Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.Usia remaja merupakan masa transisi dan peralihan dari anak-anak menjadi dewasa, yang sering dikaitkan dengan pencarian jati diri. Dalam masa ini, seorang remaja akan mencari role model yang ideal sebagai figur panutan. Sosok panutan ini yang akan mempengaruhi nilai-nilai dan pandangan seorang remaja dalam membina kehidupan sosial. Keluarga menjadi unit dasar dalam kehidupan bersosial. Melalui keluarga, nilai-nilai dalam diri seseorang akan terbentuk. Sehingga, orang tua menjadi sosok panutan terdekat seorang remaja. Akan tetapi, bagaimana jika sosok panutannya ini sedang berseteru?
Ada banyak hal yang dapat menjadi faktor penyebab orang tua berseteru. Beberapa di antaranya yakni, adanya ketimpangan penghasilan antara orang tua, perselingkuhan, permasalahan dalam pekerjaan, atau bahkan permasalahan si anak yang kemudian menimbulkan perdebatan diantara orang tua.
Remaja, dalam hal ini seorang anak, adalah mesin fotokopi terbaik dari orang tua. Sebuah peribahasa mengumpamakan, “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Hal yang akan sangat mungkin dipelajari seorang remaja ketika orang tua sedang berseteru yakni pertengkaran adalah jalan untuk menyelesaikan masalah. Tentu saja, nilai-nilai ini bukanlah output yang diharapkan oleh orang tua dan siapa pun.
Efek jangka pendek yang dihadapi remaja ketika orang tua berseteru yakni stress. Tak sedikit remaja yang memilih untuk melakukan hal-hal negatif dalam menghadapi permasalahan ini. Akan tetapi, hal-hal tersebut tidak akan serta merta menyelesaikan persoalan yang ada. Remaja dalam hal ini juga dapat memilih untuk bersikap bijak dalam menghadapi perseteruan orang tua. Menjadi mediator dan memilih untuk bersikap netral adalah pilihan yang tepat. Dengan memahami faktor penyebab terjadinya perseteruan, akan memudahkan remaja bersikap sebagai mediator yang baik dan bijak.
Selain itu, mediator yang baik akan selalu berpandangan objektif, artinya tidak memihak kepada salah satu pihak baik itu ibu, ayah, atau bahkan diri sendiri (dalam hal ini, sering ditemui remaja yang lebih mengutamakan kepentingannya), kemudian mencegah terjadinya polarisasi dalam keluarga yang akhirnya menciptakan kubu pro atau anti ayah atau ibu. Kehadiran anak di rumah dalam kondisi ini akan sangat membantu dalam menyelesaikan ketegangan dan perseteruan orang tua. Selain dapat menjadi mediator, kehadiran anak di rumah juga dapat mengurangi intensitas orang tua untuk berseteru karena orang tua memiliki tanggung jawab untuk menjadi panutan anak. Dengan demikian, mereka akan merasa malu jika menunjukkan hal-hal negatif, seperti bertengkar di depan anak.[]
*******************
Penulis adalah relawan Divisi Humas dan Media Rifka Annisa. Dapat dihubungi melalui email Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya..