GUNUNGKIDUL - Kasus kejahatan melibatkan anak masih tinggi. Berdasarkan data dari kepolisian setempat, dalam kurun waktu 2015 hingga 2017 ada puluhan anak berurusan dengan hukum.
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Gunungkidul mencatat pada 2015 jumlah kasus 16. Setahun kemudian naik menjadi 27 kasus. Tahun ini sampai 1 Mei tercatat delapan anak terimpit kasus hukum. "Anak-anak menjadi korban sekaligus pelaku kejahatan," kata Panit Humas Polres Gunungkidul, Iptu Ngadino kemarin (1/5).
Jumlah kasus bervariasi, mulai pencurian dengan kekerasan hingga pencabulan. Jumlah korban didominasi anak perempuan. Maraknya tindak kejahatan melibatkan anak harus menjadi perhatian bersama. Selain itu, idealnya ada upaya pencegahan. "Pencegahan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri tapi semua pihak harus terlibat. Sehingga kasus yang muncul dapat ditekan," ujar Ngadino.
Selama 2015 hingga 2017 tercatat 35 kasus kejahatan yang melibatkan anak. Pada 2017 unit PPA menangani delapan perkara. Satu anak terlibat pencurian dengan kekerasan, enam kasus persetubuhan dan pencurian satu kasus.
Kami berharap orangtua lebih waspada. Menjaga anak terutama yang mulai tumbuh dewasa karena rentan menjadi korban dan pelaku kejahatan. Pengawasan intensif mendesak dilakukan. "Bagaimana pun kesibukan orangtua, perhatian dan pengawasan terhadap anak harus diutamakan," kata Ngadino.
Manajer Humas dan Media LSM Rifka Annisa, Defirentia One, prihatin dengan tingginya kasus kejahatan melibatkan anak. Dari data yang dimiliki Rifka Annisa, selama 2016 terdapat 43 anak menjadi korban kekerasan. "Kasusnya meliputi kekerasan seksual, penganiayaan, perdagangan anak serta kekerasan dalam pacaran," kata Defirentia.
Sebanyak 70 persen merupakan perkara kekerasan seksual, 16 diantaranya telah memiliki putusan hukum tetap. Rata-rata untuk kasus seksual anak, hukuman bagi pelaku tujuh tahun penjara.
Namun ada juga kasus yang dihentikan penyidikannya. Korban merupakan anak 12 tahun sementara pelaku dewasa. Penyidikan dihentikan karena hasil pemeriksaan kejiwaan menunjukkan pelaku terganggu jiwanya.
"Ada juga perkara dicabut karena ada kesepakatan damai kedua pihak. Laporan dicabut karena dinikahkan dengan pelaku," kata Defirentia. (gun/iwa/er)
Sumber: Jawa Pos Radar Jogja, Selasa 2 Mei 2017