted are expected to encourage improvement on women and gender study as well as to provide answers for problems related to efforts for eliminating violence against women. This situation underlies special program dealing with researches and trainings to develop resources for eliminating violence against women. This program provides various services and activities such as:

  • Consultation Service.
    Rifka Annisa provides consultation service for various purposes such as study, research, evaluation or capacity building. Rifka Annisa has a group of experts from different fields of gender, women and children studies, community advocacy and organization. Through this service Rifka Annisa is able to share expertise with other organizations and groups, including strategic planning, WCC management, planning, monitoring and evaluation, gender audit, etc.
  • Facilitation Service.
    Request for facilitation comes from various institution and community. They propose for variety of themes, among others: prevention and handling genderbased violence against women, gender socialization, counseling, and men involvement. The theme and details of the program are discussed in advance so that it will result optimally.
  • Internship Program.
    Internship program is open for all institution and people interested in research or deepening knowledge regarding women study, crisis center for women survivors, community organization and advocacy or men involvement.
  • Research and Research Facilitation.
    The purpose of this program is to support ideas for eliminating violence against women, including men involvement in gender justice and equity, through researches on masculinity. Among the completed researches are: monitoring of implementation of Law on Elimination of Domestic Violence (UUPKDRT) in seven provinces (2007); survey-based research on health and domestic violence in Purworejo (2002) published under the title of Silence for the Sake of Harmony; Masculinity of Javanese men published under the title of “Being A Man” (2007); survey-based research on health and men's masculinity in three cities (Purworejo, Jakarta, and Jayapura) (2012/2013).
  • Manual Production.
    Manual is a guidance for implementing particular programs such as counseling or other programs regarding ideas for eliminating violence against women. We have produced some manuals for counseling men and women, peer counseling training, migrant workers assistance and gender analysis.
  • Technical Assistance.
    Assistance is a follow up of training and internship. Rifka Annisa helps its partners in different areas to apply knowledge they have previously gained, like legal and psychological assistance, crisis center management and its administration along with financial management.
  • Training.
    A lot of trainings are held in order to share expertise with other organizations and groups in order to eliminate violence against women. The trainings include gender, gender analysis, counseling for survivors and perpetrators, advocacy, women crisis centre management, training of trainer for male counselors, client monitoring and evaluation, as well as peer counseling.
Written by Hasan Imaduddin Selasa, 08 Oktober 2013 Published in Statis
Written by Hasan Imaduddin Selasa, 08 Oktober 2013 Published in Statis
Written by Hasan Imaduddin Selasa, 08 Oktober 2013 Published in Statis
Written by Hasan Imaduddin Jumat, 04 Oktober 2013 Published in Statis

Rifka Annisa yang berarti 'Teman Perempuan' adalah organisasi non pemerintah yang berkomitmen pada penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Didirikan pada 26 Agustus 1993, organisasi ini diinisiasi oleh beberapa aktivis perempuan: Suwarni Angesti Rahayu, Sri Kusyuniati, Latifah Iskandar, Desti Murdijana, Sitoresmi Prabuningrat dan Musrini Daruslan.
Rifka Annisa hadir karena keprihatinan yang dalam pada kecenderungan budaya patriarki yang pada satu sisi memperkuat posisi laki-laki tetapi di sisi lain memperlemah posisi perempuan. Akibatnya, perempuan rentan mengalami kekerasan baik fisik, psikis, ekonomi, sosial, maupun seksual seperti pelecehan dan perkosaan. Adanya persoalan kekerasan berbasis gender yang muncul di masyarakat mendorong kami untuk melakukan kerja-kerja dalam rangka penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

 

Written by Hasan Imaduddin Senin, 30 September 2013 Published in Statis

Visi

Mewujudkan tatanan masyarakat yang adil gender yang tidak mentolerir kekerasan terhadap perempuan melalui prinsip keadilan sosial, kesadaran dan kepedulian, kemandirian, integritas yang baik dan memelihara kearifan lokal.

Misi

Mengorganisir perempuan secara khusus dan masyarakat secara umum untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan dan menciptakan masyarakat yang adil gender melalui pemberdayaan perempuan korban kekerasan, termasuk di dalamnya anak-anak, lanjut usia, dan difabel, meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat melalui pendidikan kritis dan penguatan jaringan.

 

Written by Hasan Imaduddin Senin, 30 September 2013 Published in Statis

Program

Rifka Annisa meyakini bahwa kekerasan terhadap perempuan terjadi karena adanya berbagai faktor yang saling mendukung. Rifka Annisa menggunakan kerangka kerja ekologis (ecological framework) untuk memahami penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Secara sederhana, kerangka kerja ekologis ini digambarkan sebagai 5 lingkaran konsentris yang saling berhubungan satu dengan lainnya.

Lingkaran yang paling dalam pada kerangka ekologis adalah riwayat biologis dan personal yang dibawa masing-masing individu ke dalam tingkah laku mereka dalam suatu hubungan. Lingkaran kedua merupakan konteks yang paling dekat di mana kekerasan acapkali terjadi, yaitu keluarga atau kenalan dan hubungan dekat lainnya. Lingkaran ketiga adalah institusi dan struktur sosial, baik formal maupun informal, di mana hubungan tertanam dalam bentuk pertetanggaan, di tempat kerja, jaringan sosial dan kelompok kemitraan. Lingkaran keempat adalah lingkungan ekonomi dan sosial, termasuk norma-norma budaya dan sistem hukum negara. Sedangkan lingkaran paling luar adalah lingkungan ekonomi dan sosial global, institusi dan struktur sosial global, jaringan global dan kelompok kemitraan bilateral atau global.

program

Kerangka kerja ekologis inilah yang menjadi landasan gerakan Rifka Annisa dalam upaya menghapuskan kekerasan terhadap perempuan dan mewujudkan tatanan sosial yang berkeadilan sosial gender (social-gender justice). Program-program Rifka Annisa dimaksudkan untuk melakukan intervensi pada setiap penyebab kekerasan terhadap perempuan serta ketidakadilan sosial-gender sebagaimana digambarkan oleh lima lingkaran konsentris dalam kerangka kerja ekologis tersebut, yaitu pada level individu, keluarga, komunitas hingga negara dan struktur global.


Rifka Annisa menyadari bahwa ketidakadilan dan ketidak setaraan gender serta kekerasan terhadap perempuan merupakan persoalan sosial yang dihadapi oleh perempuan dan sekaligus laki-laki. Keduanya sama-sama tidak diuntungkan oleh situasi tersebut. Dalam sistem budaya patriarkhi, laki-laki akan lebih rentan menjadi pelaku, sedangkan perempuan rentan menjadi korban. Karenanya keadilan dan kesetaraan gender tidak bisa diwujudkan hanya dengan melibatkan perempuan saja. Pendekatan pemberdayaan yang hanya berfokus pada perempuan saja terbukti kurang efektif mana kala tidak ada dukungan dari laki-laki, baik pada level keluarga, lingkungan maupun masyarakat secara lebih luas. Keadilan dan kesetaraan gender baru mungkin terjadi bila perempuan dan laki-laki bekerjasama untuk mewujudkan perubahan dimana laki-laki dan perempuan saling menguatkan, menghargai dan menghormati. Program-program dan kegiatan Rifka Annisa didesain berdasarkan perspektif ini, agar laki-laki dan perempuan saling bekerjasama untuk mewujudkan tatanan sosial yang berkeadilan sosial gender tanpa kekerasan terhadap perempuan.

 

Halaman 4 dari 4
46391660
Today
This Week
This Month
Last Month
All
27314
65468
243905
306641
46391660