Di Rifka Annisa, setiap tahunnya hampir 300 kasus lebih dilaporkan oleh perempuan. Itu berarti setiap hari setidaknya satu perempuan menjadi korban kekerasan. Data Rifka Annisa menunjukkan, selama 2009-2015, terdapat 2.156 kasus yang ditangani, dengan rincian kekerasan terhadap istri 1.541 kasus, perkosaan 227 kasus, pelecehan seksual 128 kasus, kekerasan dalam pacaran 206 kasus, kekerasan dalam keluarga 48 kasus, trafiking 4 kasus dan lain-lain 2 kasus.
Pada dasarnya, kondisi korban kekerasan seksual tidaklah sama antara satu dengan yang lain. Faktor yang mempengaruhi keragaman kondisi ini antara lain dukungan keluarga dan lingkungan, pemahaman akan peristiwa, kematangan mental dan kognitif, informasi yang didapatkan, kejelasan proses hukum, dan sebagainya. Secara umum, korban kekerasan seksual berada dalam kondisi tidak aman dan tidak percaya pada lingkungan sekitar. Mereka mengalami pelanggaran terhadap integritas tubuhnya, sehingga aspek harga diri, konsep diri, dan kepercayaan diri yang dimilikinya menurun. Ditambah, seringkali korban kekerasan seksual tidak dipercaya, tidak didengarkan, bahkan disalahkan oleh lingkungan. Hal ini membuat dia berada dalam kondisi tidak aman dan tidak percaya pada orang lain dan lingkungan sekitar.
Pada kasus kekerasan seksual pada anak dan penyandang disabilitas, yang muncul adalah perilaku dimana korban sulit diajak bertemu orang baru, sulit mematuhi perintah, dan sebagainya. Pada kasus anak, mereka kurang memahami peristiwa yang dialami, sehingga dampaknya bersifat laten. Bisa jadi pasca peristiwa tidak tampak perubahan berarti pada anak, namun ketika dia menginjak remaja dan menyadari tubuhnya, kesadaran akan peristiwa kekerasan seksual dapat mempengaruhi perkembangan psikologis dan perilakunya. Jika tidak memperoleh dukungan yang tepat, dapat juga menimbulkan perilaku beresiko seperti merokok, hubungan seksual beresiko, narkoba dan minuman keras, dan sebagainya, serta sulit diajak berkomunikasi.
Sistem dukungan sosial adalah salah satu yang menentukan keberhasilannya dalam melalui masa sulit. Dukungan itu terutama dari keluarga dan lingkungan masyarakat. Semakin kuat dukungan yang dimiliki akan semakin memudahkan proses pemulihan. Dan sebaliknya, semakin dia tidak didukung, semakin lama proses pemulihannya, bahkan menjadi luka baru. Misalnya dengan dia disalahkan, dikucilkan, diberitakan negatif, dan sebagainya. Dukungan sosial sendiri dapat ditunjukkan seperti memberikan empati dan dukungan, mendudukkan siapa yang benar dan siapa yang salah secara tepat, memberi sanksi bagi pelaku dan memberikan apa yang menjadi hak-hak korban, yaitu hak akan kebenaran, keadilan, pemulihan, serta jaminan tidak berulang.
Dukungan yang diberikan oleh keluarga dan masyarakat beragam. Di keluarga ada yang cukup baik, bisa memposisikan siapa yang benar dan siapa yang salah sehingga mendukung korban untuk mencari keadilan, namun ada juga yang menyalahkan korban karena tekanan dari masyarakat. Sikap masyarakat seringkali berpengaruh pada sikap keluarga korban. Ketika masyarakat memberi dukungan dengan baik, keluarga cenderung mendukung, dan sebaliknya. Sikap masyarakat sendiri tergantung pada sikap dan pandangan tokoh masyarakat terhadap peristiwa kekerasan seksual itu sendiri. Saat mendukung pun kadang tidak memahami bentuk dukungan yang tepat, dan bercampur dengan kepentingan masyarakat. Misalnya, menjatuhkan sanksi denda pada pelaku, yang ditujukan bagi pembangunan wilayah tersebut dan mengabaikan kebutuhan korban.
Mengingat berbagai tantangan dalam penanganan kekerasan seksual, penting kiranya bagi Rifka Annisa untuk mendiskusikan dan merefleksikan peran masing-masing aktor, khususnya mereka yang bekerja sehari-hari mendampingi para korban kekerasan. Oleh karena itu Rifka Annisa menyelenggarakan kegiatan diskusi yang bertemakan RUMAH AMAN: DI BALIK LAYAR PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL, Sabtu 30 April 2016, pukul 09.00-selesai, bertempat di Aula Rifka Annisa. Diskusi ini menghadirkan para konselor penyintas, konselor laki-laki (untuk pelaku kekerasan), koordinator support group, advokasi officer, staf pendampingan masyarakat dan turut mengundang ketua P2TP2A Kabupaten Bantul sebagai bagian jejaring penanganan korban. []