Rabu, 02 Agustus 2017 15:14

Gunungkidul- Pernikahan usia anak merupakan salah satu persoalan yang seringkali mengancam terpenuhinya hak-hak anak. Karena, ketika mereka harus menikah di usianya yang masih anak-anak, tentu mereka akan kehilangan hak untuk mendapatkan pendidikan, perlindungan, pengasuhan maupun hak-hak lain seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002 yang telah diubah ke dalam UU PA Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Hal ini juga sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Khoirun Ni’mah, narasumber dari Rifka Annisa, dalam acara Road Show Pendewasaan Usia Perkawinan di Kecamatan Paliyan, kabupaten Gunungkidul, pada kamis 27 Juli 2017 lalu. Dia menjelaskan bahwa pernikahan usia anak seringkali dipicu oleh relasi yang tidak sehat antar remaja yang berujung pada kehamilan tidak dikehendaki. Acara yang dihadiri sekitar 60 orang ini merupakan salah satu upaya untuk mengatasi pernikahan usia anak yang masih cukup tinggi.

 Hal yang serupa juga disampaikan oleh Retno, narasumber dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM) Daerah Istimewa Yogyakarta. Retno mengatakan bahwa Kasus pernikahan dini di Gunungkidul ini seperti gunung es, di mana kasus yang tidak terlaporkan jauh lebih besar dan tidak kelihatan. Dia juga menambahkan bahwa sejak tahun 2014 kasus pernikahan dini telah mencapai 1728 kasus di Gunungkidul, dan di DIY sendiri jumlah ibu meninggal saat melahirkan sekitar 49 kasus karena ibu masih tergolong muda (remaja). Selain dampak pernikahan usia anak berkontribusi pada penurunan kualitas generasi selanjutnya, Retno juga menjelaskan bahwa remaja yang belum tumbuh secara sempurna dan masih mengalami proses perkembangan, maka secara fisik, mental, dan spiritual mereka masih belum siap untuk melahirkan dan melakukan pengasuhan.

 Sementara itu, Sabit Mustamil selaku ketua Kantor Urusan Agama (KUA) Paliyan menyebutkan bahwa para remaja telah mendapatkan edukasi dan sosialisasi terkait pencegahan pernikahan usia anak baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Akan tetapi kasus pernikahan usia anak di kecamatan Paliyan masih tercatat 2 angka. Menurutnya, persoalan mendasar mendorong pernikahan usia anak adalah pola pengasuhan orang tua, budaya masyakat, dan faktor ekonomi. Selain itu, Sabit juga menjelaskan bahwa resiko pernikahan usia anak antara lain; remaja rentan stres dan tertekan, memiliki beban sosial, komitmen pasangan yang cenderung tidak dipenuhi, dan pembagian peran dalam rumah tangga yang tidak seimbang.

             Melihat kondisi tersebut, Marwatahadi sebagai Camat Paliyan mengajak seluruh pihak dan elemn masyarakat untuk bersama-sama melakukan upaya pencegahan pernikahan usia anak di Kecamatan Paliyan. Kesepakatan ini dilanjutkan dengan penandatanganan Memorandum Of Understanding (MOU) oleh berbagai pihak yang hadir dalam acara sosialisasi tersebut di antaranya camat, para dukuh, KUA, kepala sekolah, PKK, polsek, Babinkamtibmas, remaja, dan lain sebagainya.[]

 

 Penulis : Ana Widiawati adalah mahasiswa magang dari Hubungan Internasional Universitas Brawijaya.

Editor : Khoirun Ni'mah

 

        

 

Selasa, 25 Juli 2017 17:59

Gunungkidul (19/7) - Siswa SMK Negeri 1 Ngawen, Kabupaten Gunungkidul mengadakan pertunjukkan drama dalam rangkaian kegiatan Pengenalan Lembaga Sekolah (PLS) sebagai salah satu cara untuk mempermudah anak-anak kelas X memahami permasalahan remaja yang terjadi di sekitarnya. Pertunjukan drama sepanjang 30 menit tersebut membawakan cerita mengenai “Relasi Sehat”. Sebanyak 357 orang siswa yang hadir saat itu menunjukkan respon yang begitu antusias.

Pendidik sebaya yang setahun terakhir ini didampingi oleh Rifka Annisa menyadari bahwa akan lebih menarik untuk mensosialisasikan “Relasi sehat” melalui pertunjukan drama. Komunitas pendidik sebaya pun menyepakati untuk melakukan pertunjukan drama dengan judul Pacaran Masa Kini. Pertunjukan drama tersebut menceritakan dua jenis relasi anak masa kini dalam menjalin sebuah hubungan, yaitu pergaulan tanpa kontrol yang tanpa memikirkan masa depan, dan menjalin relasi yang sehat dengan memikirkan pendidikan sebagai tujuan utama dalam kehidupan.

Kegiatan drama tersebut diperankan oleh Hendra, dkk, dan inti dari drama yang mereka perankan ialah mencegah terjadinya pernikahan anak. Dalam mengakhiri drama tersebut, Hendra mengatakan “Contohlah relasi yang baik dan pikirkanlah pendidikanmu terlebih dahulu. Kita tidak salah dalam berpacaran tetapi janganlah pacaran membuatmu menjadi hancur.”

Setelah pertunjukan drama yang dibawakan oleh komunitas pendidik sebaya maka untuk menambah penjelasan dari drama, pihak Rifka Annisa mengadakan sosialisasi “Relasi Sehat” untuk menjelaskan bagaimana sesungguhnya menjalin sebuah hubungan dan bagaimana sesungguhnya dinamika anak remaja. Sosialisasi “Relasi sehat” yang dilakukan oleh Rifka Annisa memperkenalkan siapa sesungguhnya remaja dan kerentanan-kerentanan remaja yang sering sekali menjadi korban. Karena kurangnya pengontrolan diri dari remaja membuatnya menjadi terjerumus sebagai korban maupun pelaku kekerasan.

Sifat remaja yang cenderung labil membuat mereka bisa menjadi korban kekerasan secara berkelanjutan. Mengadakan sosialisasi “Relasi sehat” kepada siswa baru merupakan suatu pilihan yang disepakati oleh pihak sekolah dengan Rifka Annisa, karena didasari dengan banyaknya pernikahan dini yang masih tejadi di wilayah Gunungkidul akibat relasi yang tidak baik. Karena itulah besar harapan dari Rifka Annisa dengan adanya sosialisasi “Relasi Sehat”, maka para remaja dapat menjalin sebuah relasi yang baik dan menurunkan persentasi angka pernikahan anak sehingga generasi bangsa semakin berpendidikan dan semakin maju. (Lamtiar Tambunan/Laras Intansari)

 

*Lamtiar Tambunan dan Laras Intansari adalah Mahasiswa magang di Divisi Humas dan Media Rifka Annisa

46409245
Today
This Week
This Month
Last Month
All
14731
83053
261490
306641
46409245