Kamis, 27 Juli 2017 13:00

Tulisan ini terinspirasi dari sebuah kasus di sekolah saya. Begini ceritanya. Ini bukan masalah sepele tapi masalah yang sangat dipastikan dapat merugikan berbagai pihak. Anak muda jaman sekarang beda sekali dengan anak muda jaman dulu. Kata orangtua, anak jaman dulu selalu mempertimbangan resiko yang akan diterima ketika melakukan berbagai tindakan, sedangkan anak jaman sekarang sifatnya maunya muluk-muluk tanpa berikir panjang dan hanya mementingkan kenikmatan sesaat. Itu menurut saya, mungkin dari kalian ada yang tidak sependapat.

Saya amati di berbagai berita, remaja masa kini sangat berbeda dengan tahun sebelumnya. Didukung dengan kemajuan teknologi, justru banyak masalah yang ditimbulkan seperti pornografi, bullying, terjebak pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, dan lain-lain. Mereka ini kan merupakan masa depan bangsa yang merupakan aset yang paling berharga. Namun mereka malah terjebak dalam suatu situasi yang menghilangkan potensi bahkan tidak ada kualitas untuk menjadi penerus bangsa.

Hamil di luar nikah adalah suatu hal yang mungkin banyak terjadi. Lebih parahnya lagi mereka masih pelajar di bawah umur yang masih jauh untuk memikirkan pernikahan atau berkeluarga. Remaja perempuan yang hamil di luar nikah biasanya selalu mengambil jalan pintas untuk aborsi. Ia tidak memikirkan bayi yang telah mereka ambil hidupnya. Perbuatan yang akan membebani hidupnya nanti. Namun, saya juga paham, bahwa si perempuan pasti berada dalam situasi yang sangat sulit, tidak ada yang mau mengerti atau membantu mencari solusi sehingga mengambil solusi yang beresiko.

Saya adalah seorang pelajar sebuah sekolah menengah di Gunungkidul. Awal mula kasus ini adalah ketika tahun ajaran baru 2016. Dua siswa kelas dua Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang baru masuk sekolah awal tahun lalu sudah lama menjalin hubungan dari kelas satu. Pada semester dua kelas dua ini ada sebuah kegiatan pembelajaran yang disebut PKL (Praktik Kerja Lapangan). Menurut saya, kegiatan ini adalah satu hal yang ditunggu-tunggu oleh para pelajar SMK. Karena apa, dengan mengikuti kegiatan ini bisa menjadi ajang pamer.

Ya betul, pamer. Kegiatan ini adalah kegiatan untuk para siswa agar merasakan langsung kerja di sebuah industri. Pengawasan yang minim dan langsung percaya pada guru atau kepercayaan orang tua pada anaknya di luar sana menjadi salah satu faktor penyebab hal-hal yang sangat merugikan. Lagi pula didukung dengan uang saku yang diberikan orangtua umumnya sangat berlebihan sehingga disalahgunakan untuk hal-hal negatif.

Komunikasi antar kedua siswa ini tidak pernah henti. Suatu saat perempuan dan laki laki mengetahui tempat PKL masing-masing dan saling memberi tahu posisi tempat tersebut. Selanjutnya, perkembangan teknologi dan lemahnya pengawasan orangtua atas handphone anak menjadi faktor berikutnya. Handphone seperti menjadi kebutuhan primer dalam kehidupan remaja masa kini.

Batas waktu PKL adalah tiga bulan. Dua bulan, hubungan mereka berjalan dengan komunikasi lewat handphone yang sangat lancar dan lemahnya pengawasan dari guru maupun orangtua. Suatu ketika mereka membuat janji untuk bertemu di tempat yang sudah mereka tentukan. Mula-mula mereka bersapa malu seperti orang yang baru kenal. Semakin lama semakin nyaman dan mulai ada keganjalan dan tangan usil mereka. Bukan pertemuan yang menyenangkan, tapi karena nafsu semua terasa menjerumuskan.

Kegiatan PKL telah selesai. Saatnya kembali ke sekolah, terasa seperti kembali lagi menjadi siswa baru di sekolahnya. Hari demi hari terus berjalan, mulai ada tanda-tanda dari siswi perempuan itu. Dia sering kali menyendiri atau murung, bahkan dia juga pernah bolos sekolah. Tak perlu waktu lama, guru menjenguknya. Setelah diselidiki secara detail dan juga hasil tes dokter akhirnya dikatakan bahwa si perempuan ini positif hamil.

Akhirnya guru berunding untuk mengembalikan anak ini kepada orang tuanya kembali. Sedangkan siswa laki laki juga dikeluarkan dari sekolahnya. Sekolah pun sedikit demi sedikit berbenah walaupun berjalan dengan lambat. Mulai mengadakan acara keagamaan, mengundang organisasi anti kekerasan dan lain-lain. Harapannya akan mengurangi kasus-kasus yang menjengkelkan seperti ini.

Masalah seperti ini sering terjadi berawal mula dari pacaran. Pacaran menurut saya hanyalah pengungkapan suatu gengsi atau pamor melalui hubungan antar lawan jenis. Tapi apa hasilnya? Mereka hanya membuang waktu yang seharusnya menjadi sebuah petaka yang mengincar secara pelan. Kadang orang terdekat malah menjadi salah satu bahaya yang mengintai. ‘Mendekap erat agar menancapkan pisau sedalam mungkin’. Buat apa pacaran jika pada akhirnya malah menyakitkan dan menimbulkan kerugian? Ini bukan hanya tentang mereka, tapi juga sebuah renungan bagi saya, kalian dan kita semua. Kita, anak muda harus bisa berpikir tentang baik buruknya.

Jadi pada dasarnya kita sebagai pemuda penurus bangsa harus selalu berpikiran positif, Jangan selalu mengutamakan gengsi dan meningkatkan pamor dengan hal-hal yang negatif. Katakan tidak pada kekerasan anak, kejahatan seksual dan narkoba dan lain-lainya. Sudah sepantasnya kita sebagai pemuda bangsa mengisi keseharian kita dengan hal hal yang bemanfaat dan meraih prestasi dengan baik dan memuaskan. Kita pasti bisa! []

Oleh Hima Beng2 (Pelajar di Gunungkidul)

 

*Hima Beng2 adalah nama inisial dari penulis yang disamarkan untuk melindungi privasi dan kerahasiaan karena menceritakan kasus yang sensitif.

**Disclaimer: Opini yang tercantum dalam tulisan ini adalah sepenuhnya merupakan sudut pandang dan tanggung jawab penulis.

46815589
Today
This Week
This Month
Last Month
All
6629
50246
323956
343878
46815589