Selasa, 25 Oktober 2016 21:12

IMG-20160930-WA0012.jpg

Setelah sukses terlaksana di Yogyakarta, Pelatihan Fasilitator Pendidikan Kesetaraan Gender Dalam Keluarga kini diselenggarakan di Abepura, Jayapura, Propinsi Papua, oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 28 September-4 Oktober 2016 bersama tim fasilitator dari Rifka Annisa. Turut hadir pula Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise, dalam acara pembukaan pelatihan tersebut.

Pelatihan tersebut diikuti oleh 50 peserta dari aktivis gereja, pendeta, pengurus jemaat, dan mahasiswa. Peserta dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelas ayah, kelas ibu dan kelas remaja. Peserta pelatihan ini nantinya akan menjadi fasilitator diskusi serial di komunitas melalui pendekatan keluarga dengan target pasangan suami-istri dan anak mereka yang masih remaja.

Tim fasilitator dari Rifka Annisa mengajak peserta untuk membongkar kembali dan mendiskusikan tentang relasi dan peran gender yang selama ini ada dalam budaya. Relasi dan peran gender yang adil dan setara dalam keluarga akan berdampak pada penguatan nilai-nilai keluarga yang sehat, positif, dan terhindar dari kekerasan. Manajer Divisi Research and Training Center Rifka Annisa, Muhammad Saeroni, mengatakan bahwa penguatan keluarga tersebut akan memberikan kontribusi terhadap tercapainya ketahanan keluarga. Mengacu pada konsep kerangka ekologis (ecological framework), ketahanan keluarga akan berbanding lurus dengan ketahanan masyarakat dan ketahanan negara. "Penguatan keluarga tentu sangat dibutuhkan untuk peningkatan ketahanan keluarga yang diharapkan akan memberikan dampak positif terhadap ketahanan masyarakat," kata Roni, panggilan akrab Muhammad Saeroni.

Salah satu upaya untuk mencapai penguatan keluarga adalah melalui pendidikan kesetaraan gender di dalam keluarga. Penguatan keluarga melalui pendidikan kesetaraan gender dalam keluarga harus paling tidak menyasar pada perempuan, laki-laki, dan anak remaja dalam keluarga tersebut. Fokus utama dari pendidikan tersebut adalah pada pengetahuan, pemahaman, dan perubahan perspektif serta perilaku terkait nilai dan norma gender. 

Roni menambahkan bahwa melalui pendidikan kesetaraan gender dalam keluarga, diharapkan akan terbangun pola komunikasi yang sehat, pola pengasuhan yang tepat, relasi yang setara di antara anggota keluarga yang secara signifikan tentu akan dapat menghindarkan keluarga tersebut dari perilaku-perilaku berisiko termasuk kekerasan. Ketika kesetaraan gender dalam keluarga sudah terjadi, diharapkan akan mengubah konsep laki-laki yang diidentikkan dengan dominasi, kekuatan, dan superioritas, sebaliknya perempuan diidentikkan dengan kelemahan, inferioritas, ketergantungan dan sebagainya, sehingga mereka tidak berada pada kondisi berisiko dari kekerasan.

“Pendekatan keluarga ini penting untuk diterapkan karena seringkali masalah kekerasan berbasis gender berkorelasi dengan persoalan dalam keluarga,” kata Fitri Indra Harjanti, selaku salah satu fasilitator dari Rifka Annisa. Perempuan yang akrab disapa Fitri ini pun menambahkan bahwa melalui pendidikan kesetaraan gender dalam keluarga, diharapkan akan terbangun pola komunikasi yang sehat, pola pengasuhan yang tepat, relasi yang setara di antara anggota keluarga yang secara signifikan tentu akan dapat menghindarkan keluarga tersebut dari perilaku-perilaku berisiko termasuk kekerasan.

Selama pelatihan tersebut berlangsung, selain mendapatkan materi di kelas dan melakukan simulasi di kelas, para calon fasilitator juga diajak untuk mempraktikkan ilmu yang sudah mereka pelajari dengan langsung mengunjungi komunitas dan memfasilitasi diskusi di komunitas tersebut. []

 

IMG-20160930-WA0011.jpg

46815149
Today
This Week
This Month
Last Month
All
6189
49806
323516
343878
46815149