Rabu, 08 Jun 2016 20:25

pengaduan.jpg

Merespon banyaknya dugaan kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan khususnya pendidikan tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta, maka dibutuhkan upaya yang serius untuk menangani kasus-kasus tersebut.

Korban atau orang yang mengetahui akan adanya kekerasan seksual hendaknya tidak diam dengan kondisi tersebut. Kemauan dan keberanian untuk memberikan informasi akan sangat membantu dalam proses penanganan kasus kekerasan seksual yang mengedepankan kepentingan, perlindungan dan keadilan bagi korban serta pencegahan keberulangan kasus serupa. Rifka Annisa membuka ruang pengaduan atas kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan khususnya pendidikan tinggi dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Rifka Annisa akan menjaga kerahasiaan identitas korban dan/atau pelapor.
  2. Rifka Annisa menyediakan pendampingan psikologis, hukum dan layanan rujukan yang diperlukan bagi korban dan/atau pelapor.
  3. Laporan-laporan yang diterima oleh Rifka Annisa akan digunakan untuk melakukan advokasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan khususnya institusi pendidikan tinggi.

Pengaduan dapat dilakukan melalui email Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya. dan hotline RIFKA ANNISA di 085100431298 dan 085799057765, atau datang langsung ke kantor Rifka Annisa Jl. Jambon IV Komplek Jatimulyo Indah, Tegalrejo, Yogyakarta.

Rabu, 08 Jun 2016 12:31

Menyikapi banyaknya pertanyaan yang masuk ke Rifka Annisa tentang kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus seperti salah satunya pelecehan seksual yang terjadi di UGM sebagaimana ramai diberitakan belakangan ini, maka dalam hal ini Rifka Annisa menyampaikan pernyataan sikap:

  1. Bahwa dalam setiap penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan Rifka Annisa selalu mengutamakan kepentingan korban dan mengedepankan perspektif korban.
  2. Posisi Rifka Annisa dalam penanganan kasus kekerasan seksual selalu mengedepankan penyelesaian melalui proses hukum.
  3. Kasus EH bukanlah yang pertama dan satu-satunya yang melibatkan profesi pengajar atau staf di lingkungan pendidikan. Setidaknya yang pernah didampingi Rifka Annisa sejak tahun 2000 hingga 2015, ada 214 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh oknum profesi dosen, guru, maupun staf akademik. Jenis kasus ini meliputi 146 kasus kekerasan terhadap istri, 22 kasus kekerasan dalam pacaran, 6 kasus kekerasan dalam keluarga, serta 32 kasus diantaranya adalah kasus pelecehan seksual dan 8 kasus perkosaan.
  4. Berdasarkan pengalaman Rifka Annisa, kasus-kasus yang terjadi di lingkungan pendidikan seringkali merupakan kasus kekerasan seksual dan melibatkan lebih dari satu korban. Namun, hanya sedikit yang berani melapor karena posisi relasi kuasa yang tidak imbang antara korban dan pelaku, proses hukum pidana yang panjang dan berat bagi korban dan keluarga, tekanan sosial atas nama menjaga nama baik institusi, adanya stigma negatif masyarakat bagi korban kekerasan seksual. Selain itu, tidak ada mekanisme pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan di lingkungan pendidikan yang menjamin keamanan dan kerahasiaan bagi korban.
  5. Sedikitnya kasus kekerasan seksual yang melanjutkan ke proses hukum disebabkan oleh lemahnya sistem dan penegakan hukum diantaranya terkait dengan pembuktian . Pada kasus kekerasan seksual unsur pembuktian terkadang sulit untuk dipenuhi karena peristiwa kekerasan seringkali terjadi di ruang privat, tidak ada saksi dan minimnya alat bukti yang lainnya. Oleh karena itu Rifka Annisa mendorong adanya perubahan sistem hukum terkait dengan kekerasan seksual dan mendorong agar RUU PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL segera disahkan.
  6. Posisi Rifka Annisa dalam memberikan layanan konseling bagi laki-laki dalam konteks pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan telah dimulai semenjak tahun 2007 dalam konteks intimate partner violence yang bertujuan untuk membantu laki-laki menghentikan perilaku kekerasan dan sikap yang menghargai pasangan. Laki-laki yang mengikuti konseling diharapkan dapat mengambil tanggung jawab atas perilaku kekerasan yang dilakukannya serta mengendalikan perilaku kekerasan.
  7. Mulai tahun 2013 Rifka Annisa membuka layanan konseling bagi pelaku kekerasan seksual bekerjasama dengan Polres Gunungkidul, di samping konseling bagi pelaku intimate partner violence. Konseling perubahan perilaku yang dilakukan untuk kasus kekerasan seksual selalu mengedepankan proses pengungkapan kebenaran dan penghukuman bagi pelaku serta dalam rangka mencegah keberulangan kasus kekerasan.
  8. Konseling bagi laki-laki bukan dalam rangka mempengaruhi, menghindarkan atau meringankan pelaku dari proses hukum yang sedang dijalani.
  9. Selama dalam proses hukum, konseling bagi pelaku bertujuan untuk mendorong pelaku bertanggungjawab terhadap perbuatan yang dilakukannya.
  10. Rifka Annisa mendorong adanya mekanisme penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan di lingkungan kampus meliputi mekanisme pengaduan, penanganan kasus termasuk di dalamnya pendampingan hukum dan pendampingan psikologis bagi korban kekerasan.
  11. Rifka Annisa mendorong korban kekerasan seksual di lingkungan pendidikan untuk berani bersuara dan mengungkapkan kebenaran atas kasus kekerasan yang dialaminya. Pengaduan terhadap kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan kampus maupun lingkungan pendidikan lainnya dapat disampaikan melalui email Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya. dan hotline RIFKA ANNISA di 085100431298 dan 085799057765
  12. Rifka Annisa mendorong kampus-kampus di DIY pada khususnya untuk bergabung dalam gerakan #SpeakNow #AkhiriKekerasanSeksualDiKampus

Yogyakarta, 07 Juni 2016

Suharti

Direktur Rifka Annisa

46777963
Today
This Week
This Month
Last Month
All
1285
12620
286330
343878
46777963