Telah menjadi program tahunan bagi para mahasiswa semester dua Magister Profesi Psikologi Klinis Universitas Islam Indonesia untuk melakukan kunjungan ke berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang dinilai memiliki relevansi terhadap topik yang sedang diangkat oleh MaPro Psikologi Klinis UII. Pada 30 Agustus 2016 MaPro Psikologi UII memilih untuk mengunjungi kantor Rifka Annisa Women’s Crisis Center dengan mengusung topik bagaimana penanganan psikologi terhadap korban tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
Sebagai pembicara utama dalam acara ini merupakan Defirentia One dari Divisi Humas dan Media dan dibantu oleh Indiah Wahyu Andari dari Divisi Pembimbingan dan Konselor Psikologi Rifka Annisa WCC. Acara dimulai pada pukul 08.30 WIB yang bertempat di Aula Rifka Annisa WCC. Agenda acara yang pertama yakni pembukaan disampaikan oleh Defirentia One atau yang lebih akrab disapa dengan sebutan One, yang menjelaskan mengenai profil dari Rifka Annisa WCC.
Acara dilanjutkan dengan sesi diskusi interaktif antara narasumber dan audien yang terdiri dari 25 mahasiswa dan dosen MaPro Psikologi klinis UII. Sebelum menjabarkan terkait penangan psikologis korban KDRT, One lebih dulu menjelaskan akar penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan yakni konstruksi budaya yang meninggikan salah satu jenis kelamin, dan menganggap jenis kelamin lain yakni perempuan lebih rendah. Gender atau jenis kelamin sosial dianggap sebagai kodrat.
Padahal itu merupakan konstruksi budaya yang menyebabkan ketidakadilan bagi salah satu pihak. Akibatnya, pihak yang sering dirugikan adalah perempuan. Pondasi budaya seperti inilah yang membentuk masyarakat untuk menjustifikasi perilaku laki-laki apabila melakukan tindakan kekerasan dan cenderung menyalahkan perempuan apabila mereka menjadi korban tindakan kekerasan.
Pernyataan tersebut mengundang respon dari para audiens, banyak dari mereka yang melontarkan pertanyaan kepada narasaumber. Salah satunya mengenai perspektif agama mengenai gender. Ada peserta yang bertanya, mengenai ayat agama yang menyebutkan posisi lelaki yang lebih tinggi dibandingkan posisi perempuan. Pertanyaan tersebut dijawab oleh pembicara kedua yaitu Indiah dengan menyatakan bahwa hal tersebut tergantung cara tafsir. “Ini hanya masalah penafsiran,” imbuhnya.
Selama ini, penafsiran masih didominasi oleh ulama laki-laki yang dapat menyebabkan bias gender. Indiah menekankan bahwasannya penafsiran yang menghasilkan interpretasi dapat dibagi menjadi tiga macam, yakni interpretasi tafsir tradisional, moderat maupun progesif.
Seperti interpretasi surat An-Nisa ayat 34, pandangan tradisional akan menyatakan bahwa laki laki dan perempuan tidak sama, pandangan moderat melihat ayat tersebut dari fungsi atas laki laki dan perempuan, sehingga dalam beberapa kasus membuat laki-laki atas kelebihannya dapat menjadi pemimpin dan sebaliknya, sedangkan pandangan progresif hampir sama dengan moderat namun meninggalkan pandangan mayoritas sehingga terdapat keterkaitan antara laki-laki dan perempuan.
Lebih lanjut, Indiah menjelaskan tentang bagaimana kerangka Rifka Annisa WCC dalam mendampingi korban kekerasan baik dalam rumah tangga maupun pacaran secara psikologis. Dimulai dari assessment atau penilaian awal. Biasanya korban kekerasan cenderung menyalahkan dirinya sendiri terhadap apa yang telah menimpanya.
Pada tahapan ini dibutuhkan cara untuk kembali memulihkan kepercayaan diri terhadap korban dengan menggeser perspektif korban dimana konstruksi sosial-lah yang membuat kejadian yang menimpanya merupakan kesalahan korban. Namun, Apabila si korban menemukan kesusahan untuk bercerita maka akan ada perlakuan khusus yang mengharuskan seorang pendamping untuk meninggalkan judgment atas kondisi klien. Sehingga klien diperlakukan sesuai dengan kondisinya pada saat itu.
Acara yang berlangsung selama 3 jam ini ditutup dengan sesi pemotretan serta sesi pemberian cinderamata dari pihak MaPro UII kepada pihak Rifka Annisa. Salah satu mahasiswa MaPro psikologi UII, Raras Indah Fitriana (24) menyatakan bahwa acara ini sangat sesuai dengan ekspektasi para rekan dari MaPro Psikologi UII sebelum mengunjungi Rifka Annisa WCC. “Materi yang paling menarik adalah ketika narasumber menjelaskan tentang konstruksi gender yang sudah mengakar pada budaya kita dan bahwa kesetaraan gender itu masih absurd”, ujarnya.
Penulis: Claudia Rahmania Yusron, Mahasiswa Magang dari Universitas Brawijaya Malang, Jurusan Hubungan Internasional