Korban kekerasan umumnya berada di tengah-tengah masyarakat. Oleh sebab itu, upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan tak cukup hanya dilakukan oleh lembaga pusat krisis. Namun, masyarakat yang terdiri dari komunitas-komunitas justru berperan penting dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Mereka dapat menjadi motor penggerak utama yang efektif dalam isu tersebut.
Komunitas atau kelompok-kelompok masyarakat yang peduli akan kesetaraan gender dan mengerti pentingnya penghapusan kekerasan terhadap perempuan akan melahirkan dampak positif yang luar biasa, termasuk dalam penanganan kasus, karena korban mendapatkan dukungan positif dari lingkungannya.
Agar sebuah komunitas mampu menjadi penggerak dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, dibutuhkan kerja-kerja pengorganisasian dalam bentuk pendampingan komunitas. Pendampingan dilakukan dengan tujuan agar masyarakat dapat mempunyai kesadaran tentang kesetaraan gender serta kesadaran untuk tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan.
Kelompok yang selama ini didampingi yaitu Paguyuban Bangun Tresno di Dusun Kadisoro, Gilangharjo, Pandak, Bantul serta Kelompok Sida Rukun di Dusun Klisat, Srihardono, Pundong, Bantul. Kelompok-kelompok tersebut aktif mengadakan diskusi, pendampingan kasus, kampanye budaya dan pelatihan-pelatihan.
Pada taraf lanjut, komunitas-komunitas dampingan diharapkan bisa menjadi pusat krisis berbasis komunitas yang mampu menyelesaikan persoalan-persoalan terkait kasus kekerasan terhadap perempuan di wilayahnya. Contoh pusat krisis berbasis komunitas atau community based crisis center (CBCC) dampingan Rifka Annisa adalah Kelompok Mudi Lestarining Budi, Playen, Gunungkidul serta Huriya Maisya, Cokrodiningratan, Jetis, Yogyakarta. Mereka melakukan monitoring, pencegahan, serta mampu melakukan penanganan awal pada perempuan korban. Rifka Annisa berperan sebagai pendamping yang melakukan capacity building serta membantu membangun jaringan antara kelompok CBCC dengan lembaga terkait, misal dengan puskesmas serta kepolisian setempat.
Selain bergerak dalam persoalan-persoalan yang terjadi di lingkungan masyarakat, pengorganisasian masyarakat juga dibutuhkan dalam tataran kebijakan yang berhubungan dengan kerja advokasi. Advokasi merupakan upaya guna mendorong munculnya suatu kebijakan atau merubah kebijakan yang ada. Pengorganisasian dibutuhkan untuk mengorganisir kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan langsung terhadap kebijakan yang sedang diadvokasi, sehingga mendukung jalannya kerja advokasi itu sendiri.
Contoh kerja advokasi yang dilakukan adalah adanya inisiasi layanan tripartit antara rumah sakit, Kepolisian dan Rifka Annisa pada 1999 yang merupakan cikal bakal lahirnya layanan terpadu bagi korban kekerasan; berhasil disahkannya Undang-undang Perlindungan Kekerasan Dalam Rumah Tangga; Peraturan Walikota No 62 tahun 2007 tentang penyelenggaraan pelayanan terpadu bagi korban kekerasan berbasis gender dan trafficking; Revisi Buku Petunjuk Teknis dan Administrasi bagi Hakim Peradilan Agama; serta Peraturan Daerah No. 25 Tahun 2012 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak korban Kekerasan di Gunungkidul. Dalam melakukan advokasi kami berjejaring dengan organisasi yang lain seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), Pemerintah, masyarakat, universitas dan lembaga lainnya yang terkait. Selain itu kami juga melakukan kampanye tentang pentingnya disahkannya RUU tersebut dengan melakukan aksi bersama. Setelah upaya tujuh tahun lamanya, undang-undang tersebut berhasil di sahkan.
The survivors are part of the community. Therefore, efforts to eliminate violence against women cannot be sufficiently accomplished by crisis center alone. It is the community who plays important role in elimination of violence against women. They are the most effective leaders in this issue.
Community or social groups who care about gender equity and understand the importance of elimination of violence against women will bring about incredibly positive impacts including in dealing with violence cases because the survivors get positive support from their environment.
Work organization in form of Community assistance is necessary to enable community to take a lead in attempts of eliminating violence against women. The assistance is conducted so that society is aware of gender equity and sensible not to be engaged in violence against women.
This group assistance generate assisting groups, for instance, Paguyuban Bangun Tresno in Dusun Kadisoro, Gilangharjo, Pandak, Bantul and Kelompok Sida Rukun in Dusun Klisat, Srihardono, Pundong, Bantul. Those groups actively carry out discussion, case assistance, cultural campaign and training.
In the advanced step, these assisting groups are expected to be a community based crisis center capable to solve problems related to violence against women in their area. One of community based crisis center (CBCC) assisted by Rifka Annisa is Kelompok Mudi Lestarining Budi, Playen, Gunungkidul and Huriya Maisya, Cokrodiningratan, Jetis, Yogyakarta. They monitor, prevent, and are capable in taking first measures to help the survivors. Rifka Annisa plays role as their assistant to built their capacity and develop networks between CBCC groups with relevant institutions, community health center (Puskesmas) and local Police.
Besides taking care of problems in the society, community organization is needed on the level of policies concerning advocacy programs. Advocacy is an effort to encourage policies or modify the existing ones. Organizations are important to organize groups having direct interest to the policies being advocated and they will support the process of the advocacy.
One of the successful advocacy programs is the initiation of tripartite service among hospital, police, and Rifka Annisa in 1999, which became the embryo of integrated service for violence survivors. Another is the enactment Law on Elimination of Domestic Violence; City Mayor Regulation No 62/2007 on integrated service for gender-based violence and trafficking survivors; Revision of Technical and Administration Guidebook for Religious Courts; and Regional Regulation No. 25/ 2012 on Protection of Women and Children Survivors of Violence in Gunungkidul. In implementing advocacy we work together with other organizations such as Non Goverment Organization (NGOs), Government Institutions, Community, university and other related organizations. We also run campaign on the importance of enactment of the law draft by performing joint action. After seven years of struggle, the Law was enacted.