Rabu, 02 Agustus 2017 15:43

 Gunungkidul- Lahirnya undang-undang desa no 06 tahun 2014 tentang desa. Mendorong kebijakan baru di level desa, hal ini menegaskan bahwa desa bukan hanya wilayah administratif semata melainkan sebagai sumber daya yang dapat membangun desa. Cara pandang ini memberi harapan dan peluang terhadap visi pembaharuan desa menuju perubahan yang jauh lebih besar dan lebih baik dari pada sebelumnya. Implementasi undang-undang ini mendorong partisipasi maysarakat dalam pembangunan yang dilaksanakan dengan menggunakan paradigma pemberdayaan baik perencanaan, maupun pelaksanaan pembangunan di desa. Pemberdayaan dalam hal ini tentunya juga melibatkan para perempuan untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan desa. Inilah yang menginisiasi Rifka Annisa untuk mengadakan pelatihan partisipasi perempuan dalam pembangunan desa 28 s.d 30 Juli 2017 lalu.

 Pelatihan yang bertempat di Desa Pengok, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul ini bertujuan supaya peserta memahami implementasi undang-undang desa dan pentingnya partisipasi perempuan dalam pembangunan desa, memahami mekanisme perencanaan dan penganggaran desa, serta memahami pemetaaan desa secara partisipatif. Kegiatan yang diikuti oleh 23 peserta ini mengundang Tenti Novira Kurniawati dari Institute of Development and Economic Analysis (IDEA) sebagai fasilitator. Tenti mengawali sesi peltihan dengan menyampaikan materi terkait gender dan hak asasi perempuan. Dalam sesi ini peserta diajak untuk mengidentifikasi dan memetekan peran laki-laki dan perempuan di 4 ranah, yakni domestik, publik, reproduktif, produktif. Selain itu, peserta juga diajak untuk memetakan siapa yang paling dominan dan memiliki akes dan kontrol lebih atas sumber daya yang ada.

 Sebagai gambaran praktek nyata bagi peserta, Rifka Annisa juga mengundang Nunik dari kelompok Mitra Sehati, Desa Nglipar. Dalam hal ini, Nunik berbagi cerita dan pengalamannya berpartisipasi dalam pembangunan desa, termasuk pengalamannya bisa terlibat dalam Koalisi Perempuan Indonesia. Selain itu di hari ketiga Pelatihan, Rifka Annisa mengundang Doni dari Indonesian Society for Social transformation (INSIST) untuk menjelaskan perencanaan pertisipasi perempuan dalam pembangunan desa, di mana social mapping menjadi dasar social planning. Dalam hal ini peserta cukup antusias, karena Doni berhasil membawakan cerita-cerita best practice dengan bahasa yang mudah difahami.

 Kegiatan ini diakhiri dengan rencana tindak lanjut (RTL) terkait apa saja yang bisa dilakukan di wilayah masing-masing berdasarkan berbagai paparan narasumber maupun faslitator. Salah satu peserta, Eka Ariestya dari kelompok Setia Mitra Desa Wareng, mengungkapkan bahwa pelatihan ini memberikan banyak manfaat dan pengetahuan. Dia melihat masih banyak yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan dalam upaya pembangunan desa maupun pemberdayaan perempuan. []

Penulis : Vina Anggraini Relawan Magang

 Editor : Khoirun Ni’mah

Rabu, 02 Agustus 2017 14:30

 Gunungkidul- Selasa & Rabu, 25 & 26 Juli 2017, Rifka Annisa menjadi pelaksana sekaligus fasilitator workshop untuk diskusi terkait UU Desa Nomor 6 Tahun 2014. Kegiatan yang berlangsung di Hotel Cikaraya Gunungkidul ini dihadiri oleh 20 peserta perwakilan dari Desa Jetis, Desa Kepek, dan Desa Ngalang. Kegiatan ini bertujuan supaya peserta mendapatkan penguatan mengenai pemetaan desa secara partisipatif dan tehnik membangun data desa, sebagai basis perencanaan desa.

Sesi hari pertama dimulai dengan pemaparan terkait peraturan-peraturan yang menjadi turunan dari UU Desa oleh Farhad dari Dinas Perlindungan, Perempuan dan Anak Kabupaten Gunungkidul. Dalam hal ini, Farhad memaparkan beberapa peraturan sebagai turunan dari UU Desa, seperti misalnya PP Nomor 43 Tahun 2014 yang diubah menjadi PP Nomor 47 Tahun 2015, kemudian PP Nomor 60 Tahun 2014 yang diubah menjadi PP Nomor 22 Tahun 2015 serta PP Nomor 8 Tahun 2016 terkait Dana Desa. Terkait banyaknya peraturan turunan ini, Farhad tetap menekankan lima pokok substansi UU Desa, yaitu rekognisi dan subsidiaritas, demokratisasi desa, modal sosial dan kreatifitas desa, keuangan desa, serta ekonomi kerakyatan.

Berbeda dengan hari pertama, tiga orang narasumber pada hari kedua menekankan pentingnya Sistem Informasi Desa untuk perencanaan desa partisipatif terutama terkait pentingnya kebutuhan kaum marjinal seperti perempuan, anak-anak, dan kelompok difabel. Topik ini disampaikan oleh Muhammad dari Indonesian Society for Social Transformation (INSIST), Agus Hermanto perakilan komunitas dari Desa Beji, dan Dina Mariana dari Institute for Research and Empowerment (IRE). Selanjutnya di akhir sesi, Direktur Rifka Annisa, Suharti, menyampaikan terkait cerita pengalaman Rifka Annisa dalam menjalanan berbagai program kegiatan yang diharapkan dapat membantu peningkatan partisipasi perempuan di level pemerintahan desa.

Dua hari berdiskusi mengenai UU Desa, para peserta tampak antusias, terutama ketika sesi materi terkait penerapan sistem informasi dan kesetaraan gender dalam pemerintahan tingkat terbawah. Diskusi yang cukup menarik di antara peserta dan faslitator telah mewarnai berlangsungnya kegiatan ini, meskipun masih terdapat beberapa perbedaan terkait pemahaman konseptual kesetaraan gender dengan pelaksanaannya terkait UU Desa yang seringkali terjadi di lapangan.

Penulis : Vina Anggraini relawan magang dari Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.

Editor : Khoirun Ni'mah

46778489
Today
This Week
This Month
Last Month
All
1811
13146
286856
343878
46778489