Senin, 30 Maret 2020 12:54

Sejak ditetapkannya physical distancing atau jaga jarak aman untuk pencegahan COVID-19, aktivitas Nia dan Adi (bukan nama sebenarnya) berubah. Sehari-hari perempuan usia 30-an itu bekerja sebagai pegawai swasta, sedangkan suaminya, Adi, berprofesi driver ojek online dan berjualan paruh waktu. Ketika rasa was-was akibat penyebaran corona bertambah, mereka bersepakat untuk sementara tidak bekerja.

Tak hanya penghasilan yang berubah, tetapi rutinitas sehari-hari juga berganti. Kantor Nia memutuskan untuk melakukan kebijakan bekerja di rumah. Demikian juga sekolah Tia, anak mereka yang tengah bersekolah di Kelas 4 SD, menerapkan belajar di rumah.

“Sekilas tampak menyenangkan semua berada di rumah. Namun, itu bukanlah hal yang mudah karena saya harus bekerja, sementara anak juga terus meminta ditemani, apakah itu ketika belajar ataupun ketika bermain.” jelas Nia. 

Menurutnya, tetap menjalani kerja, sekaligus melakukan pekerjaan di rumah dan menemani anak adalah sesuatu yang berat. Suami pun merasa jenuh karena tidak bisa bekerja mencari uang, anak merasa bosan hanya beraktivitas di rumah.

Untuk mengatasi kondisi tersebut, Nia dan suaminya berkomunikasi lebih intens untuk menghadapi berbagai persoalan yang mereka hadapi. Misalnya, membicarakan cara untuk melindungi kesehatan mereka di rumah ataupun saat keluar, membicarakan masalah ekonomi, bagaimana mengatasi kecemasan, mengatasi kejenuhan anak, bagaimana pembagian peran di rumah dan apa yang bisa dilakukan bersama agar situasi di rumah tenang, nyaman dan menyenangkan.

“Secara ekonomi berat. Karena bulan ini juga kami harus menyicil KPR untuk pertama kali, dan juga cicilan lainnya” jelas Nia.  Otomatis, satu-satunya penghasilan berasal dari Nia. Keadaan ekonomi yang berubah, membuat Nia dan suami harus memberi pengertian kepada anaknya, untuk berhemat.

“Saya memberi tahu anak saya, Tia, untuk tidak lagi jajan. Selain itu juga harus makan apapun yang ada di rumah,” tutur Nia. 

Semenjak pandemi COVID, Nia hanya belanja bahan masakan seminggu sekali, agar lebih menghemat, itupun hanya dipilih bahan-bahan yang sederhana namun tetap bergizi seimbang. 

Selain berhemat, juga mencari alternatif-alternatif solusi untuk mengatasi kebutuhan ekomoni lainnya, “Meski merasa buntu, tapi kami yakin pasti ada jalan, dan kami tidak sendiri. Banyak keluarga lain juga mengalaminya”.    

Lalu perempuan berlesung pipit ini bercerita ke suami terkait apa yang ia rasakan, sering merasa was-was atau cemas dengan paparan berita di TV atau medsos. “Emosi yang beragam ini membuat saya gampang “ngegas” alias nada suara mudah naik, dan kurang fokus menyelesaikan pekerjaan kantor, sehingga suasana rumah tidak menyenangkan”.

Nia juga bercerita bahwa dia dan suaminya membicarkaan bagaimana cara agar rasa cemas bisa berkurang, misal meminta suami untuk tidak terus menerus bercerita tentang update corona atau meminta mengurangi menonton berita di TV tentang darurat corona. Selain ia dan suami juga menyepakati untuk lebih sering ngobrol isu yang lain, mencari berita yang positif, berolahraga di halaman sembari berjemur matahari, bermain dengan anak. 

“Setelah itu berjalan saya merasa lebih tenang, kebosanan anak dan suami pun teratasi,” katanya. 

Hal lain yang dilakukan perempuan yang hobi masak ini adalah mengkomunikasikan tentang pembagian peran di dalam rumah. Di awal-awal bekerja dari rumah, suaminya masih bekerja, sehingga porsi pekerjaan rumah tangga lebih banyak dikerjakan Nia, akibatnya, ia tidak bisa bekerja menyelesaikan pekerjaan kantornya. Kemudian Nia menyampaikan kepada suami apa-apa saja yang sebaiknya dikerjakan juga oleh suami agar semua bisa berjalan secara optimal sebelum berangkat kerja.

Setelah suami tidak bekerja, maka pekerjaan rumah tangga sepenuhnya dilakukan suami, kecuali memasak. Sedangkan bermain dan mendampingi anak belajar dilakukan bersama-sama atau bergantian.

“Soal memasak, masih sering saya yang mengerjakan, karena suami kurang cekatan memasak,” jelas Nia.

Imbas pada Kaum Perempuan

Adanya himbauan physical distancing atau jaga jarak dari orang lain dalam rangka pencegahan penyebaran COVID-19 membuat rutinitas berubah. Setelah ada himbauan tersebut, muncul kebijakan baik dari instansi atau perusahaan untuk bekerja di rumah, belajar di rumah, serta beribadah di rumah. Otomatis banyak rumah tangga yang mempunyai perubahan rutinitas.  

“Pada umumnya kemudian kaum ibu yang dibebani tugas untuk mengasuh, menemani belajar. Sementara, beban kerja domestik sehari-hari seringkali tetap dibebankan kepadanya. Dampaknya, waktu yang tersedia untuk dirinya sendiri semakin sedikit,” jelas Indiah Wahyu Andari, Manajer Divisi Pendampingan Rifka Annisa, ketika ditanya terkait apa dampak yang rentan menimpa perempuan dalam kondisi pandemi COVID-19.

Menurut perempuan asal Yogyakarta ini, ada berbagai imbas yang menimpa kaum perempuan dengan berbagai macam kondisi. Pertama, apabila kaum ibu tersebut adalah perempuan yang bekerja, dengan segudang aktivitas tersebut akan sulit untuk mengatur waktu menyelesaikan pekerjaan, yang dapat berimbas pada performa kerja yang buruk. Kedua, untuk perempuan yang harus bekerja untuk mendapatkan pendapatan harian seperti pedagang, pekerja lapangan, ia berisiko tidak punya waktu lagi mengerjakan pekerjaan tersebut, sehingga penghasilan pun menurun atau bahkan tak ada sama sekali pemasukan. 

Ketiga, jika perempuan tersebut adalah ibu rumah tangga, maka ia akan mendapatkan tambahan pekerjaan merawat semua orang di rumah selama masa pandemi. Selain itu, ia tetap harus keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan logistik, menempatkan dia pada risiko terpapar lebih besar. Ditambah lagi, jika ada anggota keluarga yang sakit, juga umumnya perempuan yang dibebani kewajiban untuk merawat.

Beban-beban tersebut sangat berpotensi menimbulkan stres pada perempuan, disamping kecemasan terkait wabah itu sendiri. Beban tambahan yang muncul sebagai dampak wabah itu perlu disadari bersama antar pasangan, dan dapat dikerjakan secara merata dengan pasangan, atau anggota keluarga usia produktif yang lain.

Ketika ditanyai tentang tips agar terhindar dari stres akibat pandemi serta tambahan beban yang terjadi di masa pandemi, Indiah menerangkan beberapa tips untuk menangkalnya:

  1. Mengumpulkan informasi yang benar terkait virus COVID-19 dan upaya antisipasinya. Pasangan suami istri perlu memiliki pemahaman bersama, dan menciptakan protokol kesehatan yang disepakati di rumah.
  2. Komunikasi asertif, terbuka dengan kebutuhan dan beban masing-masing. Perlu ada kesadaran bersama bahwa kondisi ini menimbulkan beban baru dalam rumah tangga, dan beban tersebut perlu dihadapi bersama. Pasangan juga perlu menentukan prioritas bersama yang harus dikerjakan dalam masa pandemi, serta saling mendukung.
  3. Bekerjasama berbagai beban pekerjaan, misal pekerjaan perawatan, pengasuhan, atau pekerjaan rumah tangga bersama pasangan. Diskusikan pekerjaan mana yang perlu dibagi. Apabila ada pekerjaan yang sebelumnya tidak biasa dikerjakan pasangan, tetap hargai prosesnya dan keinginannya untuk membantu.
  4. Lakukan aktivitas yang menggembirakan bersama. Misal berkebun di pekarangan, membuat permainan bersama anak, menonton film bersama, atau hal yang menyenangkan lainnya.  
  5. Tetap terhubung dengan lingkungan sosial untuk mendapatkan dukungan secara psikologis. Saat ini banyak kelas daring terkait mengurangi kecemasan, atau cara mengisi waktu luang bersama anak. Tetap sediakan waktu semacam itu agar kondisi psikis tetap terjaga.

Penulis: Niken Anggrek Wulan | Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

46404130
Today
This Week
This Month
Last Month
All
9616
77938
256375
306641
46404130