Lindungi Generasi Bangsa, Stop Kekerasan pada Anak!

Written by  Khoirun Ni'mah Sabtu, 04 Juli 2015 09:49

Maraknya kasus kekerasan yang dialami anak akhir-akhir ini, menjadi peringatan bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk lebih melindungi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dari segala bentuk kekerasan. Kasus kekerasan yang dialami Angelin anak berusia 8 tahun yang dibunuh dan diperkosa, merupakan salah satu contoh nyata tentang kasus kekerasan pada anak yang terlambat untuk diidentifikasi sejak awal.

Kekerasan pada anak merupakan masalah yang kompleks. Situasi kehidupan keluarga yang terjadi kekerasan, sering disebut dengan kekerasan dalam rumah tangga termasuk salah satu situasi kurang aman bagi anak, sehingga anak akan rentan mengalami kasus kekerasan. Meskipun orang tua sudah berusaha melindungi anak dari bentuk kekerasan fisik, dengan berusaha menyembunyikan pertengkaran dari hadapan anak, akan tetapi dari sisi psikologis belum terlindungi. Psikologis anak terganggu, sehingga hal itu akan berpengaruh pada konsep diri atau kepercayaan dirinya dimasa yang akan datang ketika dia dewasa. Selain itu, anak yang hidup ditengah-tengah situasi keluarga yang penuh dengan kekerasan akan diperlakukan secara tidak tepat oleh orangtuanya, dan rentan mengalami kekerasan baik secara fisik, maupun psikologis.

Indiah Wahyu Andari, konselor psikologi Rifka Annisa menyebutkan bahwa kekerasan merupakan segala sesuatu yang membuat orang yang mengalaminya menjadi tidak nyaman atau mengalami kerugian. Baik kerugian fisik, kerugian psikologis, ekonomi, maupun sosial. Sedangkan kekerasan pada anak adalah segala bentuk kekerasan yang dialami anak usia 0-18 tahun, yang membuat anak merasakan sakit, tidak nyaman, sampai pada kondisi kronis atau kematian. Anggapan bahwa anak adalah makhluk yang lemah dan tidak memiliki hak suara menjadi salah satu peluang bagi pelaku untuk melakukan kekerasan pada anak. Subordinasi tersebut juga membuat anak rentan mengalami kekerasan seksual terutama anak perempuan.

Indiah menambahkan gejala-gejala anak yang mengalami kekerasan antara lain; murung, menyendiri, penampilannya kurang terawat dan lain sebagainya. Anak yang mengalami kekerasan akan berdampak pada kesehatan fisiknya, seperti cacat, kerusakan pada alat reproduksinya, sampai pada kondisi kronis dan kematian. Sedangkan dampak psikologis pada anak yang mengalami kekerasan akan berpengaruh pada konsep diri, harga diri, kepercayaan diri, dan akhirnya akan berpengaruh pada perilaku adaptif anak di masa dewasa. Mereka akan susah untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.

Mengacu pada instrumen hukum, Undang-undang Perlindungan Anak sudah cukup memadai untuk menjadi payung hukum atau perlindungan hukum bagi anak korban kekerasan. Dalam Undang-undang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa “Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari; penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur Kekerasan, pelibatan dalam peperangan, dan kejahatan seksual”. Di sisi lain, budaya masyarakat yang masih menganggap bahwa persoalan kekerasan pada anak merupakan urusan keluarga sehingga sulit dicampuri, maka payung hukum inilah yang harus diperkuat lagi secara fungsinya untuk mencegah terjadinya kekerasan pada anak yang semakin marak. []

Read 2484 times
46413843
Today
This Week
This Month
Last Month
All
2613
87651
266088
306641
46413843