Kekerasan seksual tidak jarang terjadi di Jerman, bahkan jumlahnya lebih banyak daripada yang dipikirkan banyak orang. Sekitar sepertiga dari perempuan di Jerman pernah mengalami kekerasan seksual setidaknya sekali dalam hidup mereka. Ini merupakan rata-rata dari jumlah kasus kekerasan seksual di Uni Eropa. Jika pelecehan seksual ditambahkan ke jumlah ini, berarti hampir setiap perempuan pernah mengalaminya. Sayangnya jumlah kasus kekerasan seksual di Jerman meningkat terus. Tapi tetap ada perkiraan banyak kasus yang tidak dilaporkan yang berperingkat lebih dari dua kali lipat kasus yang dilaporkan karena perempuan tidak berani berbicara tentang kekerasan yang dialaminya. Fakta lain yang mempengaruhi angka yang buruk ini adalah bahwa sebagian besar kasus kekerasan seksual tidak terjadi di masyarakat tetapi dalam lingkup domestik. Pelaku sebagian besar teman-teman atau bahkan suami sendiri. Dalam kasus seperti ini, utamanya pihak perempuan merasa malu karena mereka pikir itu adalah kesalahan mereka sendiri. Selain itu beberapa wanita secara finansial atau psikologis tergantung pada pelaku, dimanipulasi atau terancam. Menurut Amnesty International, kekerasan adalah bahaya kesehatan terbesar bagi perempuan dan anak-anak.
Kekerasan seksual didefinisikan sebagai kontak seksual apapun yang melanggar kehendak seseorang. Ini termasuk penyalahgunaan seksual, pelecehan seksual, pemerkosaan atau perdagangan manusia. Memang setiap orang bisa menjadi korban kekerasan seksual tetapi korban utama adalah anak perempuan dan perempuan. Kekerasan seksual - terlepas dari budaya dan gaya hidup - selalu menjadi instrumen untuk menunjukkan hubungan kekuasaan. Pemerkosaan adalah bentuk ekstrem dari kekerasan seksual dimana seksualitas digunakan sebagai media untuk demonstrasi hubungan kekuasaan, penghinaan dan penindasan anak perempuan dan perempuan. Perkosaan didefinisikan sebagai setiap penetrasi ke dalam tubuh orang lain yang dipaksa dengan kekerasan atau ancaman. Untuk setiap kekerasan seksual pada anak perempuan dan perempuan berarti pelanggaran besar atas kepribadiannya dan integritas tubuh.
Karena isu kekerasan terhadap perempuan masih tabu untuk waktu yang lama, banyak perempuan yang mengalaminya masih merasa tak berdaya. Malu dan kecemasan adalah dua faktor yang menghambat mereka untuk mengklaim hak-hak mereka atau untuk mencari bantuan. Sebanyak 40% dari perempuan di Jerman mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual sejak usia 16 tahun. Sementara 25% dari perempuan yang tinggal di Jerman mengalami kekerasan oleh pasangannya atau mantan. Kekerasan terhadap perempuan terutama dilakukan oleh pasangan atau mantan pasangan dalam lingkup domestik. Kekerasan sering merusak hubungan keluarga, berakibat perpisahan, perubahan domisili dan berhenti dari tempat kerja. 47% dari perempuan yang mengalami kekerasan seksual tidak berbicara dengan siapa pun tentang hal itu. Persentase ini bahkan lebih tinggi jika pelaku adalah pasangan atau mantan pasangan. Jika mereka berbicara tentang pengalaman kekerasan mereka kebanyakan berbagi dengan orang-orang dari lingkungan sosial langsung mereka.
Kekerasan seksual berarti pelanggaran besar atas integritas yang dapat menyebabkan traumatisasi jangka panjang. Perempuan yang mengalami perkosaan hidup dalam keadaan psikologis yang mengejutkan yang sering berlangsung selama beberapa hari. Mereka merasa terasing dari lingkungan mereka dan diri mereka sendiri yang menyebabkan perasaan bahwa kehidupan mereka sebelumnya tidak ada lagi. Ini adalah saat disorientasi dimana perempuan mencoba untuk mendapatkan kontrol dari kehidupan mereka kembali. Korban perkosaan sering marah dan penuh dengan perasaan yang saling bertentangan. Harga diri mereka, martabat, seksualitas dan persepsi diri dapat terganggu untuk waktu yang lama. Banyak korban bereaksi dengan rasa malu dan jijik terhadap diri mereka sendiri atau menyiksa diri dengan perasaan bersalah dan celaan pada diri sendiri. Ada berbagai gejala psikologis seperti bentuk kecemasan, insomnia, mimpi buruk, anancasms, depresi, kecenderungan bunuh diri, gangguan makan, gangguan seksual, penyalahgunaan zat dan kilas balik. Selain masalah-masalah psikologis menyebabkan penyakit fisik dan masalah sosial seperti perpisahan atau perceraian, kecacatan anak, isolasi dari teman, ketidakmampuan untuk bekerja atau pengangguran dan perubahan domisili. Banyak wanita mencoba untuk menangani pengalaman kekerasan seksual mereka sendiri yang sangat sulit tanpa dukungan. Korban sering memerlukan waktu bertahun-tahun sampai mereka berani untuk meminta bantuan. Ada lembaga yang berkualitas dan khusus untuk perempuan yang menawarkan bantuan dan dukungan.
Undang-undang kejahatan seksual saat ini di Jerman meninggalkan kesenjangan terbuka yang diperhitungkan oleh korban. Fakta perkosaan telah dijelaskan terlalu sempit yaitu bahwa itu hanya dianggap pemerkosaan ketika terjadi penetrasi terhadap tubuh korban pada tiga kondisi; dengan memaksa keras, dengan mengancam kehidupan korban atau dengan menyalahgunakan situasi dimana korban tidak terlindungi. Jika pengandaian ini tidak diberikan, maka dianggap tidak ada pelanggaran hukum - bahkan jika perbuatan itu bertentangan dengan keinginan korban. Pelecehan seksual dengan hukuman minimal satu tahun penjara, pemerkosaan dihukum setidaknya dua tahun penjara. Namun, sanksi tersebut dapat ditempatkan dalam masa percobaan. Jika senjata atau alat berbahaya digunakan maka hukuman yang diberikan setidaknya lima tahun penjara. Kekerasan seksual merupakan pelanggaran yang harus dituntut ex officio yang berarti bahwa segera setelah polisi mengetahui tentang hal itu, mereka harus menyelidiki. Oleh karena keluhan tidak dapat ditarik kembali.
Kami sekarang memiliki kesempatan untuk mengungkapnya kembali untuk akhirnya membahas bagaimana seksisme dan kekerasan seksual berinteraksi dan apa yang kita - sebagai masyarakat - dapat lakukan terhadap itu. Masalah-masalah ini harus diakui sebagai masalah masyarakat secara keseluruhan untuk mulai mewacanakannya kembali. Dengan memperkenalkan pedagogi sensitif gender dan penguatan struktur pendukung korban kekerasan seksual kita dapat memastikan bahwa tidak ada kesempatan berkembang biak bagi diskriminasi dan kekerasan.[]
Tentang penulis: Lisa Hallmann adalah mahasiswa Etnologi, Universitas Heidelberg Jerman.
Diterjemahkan oleh: Defirentia One