Pada 3 Oktober sebelas perempuan dari Australia mengunjungi Rifka Annisa sebagai bagian dari kelompok perempuan bernama ‘Women and Power’. Mereka sedang berada di Indonesia selama dua minggu. Mereka mulai di Bali untuk konferensi, dimana masing-masing orang mempresentasikan keahlian mereka. Perempuan-perempuan ini berasal dari latar belakang yang berbeda, antara lain: dokter, terapis, dosen, pekerja sosial dan pengusaha.
Perwakilan Rifka Annisa, Defirentia One, mempresentasikan visi, misi dan program Rifka Annisa yang sangat informatif dan mendalam bagi tamu dari Australia tersebut. Sebagai bagian dari kunjungan, mereka mengunjungi organisasi perempuan. Mereka sangat senang dengan apa yang mereka temui serta mendukung program-program Rifka Annisa. ‘Women and Power’ telah melaksanakan perjalanan seperti ini selama duabelas tahun dan sudah mengunjungi berbagai tempat seperti Kamboja dan Indonesia.
Setelah sesi presentasi, perempuan yang akrab disapa One ini, membuka sesi tanya jawab. Para pengunjung dari Australia memberikan beberapa pertanyaan yang sangat bagus. Pertama, pertanyaan tentang apakah alkohol dan obat di Indonesia berpengaruh pada kekerasan berbasis gender seperti halnya di Australia. Pertanyaan ini memulai diskusi yang menghasilkan final agreement bahwa relasi kekuasaan merupakan faktor utama penyebab kekerasan berbabis gender di Australia dan Indonesia tetapi relasi kekuasaan ini distimulasi oleh konteks yang berbeda. Contohnya di Australia alkohol berperan dalam relasi kuasa sementara di Indonesia tradisi dan budaya yang menyebabkan terbentuknya relasi kuasa.
Pertanyaan-pertanyaan menarik lainnya tentang Rifka Annisa antara lain isu kekerasan berbasis gender, pendanaan Rifka Annisa, program ‘Rifka Goest to School, layanan dukungan untuk perempuan korban kekerasan rumah tangga, dan tentang hubungan antara Rifka Annisa dan organisasi international seperti DFAT di Australia dan UNICEF. Salah seorang peserta yang bekerja di organisasi yang sama dengan Rifka Annisa menyatakan keinginannya untuk bekerja sama dengan Rifka Annisa di masa depan. Ekspresi seperti ini menunjukan kerberhasilan reputasi dan metode yang digunakan untuk memperjuangkan kesetaraan gender di Indonesia. []
Penulis: Emma Hardy, Mahasiswa Magang dari Universitas Monash Australia, Jurusan International Studies