Perubahan kebijakan berupa Work from Home akibat wabah virus corona yang terjadi secara mendadak pada akhir Maret 2020 lalu tentunya cukup membuat para konselor Rifka Annisa kewalahan. Akan tetapi, respon yang cepat dan adaptif dari para konselor membuat layanan konseling online ini banyak diakses, terutama dari usia muda dan kalangan yang akrab dengan teknologi. “Kami cukup kaget karena di bulan pertama kami membuka keseluruhan layanan yang berbasis online, jumlah pengakses mencapai sekitar 53 orang per harinya. Jumlah aduan ini berbeda dibanding hari-hari biasanya yang hanya sekitar 40 orang ketika kami membuka layanan tatap muka di kantor,” kata Indiah Wahyu Andari, Manajer Divisi Pendampingan Rifka Annisa. Bahkan, menurut salah satu konselor yang memegang hotline utama lembaga, jumlah aduan di tanggal 2 Juni 2020 mencapai 16 kasus baru.
Mengantisipasi jumlah aduan yang terus meningkat selama masa pandemi, skema akses layanan daring pun dirubah dengan dua pintu utama; layanan telepon dan layanan pos elektronik (e-mail). Layanan telepon sebagai hotline utama berfungsi menerima laporan masuk dari para pengakses yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan registrasi. Klien yang ingin mengakses layanan Rifka akan mendapatkan formulir dalam bentuk online google form, dan hotline utama akan melanjutkan hasil pengisian data klien ini ke para konselor. Asesmen dari pengisian data inilah yang menjadi pedoman bagi hotline utama dalam mengarahkan klien ke konselor yang dibutuhkan; baik itu konselor psikologis atau konselor hukum.
Sedangkan layanan pos elektronik dikhususkan bagi klien yang berada di luar Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurut Indiah, sejak diberlakukannya layanan konseling online lembaga, banyak pengakses ke hotline utama yang ternyata berasal dari luar daerah. Hal ini kemudian disiasati dengan mengarahkan klien untuk mengakses layanan e-mail yang nantinya menjadi rujukan bagi klien dalam mengakses lembaga layanan terdekat di daerahnya. Rifka Annisa pun membantu dengan membuat surat resmi rujukan serta meneruskan data klien dan kronologi yang disampaikan oleh klien melalui pesan e-mail. Layanan pos elektronik ini juga digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan hukum klien maupun dari jejaring layanan.
Prinsip Layanan dalam Situasi Pandemi
“Safety, Respon Cepat, Efektif, dan Pemerataan Beban Kerja” merupakan prinsip yang dipegang oleh lembaga layanan Rifka Annisa sejak awal masa pandemi COVID-19 ini. Prinsip “Safety” ini dimaksudkan sebagai upaya layanan lembaga dalam mengedapankan keamanan individu termasuk dari segi kesehatan. Oleh karena itu, Rifka Annisa belum kembali membuka layanan tatap muka langsung sampai sudah ada protokol kesehatan yang ketat dan menyeluruh baik bagi klien maupun konselor.
Sedangkan, prinsip “Respon Cepat” berarti mengupayakan pengakses layanan mendapatkan respon yang tanggap dari hotline utama. Prinsip “Efektif” juga berusaha mengupayakan kebutuhan klien yang tepat sasaran. “Pemerataan Beban Kerja” merupakan tanggung jawab dari pemegang hotline utama dengan memperhatikan beban kerja dan tanggung jawab masing-masing konselor. Semisal, satu konselor memegang 10 klien dengan kasus yang sedang dan tidak menyita banyak energi. Di sisi lain, ada konselor yang menangani 3 kasus tetapi membutuhkan lebih banyak tenaga, semisal perlu berkoordinasi dengan jejaring layanan. Pembagian ini bertujuan agar konselor tetap bisa menjaga kesehatan jiwa dan raganya serta tidak ada yang mengalami burnout ataupun pekerjaan yang overload.
Tantangan dan Hambatan
Indiah mengakui bahwa layanan serba daring ini ternyata cukup melelahkan dibanding layanan bertatap muka. “Jika sudah selesai menerima klien, biasanya kami sesama konselor banyak ngobrol dan bercerita sebagai ajang katarsis bersama. Tetapi Work from Home membuat kami para konselor harus pintar-pintar mencari katarsis atau pelampiasan stres walaupun tidak bisa bertatap muka secara langsung. Kami pun akhirnya menyepakati jadwal setiap hari Sabtu untuk koordinasi secara online. Tak hanya sebagai agenda rutin untuk evaluasi layanan, pertemuan ini juga biasanya hanya untuk sekedar bercerita dan berkeluh kesah,” terang Indiah.
Selain itu, tantangan yang dihadapi adalah konselor perlu untuk selalu berbicara atau sekedar mengeluarkan suara. Hal ini karena rata-rata klien lebih nyaman bercerita melalui telepon atau pesan teks, sedangkan masih jarang klien yang memilih untuk melakukan panggilan video. Berbeda dengan konseling offline atau tatap muka langsung, para konselor bisa menanggapi dengan gestur sebagai bentuk simpati, sedangkan di layanan daring klien tidak bisa melihat gerakan atau gestur yang ditunjukkan oleh konselor.
Sedangkan, pengakses layanan konseling laki-laki pada masa pandemi ini terbilang sedikit dibandingkan jumlah pengakses layanan offline terdahulu. Ada beberapa faktor yang kemungkinan membuat para laki-laki tidak nyaman mengakses layanan daring, salah satunya adalah karena laki-laki tidak terbiasa dengan bahasa verbal dan lebih bisa mengutarakan melalui gestur tubuh. Adapun rata-rata klien laki-laki lebih memilih untuk melakukan konseling dengan pesan teks ketimbang telepon. Penjangkauan klien laki-laki yang dinilai belum efektif selama konseling online kemudian menjadi tinjauan bagi kebijakan setelah ini, yaitu ketika sudah memasuki situasi new normal.
Hambatan pun hadir dalam layanan online ketika konselor berupaya melakukan sesi pemulihan bagi klien. Konseling dengan tujuan pemulihan memerlukan pertemuan yang intensif dan beragam metode yang sesuai dengan situasi klien. Pemulihan juga membutuhkan waktu cukup panjang, oleh karenanya dirasa sangat terbatas jika hanya dilakukan tanpa bertatap muka langsung.
Peluang
Walaupun dengan berbagai tantangan yang dihadapi, penanganan kasus dengan skema online seperti kasus hukum dan strategi pendampingan serta koordinasi jejaring layanan tetap berjalan sesuai target. Dari klien pun ada perkembangan seperti bisa melakukan terminasi kasus secara online. Terminasi berarti mengakhiri layanan dengan klien karena kasus sudah diselesaikan secara tuntas.
Sehingga, menurut Indiah, layanan online ini lebih cocok untuk layanan-layanan non-esensial berupa psiko-edukasi bagi pengakses layanan, pemberian informasi-informasi dasar terkait layanan yang tersedia, pemberian konseling dasar, dan pendampingan hukum dan psikososial yang bekerjasama dengan jaringan layanan di Provinsi DIY.
“Skema layanan online ini sebetulnya bisa diterapkan terus untuk jangka waktu ke depan, karena cukup efisien bagi klien dan konselor dalam membuat jadwal konseling. Mungkin selanjutnya konseling bisa berjalan dengan kedua skema baik online dan tatap muka, tentunya dengan mempertimbangkan urgensi kasus dan kebutuhan klien,” tutup Indiah.
Pandemi Corona mengharuskan orang menjaga jarak. Banyak perusahaan dan institusi pemerintahan meminta pekerjanya untuk bekerja dari rumah, tak terkecuali institusi pendidikan seperti universitas. Beberapa universitas bahkan memutuskan untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar jarak jauh hingga akhir semester genap.
Kebijakan #dirumahaja membuat sebagian orang telah mengubah rutinitasnya. Sebelum Pandemi corona sampai di Indonesia, pagi hari sebagian orang bersiap untuk berangkat bekerja ataupun bersekolah. Kini, berbaring dikasur sambil membuka laptop dengan koneksi internet cukup menjadi definisi baru dalam bekerja. Orang tak perlu berdesak-desakan naik kendaraan umum, atau berlomba-lomba sampai tempat kerja tepat waktu.
Bagi mahasiswa, pagi yang kadang riuh karena harus bersiap kelas tapi semalam begadang dan akhirnya telat bangun pun kini tak lagi ada. Liburnya kegiatan perkuliahan membuat banyak anak perantauan memilih pulang atas nama keadaan yang lebih aman atau terpaksa berdiam diri di kos dengan koneksi internet yang stabil untuk menunjang kelas online yang saat ini gencar digaungkan. Perubahan situasi yang tidak menentu atas kondisi pandemi ini mau tidak merubah semua rutinitas harian dan menimbulkan berbagai kecemasan.
Banyak warung tutup membuat anak kos kesulitan mencari makan. Tak jarang juga mereka merasa kesepian karena harus tinggal sendiri tanpa ada yang bisa diajak sosialisasi. Bagi anak kos yang tinggal sendiri dan terpaksa harus berdiam diri menghabiskan waktu dalam sepetak kamar kondisi #dirumahaja menjadi semakin sulit. Berbagai aktivitas dilakukan anak kos selama berada di dalam kamar untuk menghabiskan waktunya. Menonton film, main game, memasak pun menjadi pelarian dari rasa bosan yang ada. Namun, makin lama hal ini malah menjadi rutinitas yang tak lagi menyenangkan.
Berbagai perkembangan berita yang bertebaran di sosial media pun membuat rasa cemas semakin meningkat. Semakin dilihat semakin stress rasanya. Menurut Novia Dwi Rahmaningsih, Psi., mantan konselor Divisi Pendampingan Rifka Annisa yang saat ini menjadi psikolog P2TP2A Jakarta, “Cemas itu adalah emosi yang sesaat, karena emosi itu sifatnya bergerak, ia akan bërubah seiring dengan perubahan situasi eksternal. Kecemasan itu artinya emosi cemas yang terus menerus dalam jangka waktu tertentu dan sulit diubah meski situasi eksternalnya mungkin sudah berubah”. Novia juga menambahkan jika tanda kecemasan bisa dicek dari pikiran yang terus menerus berpikir negatif ke objek kecemasan.
Dampak dari kecemasan pada tubuh manusia adalah adanya peningkatan respon fisik. Misalnya, otot terasa tegang, ritme nafas dan detak jantung juga akan terpengaruh. Menurut Novia, kecemasan ini dapat kita kelola, tapi memang sulit. Jika merasa butuh bantuan, bisa meminta teman atau tenaga profesional. Saat ini bahkan tersedia layanan psikologi daring, sehingga membuat lebih nyaman untuk berkonsultasi karena identitasnya bisa disembunyikan.
Kecemasan yang disertai banyaknya informasi tentang Covid-19 ini, bahkan juga bisa memicu reaksi psikosomatis, ujar Novia. Ia pun menjelaskan jika psikosomatis itu merupakan tanda tubuh yang tegang sebagai respon stres. Jadi, gejalanya bisa jadi ada, tapi bukan karena sakit gejala fisik. Kalau sumber stresornya dicabut, gejala fisiknya selesai. Stressor sendiri adalah kombinasi situasi eksternal dan respon internal manusia, sehingga meski Covid-19 masih mewabah sampai sekarang, tapi karena respon internalnya diubah dengan pikiran realistis, maka gejala fisiknya hilang. Jadi jika cemas muncul lagi, meski dengan gejala fisik, cek lagi bukti-buktinya. Misal, apakah ketika sempat keluar memakai masker, menjaga jarak, dan apakah kita telah sering cuci tangan? Lalu juga harus terus diingat Covid-19 bisa dilawan dengan imun yang sehat. Jadi, tetap perhatikan makan dan asupan gizi.
Menurut Novia yang juga menjadi psikolog di kawanbicara.id, kita pun perlu melatih diri berpikir dengan data-data yang realistis ketika menghadapi kecemasan, termasuk membuat pikiran alternatif agar bisa terus berpikir positif, tanpa terjerumus toxic positivity. Pikiran alternatif menjadi bagian penting dari pengelolaan diri. Namun, jika tidak dilakukan dengan benar, sangat mungkin pikiran positif tadi menjelma menjadi toxic positivity. Novia menambahkan, jika perbedaan dari toxic positivity dan pikiran alternatif adalah, toxic positivity ada kecenderungan untuk menangkal perasaan. Sehingga, saat proses modifikasi perilaku, tidak berangkat dari kondisi nyata. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar tidak toxic positivity diantaranya adalah kenali, sadari, akui, modifikasi yang tidak adaptif menjadi lebih adaptif.
Perbedaan toxic positivity dengan pikiran alternatif adalah, jika toxic positivity prosesnya langsung ke modifikasi tanpa melihat realita. Sangat penting untuk melatih diri untuk tidak menyangkal perasaan yang tidak nyaman, tapi menerimanya terlebih dahulu. Di saat seperti ini, penerimaan pada situasi yang berubah sangat perlu, sehingga kita mampu beradaptasi pada rutinitas saat ini yang mulai berubah. Berlatih berpikir jujur, dengan bukti-bukti empiris akan sangat membantu meminimalisir kecemasan.
Penulis: Ardelia Karisa | Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Salam ta’dzim
Semoga Anda selalu dalam lindungan Yang Maha Kuasa, selalu dalam keadaan sehat di tengah krisis penularan virus Corona yang belum diketahui secara pasti kapan akan berakhir. Sebelumnya saya mohon maaf jika pesan terbuka saya ini membuat Anda tidak berkenan karena saya sadar, saya bukan siapa-siapa Anda, saya menulis surat terbuka ini karena semata-mata saya adalah juga seorang suami dan seorang ayah seperti halnya Anda. Jadi pada dasarnya surat ini juga saya tujukan kepada diri saya sendiri.
Sebagai seorang suami dan ayah, saat ini merupakan masa-masa yang berat dan sulit. Pola infeksi Corona yang terjadi melalui penularan dari orang ke orang lain mengharuskan kita untuk menjaga jarak sosial dan fisik. Sebagai konsekuensi dari hal ini, cara kita bekerja berubah, jika semula sebagian dari kita melakukan pekerjaan di luar rumah seperti di kantor dan tempat-tempat lainnya karena alasan menjaga jarak sosial dan fisik, sekarang kita harus melakukan pekerjaan di rumah, meskipun saya tahu bahwa banyak dari Anda memiliki jenis pekerjaan yang tidak dapat dilakukan di rumah. Konsekuensi lain dari berubahnya pola kerja ini adalah sebagian kita juga mengalami perubahan penghasilan (income).
Perubahan-perubahan mendadak ini tidaklah mudah bagi banyak suami dan ayah, entah sebagai pekerja harian, buruh pabrik, pegawai kontrak, bahkan aparatur sipil negara. Saat ini mungkin Anda cemas, merasa tak berdaya karena tidak memiliki kendali atas keadaan, atau Anda khawatir karena meskipun Anda memiliki tabungan namun idak dapat memastikan berapa lama Anda dan keluarga Anda dapat bertahan dengan tabungan yang Anda miliki saat ini jika pandemi ini terus berlanjut.
Para Suami dan Para Ayah yang baik, situasi di atas memang berat dan tidak mudah yang sedikit banyak akan mempengaruhi emosi, sikap dan perilaku Anda dalam berelasi dengan orang lain, tak terkecuali dalam relasi Anda dengan isteri dan anak-anak Anda di rumah. Dalam situasi seperti ini, mungkin Anda merasa seorang diri yang harus memikul beban berat ini, lalu memiliki pikiran bahwa isteri dan Anak-anak Anda tidak mengerti bahkan tidak peduli dengan situasi Anda. Pikiran-pikiran seperti ini yang kadang memunculkan rasa marah, sikap dan perilaku negatif bahkan kekerasan terhadap mereka yang Anda dicintai di rumah. Yakinlah bahwa isteri dan anak-anak Anda memahami situasi ini meskipun seringkali tidak diucapkan dengan kata-kata. Jika selama ini Isteri dan anak Anda nampak diam dan seakan tidak peduli, semata-mata karena isteri Anda mungkin tidak tahu apa yang harus dilakukan atau mungkin tidak ingin menambah beban Anda. Lebih-lebih dalam budaya masyarakat kita yang mamandang tanggungjawab para isteri adalah mengurus rumah dan anak-anak. Coba kalau kita memiliki nilai sosial dan budaya yang meletakkan tanggungjawab yang sama suami dan isteri dalam memikul beban keluarga baik nafkah maupun urusan rumah tangga dan anak. Mungkin situasinya akan berbeda.
Atas semua hal ini, para suami dan para ayah yang baik, menjadi penting untuk mengenali beratnya tekanan yang Anda pikul, mengenali cemas, khawatir dan takut yang Anda rasakan dan menerimanya sebagai hal yang manusiawi. Perlu kiranya Anda ungkapkan seluruh perasaan Anda ini kepada isteri dan anak-anak Anda tanpa khawatir terlihat lemah. Jika muncul kemarahan tak tertahankan atas situasi pandemi yang berat ini ambillah waktu (jeda) untuk menenangkan diri, hindari mengekspresikan kemarahan itu secara negatif apa lagi menggunakan kekerasan kepada isteri dan anak Anda karena hal ini tidak akan membuat beban Anda berkurang namun akan membuat masalah baru yang semakin mempersulit keadaan dalam situasi yang sudah sulit ini.
Sepertinya hanya ini yang ingin saya sampaikan dalam surat terbuka ini seraya berdoa semoga wabah ini segera berakhir dan kehidupan kita kembali seperti semula, sekali lagi mohon maaf jika surat ini membuat Anda kurang berkenan. Mari kita jaga diri kita dan keluarga agar tetap sehat fisik dan mental pada masa pandemi ini.
Salam Ta’dzim
Wedomartani, 29 Maret 2020
Nur Hasyim
Seorang Suami dan Ayah.
Sejak ditetapkannya physical distancing atau jaga jarak aman untuk pencegahan COVID-19, aktivitas Nia dan Adi (bukan nama sebenarnya) berubah. Sehari-hari perempuan usia 30-an itu bekerja sebagai pegawai swasta, sedangkan suaminya, Adi, berprofesi driver ojek online dan berjualan paruh waktu. Ketika rasa was-was akibat penyebaran corona bertambah, mereka bersepakat untuk sementara tidak bekerja.
Tak hanya penghasilan yang berubah, tetapi rutinitas sehari-hari juga berganti. Kantor Nia memutuskan untuk melakukan kebijakan bekerja di rumah. Demikian juga sekolah Tia, anak mereka yang tengah bersekolah di Kelas 4 SD, menerapkan belajar di rumah.
“Sekilas tampak menyenangkan semua berada di rumah. Namun, itu bukanlah hal yang mudah karena saya harus bekerja, sementara anak juga terus meminta ditemani, apakah itu ketika belajar ataupun ketika bermain.” jelas Nia.
Menurutnya, tetap menjalani kerja, sekaligus melakukan pekerjaan di rumah dan menemani anak adalah sesuatu yang berat. Suami pun merasa jenuh karena tidak bisa bekerja mencari uang, anak merasa bosan hanya beraktivitas di rumah.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, Nia dan suaminya berkomunikasi lebih intens untuk menghadapi berbagai persoalan yang mereka hadapi. Misalnya, membicarakan cara untuk melindungi kesehatan mereka di rumah ataupun saat keluar, membicarakan masalah ekonomi, bagaimana mengatasi kecemasan, mengatasi kejenuhan anak, bagaimana pembagian peran di rumah dan apa yang bisa dilakukan bersama agar situasi di rumah tenang, nyaman dan menyenangkan.
“Secara ekonomi berat. Karena bulan ini juga kami harus menyicil KPR untuk pertama kali, dan juga cicilan lainnya” jelas Nia. Otomatis, satu-satunya penghasilan berasal dari Nia. Keadaan ekonomi yang berubah, membuat Nia dan suami harus memberi pengertian kepada anaknya, untuk berhemat.
“Saya memberi tahu anak saya, Tia, untuk tidak lagi jajan. Selain itu juga harus makan apapun yang ada di rumah,” tutur Nia.
Semenjak pandemi COVID, Nia hanya belanja bahan masakan seminggu sekali, agar lebih menghemat, itupun hanya dipilih bahan-bahan yang sederhana namun tetap bergizi seimbang.
Selain berhemat, juga mencari alternatif-alternatif solusi untuk mengatasi kebutuhan ekomoni lainnya, “Meski merasa buntu, tapi kami yakin pasti ada jalan, dan kami tidak sendiri. Banyak keluarga lain juga mengalaminya”.
Lalu perempuan berlesung pipit ini bercerita ke suami terkait apa yang ia rasakan, sering merasa was-was atau cemas dengan paparan berita di TV atau medsos. “Emosi yang beragam ini membuat saya gampang “ngegas” alias nada suara mudah naik, dan kurang fokus menyelesaikan pekerjaan kantor, sehingga suasana rumah tidak menyenangkan”.
Nia juga bercerita bahwa dia dan suaminya membicarkaan bagaimana cara agar rasa cemas bisa berkurang, misal meminta suami untuk tidak terus menerus bercerita tentang update corona atau meminta mengurangi menonton berita di TV tentang darurat corona. Selain ia dan suami juga menyepakati untuk lebih sering ngobrol isu yang lain, mencari berita yang positif, berolahraga di halaman sembari berjemur matahari, bermain dengan anak.
“Setelah itu berjalan saya merasa lebih tenang, kebosanan anak dan suami pun teratasi,” katanya.
Hal lain yang dilakukan perempuan yang hobi masak ini adalah mengkomunikasikan tentang pembagian peran di dalam rumah. Di awal-awal bekerja dari rumah, suaminya masih bekerja, sehingga porsi pekerjaan rumah tangga lebih banyak dikerjakan Nia, akibatnya, ia tidak bisa bekerja menyelesaikan pekerjaan kantornya. Kemudian Nia menyampaikan kepada suami apa-apa saja yang sebaiknya dikerjakan juga oleh suami agar semua bisa berjalan secara optimal sebelum berangkat kerja.
Setelah suami tidak bekerja, maka pekerjaan rumah tangga sepenuhnya dilakukan suami, kecuali memasak. Sedangkan bermain dan mendampingi anak belajar dilakukan bersama-sama atau bergantian.
“Soal memasak, masih sering saya yang mengerjakan, karena suami kurang cekatan memasak,” jelas Nia.
Imbas pada Kaum Perempuan
Adanya himbauan physical distancing atau jaga jarak dari orang lain dalam rangka pencegahan penyebaran COVID-19 membuat rutinitas berubah. Setelah ada himbauan tersebut, muncul kebijakan baik dari instansi atau perusahaan untuk bekerja di rumah, belajar di rumah, serta beribadah di rumah. Otomatis banyak rumah tangga yang mempunyai perubahan rutinitas.
“Pada umumnya kemudian kaum ibu yang dibebani tugas untuk mengasuh, menemani belajar. Sementara, beban kerja domestik sehari-hari seringkali tetap dibebankan kepadanya. Dampaknya, waktu yang tersedia untuk dirinya sendiri semakin sedikit,” jelas Indiah Wahyu Andari, Manajer Divisi Pendampingan Rifka Annisa, ketika ditanya terkait apa dampak yang rentan menimpa perempuan dalam kondisi pandemi COVID-19.
Menurut perempuan asal Yogyakarta ini, ada berbagai imbas yang menimpa kaum perempuan dengan berbagai macam kondisi. Pertama, apabila kaum ibu tersebut adalah perempuan yang bekerja, dengan segudang aktivitas tersebut akan sulit untuk mengatur waktu menyelesaikan pekerjaan, yang dapat berimbas pada performa kerja yang buruk. Kedua, untuk perempuan yang harus bekerja untuk mendapatkan pendapatan harian seperti pedagang, pekerja lapangan, ia berisiko tidak punya waktu lagi mengerjakan pekerjaan tersebut, sehingga penghasilan pun menurun atau bahkan tak ada sama sekali pemasukan.
Ketiga, jika perempuan tersebut adalah ibu rumah tangga, maka ia akan mendapatkan tambahan pekerjaan merawat semua orang di rumah selama masa pandemi. Selain itu, ia tetap harus keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan logistik, menempatkan dia pada risiko terpapar lebih besar. Ditambah lagi, jika ada anggota keluarga yang sakit, juga umumnya perempuan yang dibebani kewajiban untuk merawat.
Beban-beban tersebut sangat berpotensi menimbulkan stres pada perempuan, disamping kecemasan terkait wabah itu sendiri. Beban tambahan yang muncul sebagai dampak wabah itu perlu disadari bersama antar pasangan, dan dapat dikerjakan secara merata dengan pasangan, atau anggota keluarga usia produktif yang lain.
Ketika ditanyai tentang tips agar terhindar dari stres akibat pandemi serta tambahan beban yang terjadi di masa pandemi, Indiah menerangkan beberapa tips untuk menangkalnya:
Penulis: Niken Anggrek Wulan | Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
OPEN RECRUITMENT OKTOBER 2019
DIVISI INTERNAL
DIVISI PENDAMPINGAN
POSISI YANG DIBUTUHKAN:
Relawan Konselor Psikologi : 3 (tiga) orang
Relawan Konselor Hukum : 2 (dua) orang
Relawan Konselor Laki-laki : 2 (dua) orang
Relawan Desain Grafis: 1 (satu) orang
Staf Project: Pengembangan Sistem Database: 1 (satu) orang
Staf Project: Pengarsipan dan Input Data : 1 (satu) orang
A. Relawan Konselor Psikologi:
Persyaratan
Tugas
Relawan akan terlibat menjadi asisten konselor dalam melakukan kerja-kerja pendampingan perempuan dan anak korban kekerasan, membantu konselor dalam mengelola administrasi pendampingan, belajar melakukan administrasi tes psikologi, belajar menjadi narasumber/fasilitator, serta terlibat dalam kegiatan lembaga.
B. Relawan Konselor Hukum:
Syarat:
Tugas
Relawan akan terlibat menjadi asisten konselor dalam melakukan kerja-kerja pendampingan pada perempuan dan anak korban kekerasan, membantu konselor dalam mengelola administrasi pendampingan hukum, belajar membuat rekes-rekes, belajar menjadi narasumber/fasilitator, serta terlibat dalam kegiatan lembaga.
C. Relawan Konselor Laki-laki:
Syarat
Tugas
Relawan akan menjadi asisten konselor laki-laki dalam kerja-kerja: konseling pada laki-laki baik pelaku kekerasan maupun bukan pelaku kekerasan untuk tujuan pencegahan di lokasi layanan yang diselenggarakan oleh Rifka Annisa, membantu melakukan konseling pasangan, terlibat dalam proses mediasi, membantu piket hotline konseling laki-laki, membantu menerima konseling telepon dan email, membantu melakukan pencatatan dan pekerjaan administratif data kasus, menjadi nara sumber/fasilitator, serta terlibat dalam kegiatan lembaga.
D. Relawan Desain Grafis
Syarat
Tugas
Relawan desain grafis akan membantu Media Officer dalam membuat dokumentasi di lapangan, membantu membuat konten untuk media sosial Rifka Annisa, serta membantu membuat publikasi tentang kerja-kerja Rifka Annisa
E. Staf Project: Pengembangan Sistem Database
Syarat
Tugas
Melakukan pembenahan dan pengembangan terhadap sistem database kasus Divisi Pendampingan Rifka Annisa berbasis Microsoft Access, sesuai dengan kebutuhan lembaga
F. Staf Project: Pengarsipan dan Input Data
Syarat
Tugas
Menjadi asisten konselor dalam melakukan pengarsipan file data kasus, melakukan pemeriksaan kelengkapan berkas, melakukan supervisi konten data, melakukan penginputan data ke dalam sistem.
CARA MENDAFTAR:
BACA pengumuman lengkapnya di website Rifka Annisa.
Ingat, baca dulu sampai habis yaa, alu klink link ini: http://bit.ly/relawanrifkaannisa untuk mendaftar
Rekrutmen dibuka mulai tanggal 3 Oktober – 17 Oktober 2019, atau akan ditutup jika kuota telah terpenuhi.
Informasi lebih lanjut sila hubungi Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.